Bab 19: Langkah Awal Dunia Baru

5 5 0
                                    

Keesokan harinya, matahari bersinar cerah, menandai awal yang baru bagi Alina. Pagi itu, ia merasa lebih segar, meski perasaan gugup masih melingkupinya. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja bersama Amir di perusahaan yang sudah didengarnya sejak lama. Perusahaan yang telah membantu banyak orang, termasuk keluarganya. Ketika Alina berpikir tentang masa lalunya, ia menyadari betapa beruntungnya dia bisa berada di posisi ini sekarang.

Setelah sarapan bersama, Amir mengajak Alina keluar rumah. Mobil mereka melaju menuju gedung tinggi yang menjulang di pusat kota, tempat kantor perusahaan itu berada. Alina merasa berdebar saat melihat gedung tersebut dari kejauhan. Gedung dengan jendela-jendela kaca besar yang berkilauan di bawah sinar matahari, menyiratkan kesuksesan dan prestasi yang telah diraih perusahaan tersebut.

“Jangan khawatir,” kata Amir dengan senyum menenangkan, seolah bisa membaca pikirannya. “Hari ini kita akan mulai dengan sesuatu yang sederhana. Anggap saja ini sebagai pemanasan.”

Alina mengangguk, berusaha tetap tenang. Ia percaya pada Amir, dan ia percaya pada dirinya sendiri. Setelah semua yang ia lalui, ia tahu bahwa ia mampu menghadapi apapun yang ada di hadapannya.

Setibanya di kantor, Amir memperkenalkan Alina kepada beberapa karyawan lain yang bekerja di sana. Mereka semua menyambut Alina dengan ramah, meski Alina bisa merasakan tatapan penasaran dari beberapa orang. Bagaimanapun, kedatangan Alina di perusahaan ini adalah hal yang baru, dan banyak yang ingin tahu seperti apa kemampuan gadis muda ini.

“Baiklah, Alina,” kata Amir ketika mereka telah sampai di ruangan yang tampaknya menjadi kantor pribadinya. “Aku punya beberapa tugas ringan untukmu hari ini. Aku ingin melihat bagaimana kamu bekerja dan bagaimana kamu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru ini.”

Amir memberinya setumpuk dokumen. “Ini adalah beberapa laporan mingguan yang perlu diperiksa dan dirapikan. Tidak perlu terburu-buru, lakukan saja dengan teliti.”

Alina menerima tumpukan itu dengan tenang. Meskipun ini mungkin tugas sederhana, ia tahu ini adalah ujian awal baginya. Ia duduk di meja yang telah disiapkan untuknya, membuka dokumen pertama, dan mulai bekerja. Tugas itu memang tidak sulit, tapi tetap membutuhkan ketelitian. Alina terbiasa dengan pekerjaan yang membutuhkan fokus, sehingga ia menyelesaikannya dengan cepat dan efisien.

Amir memperhatikan dari mejanya dengan senyum puas. Alina bekerja dengan cara yang rapi dan sistematis, sesuatu yang ia harapkan dari seorang yang telah melewati banyak hal dalam hidupnya. “Bagus,” pikir Amir. “Dia lebih dari siap untuk ini.”

Setelah beberapa jam, Alina menyelesaikan tugasnya dan menyerahkan dokumen-dokumen itu kembali kepada Amir. “Sudah selesai,” kata Alina dengan nada percaya diri.

Amir memeriksa sekilas hasil kerja Alina dan mengangguk puas. “Kerja yang sangat baik, Alina. Kamu menangani ini dengan cepat dan akurat.”

Namun, sebelum Amir sempat memberi Alina tugas berikutnya, pintu kantor terbuka, dan Nadia masuk dengan langkah anggun. Nadia adalah partner bisnis Amir dan salah satu pendiri perusahaan ini. Ia dikenal sebagai wanita yang tegas dan cerdas, selalu menantang siapapun untuk memberikan yang terbaik.

“Amir, aku dengar kamu membawa Alina untuk mulai bekerja hari ini,” kata Nadia dengan senyum tipis. “Bagaimana kalau kita memberikan sedikit tantangan untuk melihat sejauh mana kemampuannya?”

Alina menegakkan tubuhnya, merasa darahnya mengalir lebih cepat. Ia tahu bahwa ini adalah momen penting. Nadia tidak seperti Amir yang lembut; Nadia adalah seseorang yang selalu menuntut kesempurnaan.

“Baiklah, apa yang kamu pikirkan, Nadia?” tanya Amir dengan nada hati-hati. Ia tahu bahwa Nadia selalu serius dalam hal-hal seperti ini, dan ia tidak ingin Alina merasa tertekan di hari pertamanya.

Nadia berjalan mendekati meja Alina dan meletakkan sebuah map besar di depannya. “Ini adalah proyek yang sedang kita kerjakan. Kami membutuhkan seseorang untuk merancang strategi pemasaran yang segar dan inovatif untuk klien besar yang baru saja bergabung dengan kami. Ini adalah kesempatan yang sempurna untuk melihat bagaimana Alina bisa berkontribusi pada perusahaan.”

Alina membuka map itu dan membaca sekilas tentang proyek tersebut. Matanya tertuju pada angka-angka dan informasi yang tampaknya sangat kompleks. Tantangan ini jauh lebih besar dari apa yang ia bayangkan untuk hari pertamanya, tapi ia merasa antusias untuk mencobanya.

“Bagaimana menurutmu, Alina?” tanya Nadia, nadanya setengah menantang.

Alina menatap mata Nadia dengan penuh keyakinan. “Aku siap menerima tantangan ini,” jawabnya tegas.

Amir tampak sedikit khawatir, tapi ia tahu Alina tidak akan menyerah begitu saja. “Jika kamu butuh bantuan, aku ada di sini,” katanya, memberi dukungan tanpa memaksa.

Alina mengangguk, dan Nadia tersenyum tipis. “Baiklah, kamu punya waktu sampai akhir hari ini untuk memberikan konsep awal. Jangan khawatir tentang kesempurnaan, kami hanya ingin melihat bagaimana kamu berpikir.”

Dengan tantangan baru di hadapannya, Alina langsung tenggelam dalam pekerjaan. Ia menganalisis data, mencari pola, dan mulai merancang strategi yang ia yakini bisa menarik perhatian klien. Meski ini tugas yang sulit, Alina merasa hidup saat bekerja. Setiap keputusan yang ia buat berdasarkan insting dan logika yang telah ia bangun selama bertahun-tahun. Meskipun ini adalah dunia baru baginya, Alina merasa seperti ia telah menemukan tempatnya.

Sementara itu, Nadia dan Amir memperhatikan dari jauh, berbincang pelan tentang kemajuan Alina. Amir tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya melihat bagaimana Alina menangani tekanan, sementara Nadia terkesan dengan kecepatan dan ketelitian Alina dalam bekerja.

Ketika akhirnya Alina menyerahkan hasil kerjanya, Nadia memeriksa dengan cermat, membaca setiap kata dengan perhatian penuh. Waktu terasa melambat saat Alina menunggu respons dari Nadia. Amir berdiri di sampingnya, menunggu dengan cemas.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, Nadia menutup map itu dan menatap Alina. Ekspresinya sulit ditebak, membuat Alina semakin tegang.

“Ini…” Nadia berbicara dengan nada yang sangat hati-hati. “Sangat mengesankan, Alina. Kamu benar-benar memiliki potensi besar. Ada beberapa hal yang bisa kita sempurnakan, tapi ide dasarmu sangat kuat.”

Amir menarik napas lega, sementara Alina tersenyum lebar, merasa beban berat yang sebelumnya ia pikul mulai terangkat.

“Kamu telah melewati tantangan pertama dengan baik,” lanjut Nadia. “Aku ingin melihat bagaimana kamu mengembangkan ide ini lebih jauh. Kita akan bekerja sama untuk menyempurnakannya dalam beberapa hari ke depan.”

“Terima kasih, Nadia,” kata Alina dengan tulus. Ia tahu bahwa mendapat pengakuan dari seseorang seperti Nadia bukanlah hal yang mudah, dan ia merasa bangga telah berhasil.

Namun, saat hari kerja berakhir dan Alina bersiap untuk pulang, Nadia mendekatinya lagi. “Ingat, Alina,” katanya dengan nada yang lebih serius. “Ini baru permulaan. Dunia bisnis ini keras dan penuh tekanan. Kamu akan menghadapi tantangan yang lebih besar di masa depan. Tapi aku yakin, dengan sikap dan kemampuanmu, kamu bisa bertahan.”

Alina mengangguk, meresapi setiap kata. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, dan banyak rintangan yang akan datang. Tapi sekarang, ia lebih yakin dari sebelumnya bahwa ia bisa melewati semua itu.

Sambil berjalan keluar gedung bersama Amir, Alina merasakan angin malam yang lembut menyentuh wajahnya. Hari ini penuh dengan tekanan, tapi ia merasa hidup, merasa bahwa ia telah menemukan tempat di mana ia bisa berkembang dan bersinar.

Namun, di balik semua itu, masih ada banyak hal yang belum terungkap. Ada rasa penasaran yang tumbuh dalam diri Alina—tentang masa depan, tentang hubungan yang ia bangun dengan Amir dan Nadia, dan tentang peran apa yang akan ia mainkan di perusahaan ini. Meskipun hari ini telah berlalu dengan sukses, Alina tahu bahwa tantangan yang lebih besar menunggunya di depan. Dan ia siap menghadapinya, apapun yang terjadi.

Alina: Dari Kedai Kecil ke Singgasana KekuasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang