10

25 4 1
                                    

Pagi datang. Sinar lembut yang masih temaram memasuki jendela kaca yang tepat berada di samping tempat tidur. Jungkook memandang bahu polos Hanna yang membelakanginya dengan sendu. Mereka melakukannya. Bercinta dengan penuh gairah hingga wanita itu tertidur dengan lelap, sedangkan Jungkook tak bisa menutup matanya sedetikpun.

Jungkook kembali memeluk pinggang Hanna dari belakang. Membubuhi beberapa kecupan pada bahunya dan menghirup dalam aroma ceruk leher Hanna yang begitu memabukkan. Tak pernah ia rasa, jika pagi ini begitu indah, meski ia tak tidur semalaman.

Di saat sinar matahari sudah kekuningan, Jungkook bangun dan berniat membuatkan Hanna sarapan. Pria itu segera membersihkan wajah dan menuju dapur. Melihat semua isi dapur wanita itu yang tertata rapi dengan beberapa sayuran serta daging-dagingan yang penuh. Jungkook tersenyum, mendadak ia merindukan isi kulkasnya di rumah utama. Omelet menjadi pilihan Jungkook untuk memulai pagi hari ini.

Hanna mengerjap. Perutnya terasa di aduk-aduk dengan hebat. Melonjak dari tempat tidurnya, Hanna bergegas menuju westafel dan memuntahkan semua isi perutnya. Mual yang berlebihan itu membuat tubuh Hanna melemas, tapi sialnya dia tak berhenti memuntahkan apapun yang ada di dalam perutnya.

Pijatan lembut terasa di tengkuk Hanna. Rambutnya yang tergerai sudah naik karena Jungkook menahannya agar tak kena muntahannya sendiri. Hanna meremas sisi westafel dengan kuat, gelombang mual itu kembali datang, lebih kuat dan lebih menyakitkan dari hari-hari sebelumnya.

"Bau busuk apa ini?" tanya Hanna di sela-sela muntahannya.

"Busuk? Aku tidak mencium apapun. Jungkook mengendus dengan hidungnya, tidak ada aroma apapun yang tercium olehnya.

"Kau memasak apa? Kenapa bau seka-" ucapan Hanna terpotong karena ia kembali muntah, meski memang tak ada apapun yang ia muntahkan.

"Aku memasak omelet untukmu," jawab Jungkook bingung.

"Buang! Aku benci bau telur yang dimasak." Jungkook seketika membulatkan matanya dan segera berlari menuju dapur. Membuang omelet itu ke tong sampah yang ada di depan rumah, dan kembali berlari ke dalam rumah.

"Sudah, aku sudah membuangnya di depan sana." Jungkook sedikit terengah karena berlari sekuat tenaga yang ia bisa.

Hanna menyandarkan tubuhnya di dinding kamar mandi. Tubuhnya lemas, tungkainya bahkan bergetar dengan kepalanya yang berdenyut nyeri. Jungkook mengangkat tubuh Hanna dan mendudukkannya di closet, menyeka wajahnya dengan handuk basah hingga bersih.

"Maafkan aku, aku tidak tahu," ucap Jungkook merasa bersalah.

"Aku hanya bisa makan buah pagi ini, kalau sudah matahari turun baru aku bisa memasukkan nasi dalam perutku." Kalimat Hanna terdengar lemah. Hanna merasa sangat lelah, apalagi semalam mereka melakukannya dengan gila.

"Tunggulah, aku akan menyiapkan buah untukmu."

Jungkook kembali ke dapur. Mengupas semua jenis buah yang tersedia di lemari pendingin. Jungkook juga membuat susu hamil yang ia lihat berada di dalam lemari penyimpanan, melihat cara membuat di samping kotak, Jungkook mulai menyendokkan susunya dan akan menyajikannya bersama buah.

Hanna sudah terlihat lebih segar dari sebelumnya ketika ia mendatangi dapur dan duduk di balik meja makan. Sebuah ringisan terlihat ketika matanya menangkap sebuah gelas susu hamil rasa strowberry yang berada di samping mangkuk penuh buah.

"Ada apa dengan reaksimu? Kau membenci susu hamil?" tanya Jungkook yang ternyata memperhatikan raut wajah Hanna.

"Tidak enak!"

"Kau harus meminumnya. Kau tahu itu kan?" Jungkook berucap lembut dan mendudukkan diri di samping Hanna.

"Aku tahu, biarkan aku memakan buah dulu." Hanna menyuap setiap irisan anggur yang sudah terpotong menjadi dua. Jungkook menemani dengan sabar. Sesekali ia mengusap lembut rambut Hanna dan tersenyum ketika melihat wanitanya memakan dengan lahap.

Hanna merebahkan sisi kepalanya di atas meja. Menatap lesu pada secangkir susu berwarna merah muda yang tak jauh dari wajahnya. Di sebelah cangkir, ada Jungkook yang juga menopang kepalanya dengan tangan dan siku yang terlipat di atas meja.

"Susu itu akan dingin."

"Aku tahu."

"Kalau dingin tak enak lagi."

"Aku tahu."

"Jadi, kapan kau meminumnya?"

"Aku sedang mengumpulkan niatku. Tunggu sebentar."

Jungkook melirik jam tangannya. Sudah lima menit dan Hanna masih diam tak bergerak. "Mau aku suapi?"

Hanna terlihat berpikir. "Baiklah."

****

"Kenapa kau mengusirku?"

"Han... aku tak ingin pulang. Biarkan aku disini lebih lama. Kalau nanti kau ingin nasi goreng kimchi lagi, bagaimana? Atau kau mual? Takkan ada yang memijit tengkukmu. Jadi biarkan aku tetap disini, hm?"

Hanna tak menyahut. Dia tetap mendorong belakang tubuh Jungkook hingga mereka sampai di samping pintu mobilnya. "Tidak. Kau hanya akan datang jika aku memanggilmu, dan pergi jika aku menyuruhmu," jawab Hanna tegas.

"Tapi-"

Kalimat Jungkook terpotong karena kini Hanna menatapnya dengan tajam. "Biarkan seperti ini, atau aku akan pergi lebih jauh lagi."

Jungkook menelan ludahnya dengan kasar, ia tahu jika itu bukanlah omong kosong belaka. "Baiklah. Tapi, kau akan mengangkat telponku, kan?" tanya Jungkook penuh harap.

"Tidak janji!"

"Bagaimana dengan pesan. Kau pasti bisa membalasnya."

"Tidak tahu, tidak janji, dan jangan berharap apapun dalam hubungan kita yang sekarang."

"Tapi, kau menikmatinya semalam. Aku rasa aku tidak terlalu kasar, kenapa pagi ini kau mengusirku seperti ini?"

Mata Hanna membulat lebar. "Bedebah, kenapa kau mesum sekali, Jungkook!"

Tanpa sempat menghindar, Jungkook meraih pinggang Hanna dan memeluknya dengan erat. "Aku akan pergi. Telepon aku, repotkan aku, aku selalu siap untukmu."

Setelah mengecup kening Hanna, Jungkook akhirnya pergi meski sesekali ia terus menatap kaca spion dan melihat Hanna yang masih berdiri di depan pagar. Ponselnya berdering beberapa kali, beruntung dia tidak membunyikannya hingga Hanna tak tahu jika Bella terus meneleponnya sejak pagi.

"Iya, aku ada pekerjaan mendadak. Tunggu saja di sana. Jangan masuk ya."

Jungkook kembali menancap gas untuk segera pulang. Bella mencarinya hingga ke rumah utama, ia tak ingin memasukkan Bella ke rumah itu, meski Hanna tidak ada. Pria itu masih berat dengan keputusan bercerai setelah ia tahu jika Hanna sedang mengandung anaknya. Harusnya Jungkook tak seberengsek itu, tetapi dia serakah. Jungkook tak ingin kehilangan Hanna begitupun Bella yang masih memiliki tempat luas dalam hatinya.

Cukup lama Bella menunggu di halaman rumah Jungkook. Sejenak matanya menatap bangunan serba putih yang terlihat sangat elegan karena mengusung tema American Classic. Rasa iri timbul di hati Bella, dia ingin rumah yang sama, atau paling tidak menjadi pemilik baru dari rumah yang ada di hadapannya.

"Aku akan mendapatkanmu setelah perceraian mereka."

Forgive LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang