Alina berjalan cepat menyusuri koridor kantor, sepatu hak tingginya menghasilkan irama yang tegas dan mantap di lantai marmer. Pagi ini, ruangan-ruangan di sekitar terasa lebih tenang dari biasanya, seakan setiap orang tahu bahwa sesuatu yang besar akan terjadi. Wajah Alina terpancar dengan tekad dan keyakinan yang tak tergoyahkan, seakan aura kekuatan dan keteguhan telah menyelimutinya sejak ia bangun pagi tadi.
Hari ini adalah hari terakhir dari perjuangan panjangnya dalam menangani masalah besar yang melanda perusahaan milik Amir dan Nadia. Setelah berminggu-minggu menghadapi tantangan, akhirnya tiba saatnya bagi Alina untuk melangsungkan "pertarungan" terakhirnya—sebuah perdebatan besar yang akan menjadi penentu nasib perusahaan.
Ia tiba di ruang rapat utama, tempat semua petinggi perusahaan dan mitra asing sudah berkumpul. Amir dan Nadia duduk di sana, ekspresi tegang terlihat di wajah mereka. Mata mereka beralih kepada Alina saat ia memasuki ruangan, dan meski ketegangan jelas terasa, ada secercah harapan di tatapan mereka. Alina mengangguk kecil, memberi mereka isyarat untuk tenang. Ini adalah momen di mana ia harus menunjukkan apa yang telah ia siapkan selama ini.
Di ujung meja, perwakilan dari mitra asing yang menjadi pusat dari perdebatan ini duduk dengan sikap angkuh. Mereka adalah kelompok yang penuh intrik, berusaha memanfaatkan situasi perusahaan untuk keuntungan mereka sendiri. Namun, hari ini, Alina siap untuk memutarbalikkan keadaan.
"Selamat pagi, semuanya," suara Alina tegas, memenuhi ruangan dengan ketenangan yang menggema. Ia duduk di kursinya dengan percaya diri, membuka berkas-berkas di hadapannya dan menatap langsung ke arah perwakilan mitra asing itu. "Kita semua tahu mengapa kita ada di sini. Jadi, mari kita mulai."
Salah satu dari mereka, seorang pria dengan rambut kelabu dan senyum sinis, memulai. "Tentu saja, Nona Alina. Kami hanya ingin memastikan bahwa kesepakatan ini akan berjalan dengan baik untuk kedua belah pihak. Namun, tampaknya perusahaan Anda mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan yang telah kita sepakati."
Alina menahan senyumnya. Ia sudah siap untuk ini. "Apakah Anda merujuk pada masalah distribusi yang sempat terjadi beberapa waktu lalu?"
Pria itu mengangguk dengan ekspresi kemenangan di wajahnya. "Ya, itu benar. Kami khawatir ketidakmampuan perusahaan Anda untuk memenuhi kebutuhan kami bisa menimbulkan kerugian besar di pihak kami."
Alina mengangguk, seolah mengakui pernyataan itu. Namun, ada sesuatu di balik tatapan matanya yang membuat perwakilan asing itu sedikit waspada. "Saya paham kekhawatiran Anda. Namun, saya telah melakukan penyelidikan mendalam terkait masalah ini, dan ternyata, masalah tersebut bukanlah karena kelalaian dari pihak kami. Sebenarnya, ini lebih berkaitan dengan kendala dari pihak Anda yang tidak menyampaikan informasi distribusi secara lengkap dan tepat waktu."
Ruangan menjadi sunyi seketika. Pria itu tampak terkejut, tapi ia segera menutupi keterkejutannya dengan tawa kering. "Tentu saja, Anda mungkin memiliki argumen yang kuat, Nona Alina. Tapi saya yakin pihak kami telah memberikan semua informasi yang diperlukan."
Alina menggeser beberapa dokumen ke arah pria itu, dengan senyum tenang di wajahnya. "Saya punya bukti bahwa informasi yang Anda berikan tidak hanya tidak lengkap, tetapi juga mengandung kesalahan data. Itu yang menyebabkan keterlambatan distribusi dan ketidaksesuaian dalam jumlah produk. Jika Anda lihat di halaman tiga dan empat, Anda akan menemukan bukti korespondensi dari tim logistik kami yang tidak pernah menerima konfirmasi dari pihak Anda mengenai perubahan jadwal pengiriman."
Pria itu meraih dokumen-dokumen tersebut, membuka halaman yang dimaksud oleh Alina. Wajahnya semakin kaku ketika ia melihat bukti yang jelas terpampang di sana. Keringat mulai muncul di dahinya, tapi Alina belum selesai.
"Saya juga menemukan bahwa pihak Anda mencoba mengalihkan tanggung jawab kepada perusahaan kami dengan menyebarkan informasi yang tidak benar kepada pihak ketiga. Ini bukan hanya melanggar kesepakatan kita, tapi juga mencemarkan nama baik perusahaan kami. Oleh karena itu, kami menuntut kompensasi atas kerugian yang kami derita akibat tindakan pihak Anda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alina: Dari Kedai Kecil ke Singgasana Kekuasaan
Fiction généraleDi kota pelabuhan yang keras, Alina, seorang wanita dari kelas bawah, tumbuh dengan kecerdasan dan keberanian yang luar biasa. Bekerja di kedai kecil keluarganya sambil belajar dari buku-buku usang, hidupnya berubah ketika seorang pedagang kaya meli...