Mebuki baru saja akan merebahkan tubuhnya ke ranjang saat telinganya mendengar suara bel rumahnya. Ia mengernyitkan dahi katena ada yang bertamu selarut ini. Suaminya sudah terlelap di sisi lain tempat tidur. Ia memutuskan beranjak dan melihat siapa orang yang sejak tadi terus menekan bel rumahnya.
Ia mengintip dari jendela dan melihat polisi yang tengah berpatroli berbicara dengan seseorang. Ia memilih keluar karena penasaran.
"Sepertinya mereka sudah tidur. Bagaimana jika menginap di rumahku?"
"Aku tidak ingin merepotkanmu Arashi nii."
"Ah itu ibumu." Pria yang dipanggil Arashi itu bergeser.
"Sakura chan." Mebuki tergopoh-gopoh membuka gerbang rumahnya yang hanya setinggi dada orang dewasa.
Gadis merah muda itu tersenyum dan memeluk ibunya saat wanita paruh baya itu melewati gerbang.
"Kenapa kau tidak memberitahu jika akan pulang? Kami akan menjemputmu ke Stasiun."
"Kejutan." Sakura terkekeh kecil.
"Kalau begitu aku permisi bibi, sampai jumpa Sakura chan." Arashi menaiki sepedanya dan menjauh dari ibu dan anak yang tengah melepas rindu.
"Terimakasih untuk tumpangannya Arashi nii." Sakura melambaikan tangan pada pemuda itu.
"Ayo masuk." Mebuki menuntun anaknya memasuki rumah.
"Oka chan aku lapar." Rengekan Sakura membuat wanita paruh baya itu tertawa. "Aku ingin nasi goreng."
"Akan ka chan buatkan." Mebuki mengelus surai merah muda putrinya lembut dan berjalan ke arah dapur.
Sakura duduk di meja makan memperhatikan ibunya yang tengah memotong sosis membentuk kelinci lalu menggorengnya, tangannya dengan cekatan memotong bawang putih. Ia mengeluarkan nasi sisa makan malam dan dua buah telur dari kulkas. Wanita paruh baya itu dengan terampil mengolah semua bahan makanan yang ada hingga menjadi satu porsi omurice untuk putri semata wayangnya.
"Itadakimasu." Sakura menyendok omurice buatan ibunya dan memasukannya kedalam mulut. "Umm, oishi na."
"Apa kau makan dengan teratur di sana? Kau terlihat lebih kurus dari terakhir kali kita bertemu."
"Aku sangat sibuk, aku membantu Tsunade sishou di lab sekarang."
"Jangan bekerja terlalu keras nak, saat kau membutuhkan sesuatu kau bisa minta pada kami." Mebuki tahu jika putrinya bekerja paruh waktu untuk membiayai hidupnya di Konoha. Berkali-kali putrinya itu mengirim kembali uang yang ia kirimkan untuk biaya hidupnya di sana. Hingga wanita paruh baya itu menyuruh Sakura menyimpan uangnya untuk keperluan tak terduga dan menganggapnya sebagai tabungan.
"Aku memakai uang dari oka chan untuk biaya hidupku dan sebagian lagi dari insentif yang di berikan Tsunade sishou. Aku sudah berhenti bekerja paruh waktu."
"Itu lebih baik. Kau kuliah tanpa kami biayai maka biarlah kami yang menghidupimu nak. Kami orang tuamu."
"Arigatou Oka chan."
"Habiskan makananmu."
Ia sangat merindukan orang tuanya dan rumahnya, semenjak berkencan dengan Sasuke ia belum pernah pulang bahkan saat liburan musim panas. Ia juga sangat kesal dan marah pada kekasihnya itu karena itulah ia memilih menghabiskan akhir pekannya bersama kedua orang tuanya meski ia harus naik kereta selama tujuh jam untuk sampai ke desanya.
Sakura tidak tahu apakah pria itu tengah mencarinya atau justru senang dan sedang menghabiskan malam di night club bersama teman-temannya dan wanita menyebalkan itu. Ia tidak peduli, saat ini ia hanya butuh menjauh dari pria itu sejenak. Gadis merah muda itu merasa butuh sedikit untuk bernafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Platonis
FanfictionNaruto © Masashi kishimoto (21+) Sakura tidak pernah menyesali apa yang telah terjadi, ia memilih bertahan meskipun setiap malamnya terasa begitu menyakitkan karena ada pagi yang indah meskipun penuh kepalsuan. "Aku mencintaimu." "Hn." Hatinya perih...