Empat Puluh Tujuh

954 140 49
                                    

Happy reading^^

.
.
o0o
.
.

Mata sewarna madu itu terbelalak mendengar ucapan muridnya. Gadis yang terlihat polos dan lugu itu menatapnya dengan wajah sendu dan pucat. Tsunade menghela nafasnya berusaha menenangkan diri, ia sama sekali tidak menyangka jika Sakura selama ini menjalin hubungan tidak sehat dengan kekasihnya. Bahkan dirinya tidak tahu jika gadis bersurai merah muda itu memiliki seorang kekasih.

"Apa yang akan kau lakukan pada bayi itu?"

"Aku tidak tahu Sishou." Air mata menggenang di sudut mata Sakura, gadis itu berusaha agar genangan itu tidak tumpah.

"Ini demi masa depanmu Sakura," wanita paruh baya itu meremas lembut tangan muridnya. "Gugurkan kandunganmu."

Kedua emerald itu membulat, hatinya perih mendengar ucapan wanita yang paling ia percayai bahkan ia tidak berani mengatakan tentang kehamilannya pada kedua sahabatnya. Matanya tak mampu lagi menahan genangan itu dan mengalir di ke dua pipinya.

"Sishou." Suara sangat lirih sarat akan rasa sakit. Ia tahu apa yang terjadi adalah sebuah kesalahan tapi bayi di dalam kandungannya bukanlah sebuah kesalahan ataupun dosa mengapa ia harus dilenyapkan bahkan sebelum ia bisa melihat dunia ini.

"Kau akan kehilangan beasiswamu jika sampai ada yang tahu kau hamil Sakura." Tsunade menghapus air mata Sakura, gadis itu masih terlalu muda untuk ada di situasi seperti ini. "Kau masih sangat muda, jalanmu masih panjang Sakura."

Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibir yang bergetar menahan isakkan itu. Mengandung di usia sembilan belas tahun tidak pernah ada dalam daftar hal yang akan ia raih. Ia datang ke Konoha untuk menjadi seorang dokter tapi karena kebodohannya ia akan kehilangan segalanya.

Cinta perasaan semu yang terlihat indah namun berakhir sangat menyakitkan. Ia membenci dirinya sendiri mengapa jatuh cinta pada pria yang salah, mengapa ia tidak menyerah sejak awal saat mengetahui jika Sasuke mencintai orang lain. Mengapa ia dengan begitu percaya diri merasa mampu menaklukan hati pria itu.

"Kau bilang pria itu akan menikah dan tidak mau bertanggung jawab bukan? Apa kau ingin melahirkan anak itu tanpa ayah?"

Sakura hanya bisa menunduk, jantungnya terasa seperti diremas membuat nafasnya sesak mengingat pembicaraannya dengan Sasuke dua hari yang lalu sebelum pria itu pergi meninggalkannya sendiri di apartemen pria itu.

"Sakura, ini yang terbaik untukmu. Gugurkan kandunganmu dan lupakan apa yang telah terjadi. Lalu kembalilah mengejar mimpimu." Tidak ada yang salah dengan ucapan dosennya itu bahkan hati kecilnya membenarkan semua itu.

Melahirkan bayi itu juga bukan pilihan yang baik, ia tinggal di desa dengan warga yang berpikiran konservatif hamil tanpa suami adalah sebuah aib. Orang tuanya akan jadi gunjingan warga desa dan bagaimana masa depannya, impiannya menjadi dokter tak akan pernah ia raih jika ia melahirkan bayinya.

Bahkan ayah bayinya tidak menganggapnya ada dan berpikir semua itu hanya tindakan impulsifnya untuk menahan agar pemuda itu tidak meninggalkannya. Lalu apa alasannya untuk mempertahankan bayi yang bahkan belum memiliki detak jantung. Kepalanya terasa sakit kerana terlalu banyak berfikir bahkan ia belum tidur sejak kemarin.

"Pulanglah dan beristirahat. Berpikirlah dengan kepala dingin agar apapun yang kau putuskan tidak berdampak buruk pada masa depanmu."

Pelukan dosennya itu terasa sangat hangat seperti pelukan seorang ibu pada putrinya. Ia merindukan ibunya di desa, Sakura ingin memeluk ibunya dan menceritakan semuanya tapi ia tidak ingin membuat ibunya terluka dan menangis karena kebodohannya.

PlatonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang