Bab 41: Jejak yang Tersisa

5 4 0
                                    

Setelah beberapa hari berlalu sejak ibunya berhasil ditemukan dan perlahan pulih, Alina akhirnya bisa menarik napas lega. Ibunya sekarang tinggal sementara di rumah Tuan Rafiq, mendapatkan perawatan dan perhatian penuh dari tim medis yang disediakan oleh Tuan Rafiq. Kelegaan itu memberikan Alina energi baru untuk kembali menjalani kehidupan normalnya di perusahaan Amir dan Nadia.

Pagi itu, Alina kembali bekerja dengan semangat yang tak tergoyahkan. Ia menyadari bahwa tanggung jawabnya belum selesai. Masalah di perusahaan Amir dan Nadia belum sepenuhnya teratasi, dan Alina tahu bahwa ia masih harus berperan besar dalam penyelesaiannya. Dia tidak bisa melepaskan pikiran tentang percakapan terakhirnya dengan Tuan Rafiq di rumah sakit. Ada sesuatu yang belum terungkap, sesuatu yang lebih besar dari sekadar permasalahan bisnis biasa.

Alina melangkah masuk ke kantor dengan langkah pasti, aura kharismatiknya memancar kuat. Rekan-rekannya memperhatikannya dengan kekaguman dan sedikit kewaspadaan. Setelah semua yang terjadi, Alina tidak lagi dipandang sebelah mata. Ia sekarang dikenal sebagai wanita yang tegas, cerdas, dan berpendirian kuat. Dalam beberapa minggu terakhir, ia telah membuktikan kemampuannya dengan memenangkan berbagai perdebatan penting dan menyelamatkan perusahaan dari ancaman besar.

Namun, hari ini bukanlah hari yang biasa. Ketika Alina tiba di ruang rapat, ia disambut dengan suasana tegang. Amir dan Nadia sudah berada di sana, bersama beberapa anggota dewan yang terlihat gugup. Di tengah ruangan, duduk seorang pria yang belum pernah dilihat Alina sebelumnya. Wajahnya tegas dengan tatapan mata tajam yang seakan mampu menembus siapapun yang dipandangnya.

"Alina, terima kasih telah datang," kata Amir, suaranya terdengar berat. "Ini adalah Tuan Malik, seorang penasihat hukum yang baru kami libatkan untuk membantu menyelesaikan masalah ini."

Alina mengangguk sopan pada Tuan Malik. "Senang bertemu dengan Anda, Tuan Malik."

Tuan Malik mengangguk singkat, lalu langsung membuka pembicaraan. "Saya telah memeriksa semua dokumen dan laporan yang berkaitan dengan masalah ini. Setelah meneliti dengan seksama, saya menemukan beberapa kejanggalan yang sangat serius. Ada indikasi bahwa masalah ini tidak murni kesalahan manajemen, melainkan ada campur tangan dari pihak luar."

Hati Alina berdegup kencang. Pikirannya langsung teringat pada percakapan dengan Tuan Rafiq, ketika beliau mengatakan bahwa masih ada yang perlu diungkap. "Pihak luar? Apakah Anda memiliki bukti yang lebih konkret, Tuan Malik?" tanyanya.

Tuan Malik tersenyum tipis, tatapannya tetap tajam. "Saya punya beberapa petunjuk yang mengarah pada seseorang yang memiliki motivasi kuat untuk menjatuhkan perusahaan ini. Orang tersebut adalah seseorang yang sangat dekat dengan lingkaran kalian."

Nadia, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Siapa yang Anda maksud, Tuan Malik? Apakah Anda berbicara tentang salah satu dari kami?"

Tuan Malik tidak menjawab langsung, melainkan menyerahkan sebuah dokumen kepada Nadia. “Silakan baca ini. Dokumen ini akan menjelaskan semuanya.”

Nadia mengambil dokumen itu dengan tangan bergetar, matanya menyusuri setiap baris dengan cepat. Wajahnya memucat seiring berjalannya waktu, dan ia akhirnya menatap Amir dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. “Amir... ini... ini tidak mungkin.”

Amir merebut dokumen itu dari tangan Nadia, membaca isinya dengan cepat, dan kemudian melemparkan dokumen tersebut ke meja. “Ini pasti kesalahan! Ini tidak mungkin benar!”

Alina, yang penasaran dengan isi dokumen itu, meraih kertas tersebut dan membacanya. Setelah beberapa detik, ia terdiam, merasakan ada sesuatu yang bergeser dalam dirinya. Dokumen itu mengungkapkan bahwa salah satu mitra terdekat Amir dan Nadia, yang selama ini dianggap sebagai teman keluarga, ternyata adalah dalang di balik segala masalah yang terjadi.

“Tuan Malik,” suara Alina gemetar namun tegas, “Anda mengatakan bahwa seseorang dari lingkaran kami yang menyebabkan semua ini. Apakah Anda memiliki bukti lain yang lebih jelas? Siapa sebenarnya yang Anda maksud?”

Tuan Malik menatap Alina dengan dingin. “Bukti itu akan terungkap pada waktunya. Tapi saya bisa katakan dengan pasti, orang itu telah mengkhianati kalian semua. Mereka telah menanamkan pengaruh negatif dalam setiap keputusan penting, membuat perusahaan ini berada di ambang kehancuran.”

Alina merasa tubuhnya menegang. “Dan siapa orang itu?”

Sebelum Tuan Malik sempat menjawab, pintu ruang rapat terbuka dengan keras. Tuan Rafiq masuk dengan wajah serius, membawa sebuah berkas tebal di tangannya. “Aku bisa menjawab pertanyaan itu,” katanya dengan suara yang dalam.

Semua mata langsung tertuju pada Tuan Rafiq, yang kemudian berjalan ke arah Alina dan menyerahkan berkas yang dibawanya. “Ini adalah bukti tambahan yang mungkin Anda perlukan, Tuan Malik. Ini adalah hasil investigasi pribadi saya, dan saya pikir ini akan membantu kalian memahami siapa yang benar-benar berada di balik semua ini.”

Tuan Malik mengambil berkas itu dengan penuh minat dan mulai membacanya. Sementara itu, Alina menatap Tuan Rafiq dengan perasaan campur aduk. “Anda sudah mengetahui ini sebelumnya, Tuan?”

Tuan Rafiq mengangguk perlahan. “Aku punya firasat sejak awal. Karena itu, aku melakukan investigasi tersendiri. Aku tidak ingin membuat kesimpulan tanpa bukti yang cukup, dan sekarang kita sudah memilikinya.”

Setelah membaca berkas tersebut, Tuan Malik mengangguk dengan puas. “Ini adalah bukti yang kita butuhkan. Orang yang kita cari adalah salah satu mitra senior yang sangat dekat dengan keluarga ini. Dia sudah lama merencanakan semua ini untuk kepentingan pribadinya.”

Amir menatap Tuan Rafiq dengan mata berkaca-kaca. “Ayah... mengapa Anda tidak mengatakan ini sebelumnya?”

Tuan Rafiq menatap putranya dengan penuh rasa iba. “Aku tidak ingin membuat kalian tertekan dengan kecurigaanku tanpa bukti yang kuat. Tapi sekarang, kita harus bertindak cepat. Kita harus mengamankan perusahaan ini sebelum dia melakukan langkah terakhirnya.”

Nadia menghela napas panjang, lalu berkata dengan suara pelan, “Kita harus menghentikannya sekarang, sebelum semuanya terlambat.”

Tuan Malik segera menginstruksikan tim hukum untuk mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan. “Kita akan mengajukan tuntutan segera. Dengan bukti ini, kita bisa menyeretnya ke pengadilan dan menyelamatkan perusahaan.”

Selama beberapa jam berikutnya, suasana di kantor dipenuhi dengan aktivitas dan ketegangan. Alina bekerja tanpa henti, mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan untuk tindakan hukum. Ia merasa marah sekaligus lega; marah karena dikhianati oleh seseorang yang mereka percayai, tetapi juga lega karena kebenaran akhirnya terungkap.

Ketika malam tiba, Tuan Rafiq memutuskan untuk pulang lebih awal bersama Alina. “Kamu sudah bekerja sangat keras hari ini. Kita bisa melanjutkan besok.”

Sesampainya di rumah Tuan Rafiq, Alina disambut oleh ibunya yang sudah terlihat lebih sehat. Mereka menghabiskan malam bersama, berbicara tentang masa lalu dan masa depan, merajut kembali hubungan yang sempat terganggu oleh peristiwa-peristiwa sebelumnya.

Namun, tepat saat Alina hendak naik ke kamarnya untuk beristirahat, telepon rumah berdering. Tuan Rafiq yang mengangkatnya, dan wajahnya langsung berubah serius setelah mendengar suara di ujung telepon.

“Ada apa?” tanya Alina dengan khawatir.

Tuan Rafiq menutup telepon dengan perlahan, lalu menatap Alina. “Ini belum berakhir. Ada sesuatu yang tidak kita duga.”

Alina merasakan perutnya bergejolak. “Apa maksudnya?”

Tuan Rafiq tampak bimbang sejenak, lalu akhirnya berkata, “Dalang sebenarnya mungkin bukan orang yang kita kira. Ada seseorang di luar sana yang lebih berbahaya, dan mereka baru saja menghubungi kita.”

Mendengar itu, Alina merasa dunianya kembali berputar. “Siapa mereka?”

Tuan Rafiq menarik napas dalam-dalam. “Kita akan mengetahuinya besok. Tapi satu hal yang pasti, permainan ini belum selesai.”

Dengan kalimat terakhir itu, Alina menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi jauh lebih dalam dan lebih rumit dari yang pernah ia bayangkan. Mereka belum keluar dari bayang-bayang konspirasi ini, dan tantangan yang lebih besar masih menunggu mereka.

Alina tidak bisa tidur malam itu. Pikirannya penuh dengan spekulasi dan kecemasan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan dalam hatinya, dia tahu bahwa apapun yang akan mereka hadapi, dia harus siap menghadapinya.

Alina: Dari Kedai Kecil ke Singgasana KekuasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang