Tubuh Hanna meringkuk dalam gendongan Jungkook. Tangannya meremat kuat kemeja biru muda yang pria itu kenakan. Wajahnya tenggelam pada dada bidang Jungkook, aroma maskulin yang ia hirup membuat Hanna mulai merasa tenang, ia merindukan aroma ini. Jungkook adalah terapi baginya, ia tak perlu pergi ke psikiater lagi setelah bertemu dengan pria itu sepuluh tahun silam.
Dua tahun berkencan, kemudian memutuskan menikah. Hanna tak pernah lagi mengkonsumsi obat penenang. Bisa dikatakan jika Hanna depresi setelah meninggalnya sang kakak, dan Jungkook datang membawa kesembuhan. Semua orang berterimakasih pada Jungkook saat itu termasuk Hanna sendiri.
Jungkook membawa Hanna kembali ke dalam mansion. Melewati Bella yang menatap tajam ke arahnya. Jungkook tiba-tiba tak peduli, dia tak sadar jika masih ada Bella di sana, dia tak sadar jika semua pelayan yang mendengar perselisihannya dengan sang ayah karena membela wanita lain itu malah melihatnya membawa Hanna kembali ke dalam rumah dan memasuki kamarnya.
Dengan hati-hati, Jungkook meletakkan tubuh Hanna yang masih bergetar ke atas kasurnya. Mendadak ia ingat tentang Bella yang masih menunggunya di basement. Jungkook hendak berbalik, tapi sebuah tangan menahannya.
"Jangan pergi, ku mohon," lirih Hanna.
Jungkook terpaku. Untuk pertama kalinya setelah delapan tahun pernikahannya, ia kembali mendapatkan tatapan penuh pengharapan pada netra Hanna. Tatapan itu mengingatkannya pada sosok Hanna dahulu yang begitu rapuh dan lemah. Jungkook tersadar, dia sudah melukai wanita di depannya lebih dalam dari traumanya.
Hanna merasa tangan Jungkook melingkari tubuhnya. Mendekapnya dengan hangat dalam satu selimut yang sama. Airmatanya kembali mengalir, membasahi semua pipinya hingga membuatnya terisak pelan. Hanna merindukannya, teramat sangat. Rasanya dia sudah berpisah dengan Jungkook bertahun-tahun, padahal baru satu hari yang lalu.
"Tidurlah, aku disini."
Hanna menggeleng dalam dekapan Jungkook. "Tidak, kau akan pergi. Kau akan meninggalkanku. Jadi, jangan bicara omong kosong."
Tubuh Hanna semakin rapat ketika Jungkook juga semakin memeluknya dengan erat. "Maafkan aku. Aku melukaimu terlalu dalam. Tetapi, aku tak bisa terus bersamamu. Bella perlu sosok seorang suami dan ayah untuk anaknya. Aku juga tak ingin anakku lahir tanpa status yang jelas."
"Sejak kapan?"
Terdengar helaan napas berat dari Jungkook. "Satu tahun yang lalu," ucap Jungkook pelan. "Bella membuat getaran baru yang tak lagi ku rasa."
Hanna meremat selimut yang menutupi tubuhnya dengan kuat. Kalimat Jungkook semacam belati yang mencabik-cabik tubuhnya. "Jadi, kau tidak mencintaiku lagi?"
Jungkook tak pernah tahu jika dia akan membicarakan perasaannya dengan Bella secara detail dengan posisi memeluk Hanna seperti ini. Jungkook juga tak pernah mengira jika Hanna tetap tenang meski ia mendengar jika suaminya sedang jatuh cinta dengan orang lain. Hanya saja, Jungkook sudah membayangkan jika ia akan membuat Hanna kembali hancur.
"Aku mencintaimu. Tetapi, kau bukan lagi prioritasku."
Hanna mendongakkan wajahnya. Memberanikan diri menatap Jungkook yang bersandar pada kepala ranjang. "Terimakasih, karena sudah jujur."
Dulu sekali. Ketika Hanna sudah mulai dekat dan menyadari jika ia jatuh cinta dengan laki-laki itu, Hanna meminta pada Jungkook untuk selalu jujur dengan perasaannya.
"Kalau kau sudah tak mencintaiku lagi, katakan padaku. Jadi, aku bisa bersiap dengan patah hati saat kehilanganmu."
Kala itu Jungkook hanya mengangguk asal. Pria itu pikir ucapan Hanna hanya sebagai kalimat biasa yang bisa dilupakan begitu saja. Hanya saja, semua berubah ketika ia mulai mengenal Bella dan memilih mendekatinya. Kalimat sepuluh tahun silam terngiang-ngiang hingga membuatnya gelisah. Namun, cintanya dengan Bella membuatnya buta. Jungkook memilih melepaskan Hanna dan meneruskan hubungannya dengan Bella.
****
Hanna bangun dari tidurnya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah sebuah jendela terbuka dengan tirai yang terbang karena angin malam terlewat kencang berhembus. Netranya berlarian mengenali ruangan di sekelilingnya. Kamar Jungkook ketika belum menikah dengannya. Bergaya minimalis bercat abu-abu dengan perabot kayu yang menambah kesan hangat.
Pandangan Hanna terpaku pada satu buah lemari kaca yang penuh dengan action pigure IronMan. Pria itu begitu menggilainya, bahkan koleksinya bertambah di rumah mereka dan memiliki satu ruangan khusus. Hanna beranjak, mengamati satu persatu foto yang terpajang pada kabinet di kamar itu. Foto Jungkook kecil bersama dengan teman-teman TK-nya, kemudian foto saat dia lulus sekolah menengah, foto saat wisuda di London, dan foto mereka berdua saat acara pertunangan.
Hanna menyentuh foto itu dengan telunjuknya, mengusap lembut wajah Jungkook yang tertawa di sana. Mata Hanna kembali memanas, kenangan itu masih rapi tersimpan di otaknya, juga cincin yang ia kenakan masih tersemat cantik di jari manisnya, hanya saja cinta Jungkook tak lagi sama.
Hanna memutuskan pulang, ia sengaja mengendap-endap karena tak ingin berpapasan dengan ayah dan ibu mertua. Tidak untuk saat ini, Hanna hanya tak tahu harus berkata apa ketika bertemu mereka berdua. Kepergiannya berjalan mulus, Hanna sudah sampai di mobilnya dan segera keluar dari halaman mansion.
Mobil Hanna melaju dengan lambat. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, perutnya terasa pedih karena tertidur lebih awal dan melewatkan makan malam. Jangan tanyakan di mana Jungkook berada, Hanna tahu betul jika sekarang dia sedang mendatangi Bella.
Pandangan Hanna terpaku pada sebuah taman yang sering ia kunjungi bersama Jungkook dulu. Taman itu berada tak jauh dari mansion, mereka sering singgah disini saat melakukan lari pagi sebelum memulai kehidupan di rumah baru. Hanna menepikan mobilnya dan masuk ke dalam taman.
Ayunan itu terlihat kosong. Hanna mendudukinya dengan perasaan yang campur aduk. Rasa rindu, benci, kecewa bahkan marah menjadi satu. Hanna tak tahu, mana yang lebih dulu ia lakukan. Mengurus perceraian, mencoba tidur tanpa Jungkook, atau hal kecil seperti mengganti nama pria itu di kontak ponselnya.
Terlalu larut dalam pikirannya, Hanna tak menyadari jika ada dua orang lelaki yang mabuk mendekat ke arahnya. Aroma alkohol tercium begitu pekat, botol yang sudah kosong setengahnya bergoyang karena tubuh yang memegangnya berjalan sempoyongan.
"Selama malam, cantik. Mau aku temani?"
Pria yang terlihat lebih sadar dari temannya itu dan memiliki tato di leher menyapa Hanna terlebih dulu. Tanpa persetujuan dari Hanna yang masih terkejut akan kedatangan mereka, ia langsung menduduki ayunan di sebelah Hanna. Memberikan tatapan lapar pada Hanna yang mulai bergetar takut.
"Aku akan pergi, selamat malam- akh!"
Hanna memekik ketika tangannya sudah dicekal dengan kuat."Kau mau pergi kemana? Temani aku dulu." Pria yang memegang botol itu terlihat marah. Meski mabuk, kekuatannya masih sangat kuat, walau Hanna berontak, cekalan itu bahkan tak mengendur sedikitpun.
"Lepaskan aku atau aku lapor polisi!"
Sebuah tamparan mendarat di wajah Hanna setelah ia selesai mengucapkan kalimat itu. Terasa panas dan pedih, seumur hidup ia tak pernah diperlakukan seperti ini. Hanna bergidik ngeri, hal yang paling ia takutkan adalah diperkosa kemudian dibunuh secara membabi buta jika dia terus berontak.
"Jangan bicara polisi di depanku, jalang! Atau kau hanya akan merasakan kesakitan di tanganku!" geram lelaki itu sambil menarik rambut Hanna hingga wajahnya mendongak sempurna.
"Kau mau uang? Aku punya banyak, silahkan ambil semua dalam tasku," ucap Hanna terbata sambil menahan ketakutannya.
Pria yang memiliki tato di lehernya itu tersenyum miring. Beberapa kali ia mengusap hidungnya yang terasa gatal. Kemudian tanpa aba-aba ia mencium leher Hanna dengan rakus. "Aku hanya perlu tubuhmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive Love
RomancePerselingkuhan selalu menjadi momok menakutkan hingga menjadi sebuah trauma. Delapan tahun pernikahan, Hanna harus rela jika Jungkook akan mengkhianatinya dan meminta cerai. Tetapi, bukan hanya dipusingkan tentang bagaimana ia bertahan dan tetap wa...