6

23 4 0
                                    

Hanna yang sebelumnya memalingkan muka tak ingin melihat Jungkook lagi memutar penuh kepalanya dengan mulut terbuka. "Ha...hamil?" tanya Hanna kembali memastikan pendengarannya dengan terbata.

Jungkook menganggguk dengan bulir air mata yang sudah membasahi pipinya. "Iya, anak kita," ucapnya bergetar menahan isakan tangis.

Hanna menatap perutnya yang masih rata. Tangan kanannya terulur mengusap lembut perutnya seolah mencoba merasakan hal yang selalu ia doakan selama ini. Jungkook mendekat, menaruh tangannya di perut Hanna hingga mereka saling tatap dengan airmata yang bicara.

"Kau yakin aku hamil? Bagaimana bisa?"tanya Hanna masih dengan kebingungannya.

Jungkook menangkup kedua pipi Hanna, mata seterang madu itu semakin bercahaya karena air mata yang menggenang di pelupuknya. "Dokter yang bilang sebelum kau sadar. Besok dia akan datang dan menjelaskan semuanya. Sekarang, apa kau ingin sesuatu?"

Hanna baru saja ingin mengucapkan sesuatu tapi urung ia lakukan karena ponsel Jungkook yang tiba-tiba berdering. Mendadak napasnya terasa berhenti. Jungkook menatap Hanna seolah meminta izin untuk menerima panggilan tersebut, tapi Hanna dengan mantap menggeleng tanda tak setuju.

Jungkook mengalah. Panggilan dari Bella ia tolak dan menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana. "Baiklah, kau harus istirahat. Ini sudah malam."

Tak banyak percakapan setelahnya, baik Hanna maupun Jungkook sama-sama bergelut dengan pikirannya masing-masing. Hanya saja, malam ini Hanna akan tertidur dengan nyenyak mengingat Jungkook di sampingnya. Menaiki ranjang rumah sakit yang sempit kemudian menjadikan lengannya sebagai bantal untuk Hanna. Hanna menghidu aroma Jungkook dalam-dalam, setelah ini ia tak tahu apa yang akan terjadi.

Pagi menjelang. Hanna merasa tubuhnya memberat. Sebuah pelukan posesif di pinggang dan kepala  Jungkook yang mengisi ceruk lehernya membuat Hanna mengerang pelan. Hari ini, Hanna merasa pundaknya mendadak ringan. Entah karena ia tertidur bersama Jungkook, atau karena ia memiliki harapan baru dengan jiwa baru yang tumbuh di tubuhnya.

Hanna memegang perutnya. Tatapannya beralih pada Jungkook yang masih tertidur di sampingnya. Bulu mata itu, hidung, bahkan bibir tipis yang Jungkook miliki, Hanna amati dengan sangat teliti. Mengingat dengan kuat bagaimana tekstur wajah Jungkook hingga bulu-bulu halus yang tumbuh di sana.

Selucu apapun takdir mempermainkan kita, tapi semua itu tidak menutup mataku bahwa kau sudah mengkhianatiku, Jung.

Telunjuk Hanna bermain-main di wajah Jungkook. Merapikan rambut yang menutupi mata bulat itu, kemudian menyentuh dengan halus bulu alis hingga berhenti pada mole kecil yang ia miliki di hidung dan di bawah bibirnya. Sentuhan itu membuat kelopak mata Jungkook terbuka dengan berat.

"Pagi," ucap Jungkook serak kemudian mendekat dan mengecup kening Hanna yang sudah menjadi kebiasaannya selama mereka menikah.

Hari itu dimulai dengan tenang. Dokter datang dan menjelaskan semua hal. Hanna dan Jungkook memperhatikan dengan seksama, penyesalan dan rasa bersalah terlihat setiap kali Jungkook menatap Hanna. Entah bagaimana jika pria penolong itu tak datang atau bahkan dia terlambat beberapa menit, masihkah ia bisa menatap netra coklat itu lagi.

"Bisa masakkan aku nasi goreng kimchi?"

Tubuh Jungkook menegang dengan punggung tegak lurus. "Kau mengidam?" tanya Jungkook antusias.

Forgive LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang