Bab 47: Malam di Bawah Bintang-Bintang

6 4 0
                                    

Di malam yang tenang di kediaman Tuan Rafiq, Alina duduk di balkon kamarnya, menikmati udara malam yang sejuk. Pikirannya masih berkecamuk memikirkan tawaran Tuan Rafiq.

Tiba-tiba, pintu balkon terbuka, dan Amir muncul dengan secangkir cokelat panas di tangannya. Senyum kecil menghiasi wajahnya saat dia melangkah ke arah Alina.

“Cokelat panas, untuk menemanimu berpikir,” katanya sambil memberikan secangkir tersebut kepada Alina.

Alina tersenyum dan menerima secangkir cokelat panas itu dengan rasa terima kasih. “Terima kasih, Amir. Aku memang butuh ini.”

Amir duduk di sebelah Alina, meregangkan tubuhnya dan menikmati udara malam yang segar. “Jadi, bagaimana perasaanmu setelah semua yang terjadi? Aku bisa melihat dari ekspresi wajahmu bahwa kamu sedang memikirkan sesuatu yang besar.”

Alina menatap cokelat panas di tangannya, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Ya, aku memang sedang memikirkan keputusan besar. Tawaran dari Tuan Rafiq, posisi yang ada, dan… perasaan pribadi.”

Amir menoleh, melihat Alina dengan tatapan penuh perhatian. “Kamu tahu, kita sudah melalui banyak hal bersama. Dari krisis perusahaan hingga tantangan pribadi, kita telah menghadapi semuanya sebagai tim. Tapi aku rasa ada sesuatu yang lebih dalam yang kita belum bicarakan.”

Alina mengangkat alisnya, merasa penasaran. “Apa maksudmu?”

Amir tertawa ringan. “Sebenarnya, aku hanya ingin memastikan bahwa kamu tahu betapa berartinya kamu bagi kami. Kamu telah menjadi bagian integral dari tim ini dan, aku rasa, juga lebih dari itu.”

Ada nada kehangatan dalam suara Amir, dan Alina merasakan getaran yang halus namun kuat di dalam dirinya. “Lebih dari itu? Seperti apa?”

“Seperti ini,” jawab Amir sambil memandang dalam mata Alina. “Aku rasa kita perlu berbicara tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara kita.”

Alina merasa jantungnya berdegup kencang. “Kita memang sudah dekat, Amir, tapi…”

Amir memotong dengan lembut. “Aku tahu bahwa ini mungkin tidak mudah untuk dibicarakan, terutama dengan situasi pekerjaan yang rumit. Tapi aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Aku merasa… jatuh cinta padamu.”

Kata-kata Amir membuat Alina terkejut, dan dia menatapnya dengan mata terbuka lebar. “Jatuh cinta?”

“Ya,” jawab Amir dengan nada lembut. “Sejak pertama kali kita bekerja bersama, aku merasa ada sesuatu yang istimewa. Aku tahu bahwa situasi kita kompleks, tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaan ini lagi.”

Alina merasa bingung. Hatiku bergetar, antara perasaan yang mendalam dan tanggung jawab terhadap pekerjaan dan tawaran yang ada. “Amir, aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku harus memikirkan keputusan besar ini. Bagaimana aku bisa membagi perhatian antara pekerjaan dan perasaanku?”

Amir mengulurkan tangannya, menyentuh lembut tangan Alina. “Kita tidak perlu membuat keputusan langsung. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa perasaanku tulus, dan aku akan mendukung apapun yang kamu pilih.”

Alina merasakan kehangatan dari sentuhan Amir dan merasa semakin dekat dengannya. “Terima kasih, Amir. Aku merasa sangat bingung sekarang. Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya.”

“Ambil waktu yang kamu butuhkan,” kata Amir sambil memandangnya dengan penuh pengertian. “Aku di sini untukmu, apa pun keputusanmu nanti.”

Malam semakin larut, dan udara malam menjadi semakin sejuk. Amir merasakan ketegangan yang ada di antara mereka, tetapi juga ketenangan yang mendalam. Perlahan-lahan, suasana terasa semakin intim dan hangat. Mereka berdua duduk bersama, sambil menikmati secangkir cokelat panas dan berbicara dengan lembut.

Beberapa saat kemudian, Amir mengalihkan perhatiannya ke Alina, wajahnya menunjukkan ketulusan. “Alina, aku ingin kamu merasa nyaman. Jika ada yang ingin kamu bicarakan, aku akan mendengarkan.”

Alina menatap Amir dengan rasa hangat dan penuh perasaan. “Aku merasa sangat berterima kasih atas dukunganmu. Ini semua membuatku semakin bingung tentang apa yang harus aku lakukan.”

Amir tersenyum lembut. “Cinta dan pekerjaan adalah dua hal yang sangat penting. Tapi kadang-kadang, kita perlu memberi ruang untuk perasaan kita, agar bisa membuat keputusan yang benar.”

Alina merasa hatinya mulai tenang saat berbicara dengan Amir. Tanpa sadar, mereka semakin dekat satu sama lain. Amir merasakan adanya ketegangan yang larut di antara mereka, dan suasana semakin hangat dan nyaman. Saat malam semakin larut, perasaan mereka semakin kuat.

Amir perlahan-lahan mendekatkan wajahnya ke wajah Alina, mata mereka saling bertemu. Alina merasakan getaran lembut di dalam dirinya, dan sebelum dia sadar, bibir Amir menyentuh lembut bibirnya. Ciuman itu dimulai dengan lembut, penuh dengan rasa sayang dan pengertian. Perlahan-lahan, ciuman tersebut menjadi lebih dalam dan penuh gairah, namun tetap penuh dengan kelembutan.

Alina merasa hatinya berdebar kencang. Dia membalas ciuman Amir dengan penuh perasaan, merasakan kedekatan yang intim dan mendalam. Mereka berdua tenggelam dalam kehangatan dan kebersamaan, merasakan hubungan yang semakin kuat dan penuh makna.

Saat suasana semakin intim, Amir dengan lembut memindahkan Alina ke ranjang di sampingnya. Mereka berdua berbaring, saling mendekap dengan penuh rasa sayang. Kelembutan dan keintiman di antara mereka membangun suasana yang penuh gairah dan kehangatan.

Akhir malam itu ditutup dengan kehangatan dan kedekatan yang mendalam. Keduanya merasa terhubung secara emosional dan fisik, namun juga menyadari bahwa mereka harus menghadapi keputusan besar yang akan datang.

Di dalam keheningan malam, Alina dan Amir tertidur dengan rasa nyaman dan kepuasan, mengetahui bahwa mereka memiliki satu sama lain, meskipun masa depan masih penuh dengan ketidakpastian.

Alina: Dari Kedai Kecil ke Singgasana KekuasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang