Empat Puluh Delapan

534 83 26
                                    

Happy reading^^
.
.
o0o
.
.

Entah mengapa matanya enggan beranjak dari sebuah foto yang di dominasi warna hitam dan terlihat seperti lukisan abstrak. Jari lentiknya mengelus lembut permukaan hasil USG yang terasa licin di kulitnya.

"Hei apa kau ingin hidup?" Tanpa ia sadari pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Sakura.

Hanya hening yang menyapa indera pendengarnya. Tentu saja janin dalam kandungannya tidak akan menjawab pertanyaannya. Memangnya apa yang akan ia lakukan jika bayi itu mengatakan ingin hidup?

Suara rintik hujan perlahan menjadi deras di luar sana, sudah pukul dua belas malam tapi ia masih belum mengantuk. Ia baru saja selesai mengepak barang-barangnya. Tidak banyak yang ia bawa hanya semua yang miliknya dan semua barang pemberian Sasuke ia biarkan tetap berada pada tempatnya. Ia tidak ingin membawa apapun yang akan mengingatkannya pada Sasuke.

"Aku menyayangimu Sarada, maafkan aku." Sakura mengecup foto itu dan memeluknya berusaha menutup mata agar ia bisa rileks besok pagi sebelum berpisah dengan bayi yang ada di kandungannya. Ia terkekeh pelan saat menamai janinnya Sarada bahkan ia tidak tahu apakah dia perempuan atau laki-laki hanya saja ia berharap jika bayi itu adalah perempuan.

"Aku mohon jangan pernah membenciku anakku sayang, karena aku sangat menyayangimu. Maafkan aku." Sakura menatap nanar jendela yang basah oleh air hujan ia sadar sebanyak apapun ia meminta maaf tidak akan ada gunanya.

Sakura memilih datang ke kampus dan menemui senpainya di lab. Ia ingin menitipkan sesuatu pada Kabuto.

"Ohayou senpai." Sakura menyapa Kabuto yang tengah sibuk dengan jurnal miliknya.

"Sakura?!" Ia cukup terkejut melihat gadis itu, setelah hampir sebulan menghilang dan tidak pernah datang lagi ke lab.

"Sudah ku duga kau menerimanya." Sakura melirik pada undangan berwarna gold yang terlihat sangat mewah di meja milik senpainya itu.

Dengan panik Kabuto memasukan undangan pernikahan itu ke dalam tasnya. Ia juga tidak menyangka jika kekasih kouhainya itu akan menikahi putri dosennya.

"Apa aku boleh menitipkan sesuatu padamu?"

Kabuto mengangkat sebelah alisnya bingung. Ia menatap kouhainya yang terlihat pucat, ah ia baru menyadari jika rambut panjang Sakura kini berubah menjadi sebahu.

"Apa?"

Sebuah kotak berwarna pink dengan pita merah sebesar telapak tangan Sakura letakan di atas meja.

"Hadiah pernikahan." Sakura tersenyum kecut, "bagaimanapun juga Tayuya adalah putri Orochimaru sensei."

"Sakura, kau baik-baik saja?" Kabuto menatap hawatir kouhainya itu. Ia tidak tahu kenapa video Sasuke dan Tayuya bisa beredar luas, bahkan entah berapa kali Dosennya itu menanyakan pada putrinya apakah dia yang mengunggahnya tapi Tayuya selalu mengelak.

"Aku baik-baik saja. Jangan katakan ini dariku ya. Aku takut nanti dia membuang kadonya." Sakura tertawa kecil mencoba mencairkan suasana.

"Tentu saja. Kapan kau kembali ke lab?"

"Entahlah, aku ingin menata hatiku lebih dulu." Sakura meremas jemarinya. "Jaa na senpai."

Ia melangkahkan kakinya menuju kantin, hari ini ia berjanji bertemu dengan Karin dan Ino. Semoga saja keduanya tidak marah karena ia kembali menghilang selama tiga hari.

"Sakura rambutmu?" Karin yang pertama kali melihatnya histeris saat melihat rambut sebahunya yang terurai.

Dulu ia memanjangkan rambutnya hingga hampir menyentuh pinggangnya karena Sasuke bilang ia menyukai gadis berambut panjang. Sakura akan memulai hidupnya yang baru karena itu ia memotong pendek rambutnya.

PlatonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang