Setelah beberapa minggu penuh tantangan, suasana di perusahaan Amir dan Nadia mulai pulih. Dengan semua masalah yang berhasil diatasi, kehidupan di kantor kembali normal. Karyawan kembali ke rutinitas mereka, dan kepercayaan klien yang sempat goyang mulai pulih.
Namun, bagi Alina, hari itu adalah hari yang sangat berbeda. Tuan Rafiq telah memberi Alina cuti selama dua hari sebagai hadiah atas kerja keras dan dedikasinya. Ini adalah kesempatan langka bagi Alina untuk menikmati waktu tenangnya setelah masa-masa yang melelahkan.
Hari pertama cuti dimulai dengan perjalanan menuju sebuah hotel mewah di tepi pantai, yang terletak beberapa jam perjalanan dari kota. Alina duduk di kursi belakang mobil pribadi yang disediakan Tuan Rafiq, menikmati pemandangan luar jendela yang berganti-ganti. Laut biru yang memukau dan langit cerah menyambutnya, memberikan rasa damai yang sudah lama dirindukannya.
Sesampainya di hotel, Alina disambut oleh staf dengan ramah. Mereka membawanya ke suite yang telah disiapkan, sebuah ruangan luas dengan balkon pribadi yang menghadap langsung ke pantai. Kamar itu dilengkapi dengan segala fasilitas mewah yang bisa dibayangkan—jacuzzi, tempat tidur king-size, dan berbagai macam makanan lezat siap disajikan kapan saja.
Alina menghabiskan waktu pertama di hotel dengan menjelajahi area sekitarnya. Ia berjalan-jalan di tepi pantai, merasakan pasir halus di bawah kakinya, dan mendengarkan deburan ombak yang menenangkan. Setelah itu, ia menikmati makan malam di restoran hotel yang menyajikan berbagai hidangan internasional. Alina merasa seakan ia telah merasakan surga kuliner, mencicipi setiap hidangan dengan kepuasan yang mendalam.
***
Di malam hari, saat ia duduk di balkon kamar sambil menikmati secangkir teh hangat, Alina teringat percakapan terakhirnya dengan Tuan Rafiq sebelum berangkat. Tuan Rafiq telah memberi nasihat yang berharga dan kata-kata pujian yang membuat hati Alina terasa hangat.
“Tuan Rafiq sangat mempercayai dan menghargai kamu, Alina,” kata Nadia beberapa hari sebelumnya. “Dia bilang kamu adalah harta karun yang sangat berharga. Saya setuju dengan itu—tidak banyak orang seperti kamu yang memiliki kombinasi kecerdasan dan ketahanan seperti itu.”
Alina merenung sambil menatap bintang-bintang di langit malam. Kata-kata Tuan Rafiq terngiang dalam pikirannya. Dia menceritakan bagaimana ayahnya yang telah meninggal dunia selalu berusaha keras untuk menyediakan yang terbaik baginya. Setiap hari, ayahnya pergi jauh ke laut untuk menangkap ikan berkualitas tinggi. Alina tahu bahwa pengorbanan itu adalah tanda cinta yang mendalam, dan meski ayahnya sudah tiada, pengorbanan tersebut selalu menyentuh hatinya.
Tak lama kemudian, Alina tertidur dengan damai, menikmati keheningan malam yang tenang. Keesokan paginya, ia memutuskan untuk menghabiskan waktu di spa hotel. Pijat relaksasi dan perawatan kulit membuatnya merasa segar dan bugar, seakan semua stres dan kecemasan yang pernah dia rasakan menguap begitu saja.
***
Selama cuti dua hari itu, Alina benar-benar merasakan apa artinya istirahat dan memanjakan diri. Ia menyadari betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara kerja keras dan waktu pribadi. Namun, di balik kedamaian yang dia rasakan, ada rasa penasaran yang tak bisa dia abaikan.
Hari kedua, saat sedang bersantai di tepi kolam renang, ponsel Alina berbunyi. Itu adalah pesan dari Tuan Rafiq.
“Alina, aku berharap kamu menikmati waktu istirahatmu. Tapi aku juga ingin memberitahumu bahwa kita akan segera memulai proyek besar baru setelah cuti ini. Ada beberapa hal yang perlu kita bahas begitu kamu kembali.”
Alina membalas pesan tersebut dengan cepat. “Terima kasih, Tuan Rafiq. Saya akan siap menghadapi tantangan baru. Apakah ada hal khusus yang harus saya persiapkan sebelum kembali?”
Tuan Rafiq membalas pesan tersebut, “Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan saat ini. Nikmati sisa waktumu dan bersiaplah untuk sesuatu yang besar. Aku yakin kamu akan menangani semuanya dengan sangat baik.”
***
Setelah cuti selesai, Alina kembali ke kantor dengan perasaan segar dan siap untuk menghadapi tantangan baru. Namun, ketika dia tiba di kantor, suasana tidak seperti yang dia harapkan. Karyawan tampak lebih tegang dari biasanya, dan ada bisik-bisik yang tidak jelas asalnya.
Alina menuju ruangannya dan menemukan pesan di mejanya yang mengundang dia untuk rapat mendadak dengan Tuan Rafiq dan Amir. Penasaran, ia segera menuju ruang rapat.
Sesampainya di sana, Tuan Rafiq dan Amir sedang berdiskusi serius dengan beberapa anggota tim keamanan. Alina menanyakan apa yang terjadi.
“Alina,” kata Amir dengan ekspresi serius. “Kami baru saja mendapat kabar bahwa ada ancaman baru terhadap perusahaan. Ada seseorang yang mencoba merusak reputasi kita sekali lagi. Kita perlu strategi yang matang untuk menghadapinya.”
Alina merasa jantungnya berdegup kencang. “Apa yang bisa saya bantu?”
Tuan Rafiq menatap Alina dengan serius. “Kita perlu mengidentifikasi siapa yang berada di balik ancaman ini dan menghentikannya sebelum masalah menjadi lebih besar. Aku yakin kamu akan memiliki ide-ide cerdas untuk membantu kita.”
Dengan semua pengalaman dan keberanian yang dimilikinya, Alina merasa siap menghadapi apapun yang datang. Dia tahu bahwa meskipun dia telah menikmati waktu santainya, tantangan baru selalu ada di depan mata.
“Baiklah,” kata Alina, “Ayo kita mulai. Kita tidak bisa membiarkan ancaman ini menggagalkan semua kerja keras yang telah kita lakukan.”
Dengan semangat dan tekad yang baru, Alina dan timnya mulai merencanakan langkah-langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa apa pun yang akan terjadi, mereka harus siap menghadapinya dengan strategi yang matang dan kerjasama yang solid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alina: Dari Kedai Kecil ke Singgasana Kekuasaan
Ficțiune generalăDi kota pelabuhan yang keras, Alina, seorang wanita dari kelas bawah, tumbuh dengan kecerdasan dan keberanian yang luar biasa. Bekerja di kedai kecil keluarganya sambil belajar dari buku-buku usang, hidupnya berubah ketika seorang pedagang kaya meli...