Pagi datang. Membawa segerombongan burung kecil yang bernada riang hinggap di atas pohon mapel yang tumbuh persis di samping jendela rumah kecil itu. Hanna masih sama, duduk sendiri pada sofa dengan mata yang menatap langit-langit ruangan. Netra itu tak punya waktu untuk berpejam. Selain karena kalimat Jungkook, tidur tanpa menghirup aroma tubuh suaminya juga menjadi alasannya.
Selama delapan tahun, Hanna begitu bergantung pada Jungkook. Pria itu tak pernah meninggalkan Hanna ketika malam. Setiap bekerja di luar selalu diajak, karena ia tahu, Hanna tak bisa tidur jika tak ada disampingnya. Seolah tubuh Jungkook adalah obat tidur alami yang tak perlu Hanna konsumsi lagi.
Dering telepon kembali bergema. Hanna meraih ponselnya dengan gontai. Lama ia tatap ponsel yang ia angkat ke udara, kegamangannya untuk mengangkat telepon dari Jungkook membuat ia hanya bisa terdiam.
"Syukurlah, kau mengangkat teleponku."
"Hm, ada apa?"
"Bisa bertemu? Kita perlu bicara. Ku mohon."
Hanna mendesah pasrah. Biar bagaimanapun ia memang perlu bicara dan mengurus beberapa hal bersama Jungkook. Perceraian itu tidak mudah, dan entah apa yang dipikirkan kedua orang tuanya tentang keputusan Jungkook secara sepihak ini. Hanna meraup wajahnya frustasi, kepalanya berdenyut hebat, hanya saja tak lebih sakit dari hatinya yang memiliki luka menganga dan semakin besar seolah bisa menenggelamkan dirinya.
Satu jam perjalanan menuju kembali ke kota Seoul. Rumah barunya memang berada di pinggiran kota dan tak jauh dari laut. Sengaja. Hanna pikir ia memang memerlukan tempat seperti itu untuk penyembuhannya nanti. Hanna menuju kediaman orang tuanya. Mereka harus tahu yang sebenarnya terjadi dari mulutnya.
****
Langkah Hanna terhenti. Kakinya terasa kaku dan tak bisa melangkah ketika netranya tertuju pada dua orang yang duduk di balik meja sedang menunggunya. Jungkook dan Bella tengah menatapnya dengan tatapan yang tak bisa Hanna artikan. Hanna mendenguskan tawa, rasanya lelucon ini menggelitik perutnya.
Jungkook berdiri ketika melihat Hanna mendekat dan menarik kursi di hadapannya. Biasanya, Jungkook yang akan membukakan kursi itu untuknya. Tetapi, Hanna menariknya sendiri dengan tangannya dan membiarkan Jungkook bersebelahan dengan Bella yang masih menunduk menutupi raut wajahnya.
"Han... aku ingi-"
Kalimat Jungkook terhenti ketika Hanna memberi isyarat dengan tangannya untuk diam. "Aku lapar. Bicaranya setelah makan."
Jungkook menurut. Dia segera memanggil seorang pelayan wanita dan memesan menu yang biasanya dimakan oleh Hanna, Jungkook juga bertanya pada Bella, makanan apa yang ingin ia makan, dan setelahnya suasana hening kembali. Hanna melipat tangannya di bawah dagu, menatap tajam ke arah Jungkook dan Bella yang masih diam tak mengatakan apapun sesuai keinginan Hanna.
"Aku ke toilet sebentar," ucap Jungkook.
Sepeninggal Jungkook, Hanna dan Bella saling menatap. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Hanna diiringi senyum miringnya.
"Untuk seseorang yang sudah tak diinginkan lagi, Anda terlihat angkuh, Nyonya."
Hanna terkekeh. Menampilkan deretan giginya yang putih, kontras dengan bibirnya yang terpoles lipstick merah. "Kau pasti merasa tersentil karena Jungkook tak perlu menanyakan makanan apa yang aku suka, sedangkan dia buta dengan keinginanmu. Bukan begitu?"
Tatapan Bella menajam. "Saya tak pernah ingin berada di situasi seperti ini dengan Anda. Suatu saat, Anda akan tahu niat saya yang sebenarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive Love
RomancePerselingkuhan selalu menjadi momok menakutkan hingga menjadi sebuah trauma. Delapan tahun pernikahan, Hanna harus rela jika Jungkook akan mengkhianatinya dan meminta cerai. Tetapi, bukan hanya dipusingkan tentang bagaimana ia bertahan dan tetap wa...