11

37 5 3
                                    

Hanna memacu mobilnya dengan pelan. Hari ini ia berencana ke pusat kota dan membeli semua perlengkapan untuk ibu hamil. Dari mulai sandal yang nyaman, bantal yang nyaman, baju yang nyaman dan macam-macam lainnya yang dibutuhkan oleh ibu hamil muda sepertinya.

Flat shoes pink yang Hanna pakai sudah memijaki pelataran mall. Hanna merasa bersemangat, sudah ada beberapa produk yang terbayang di kepalanya untuk dibeli. Selain itu, ia juga akan mendatangi satu toko butik barang brand terkenal miliknya sendiri yang menawarkan jas dan perlengkapan untuk bekerja lainnya.

Beberapa orang yang mengenalnya membungkuk hormat. Hanna sudah sampai di toko miliknya sendiri, dan sedikit terkejut ketika melihat seseorang yang sedang berada di dalamnya. "Seokjin?"

Pria itu yang sedang mencoba satu jas berwarna navy segera menoleh ketika namanya dipanggil. "Hanna! Kau disini?"

"Toko ini milikku. Tidak ku sangka kita akan bertemu disini. Padahal aku baru akan meneleponmu untuk mengajakmu makan siang," ucap Hanna jujur.

Seokjin menatap jam tangannya, pukul sepuluh pagi. Karena hari ini adalah hari libur, maka Seokjin berencana menambah koleksi jasnya. "Kau mau kemana setelah ini?"

"Aku ingin belanja beberapa keperluan. Kenapa?"

"Mau aku temani?"

Mereka akhirnya menyelusuri mall dengan beberapa cerita lucu yang dilontarkan Seokjin. Pria itu berusaha agar Hanna selalu nyaman dengannya dan mencoba untuk lebih dekat. Langkah Seokjin terhenti ketika Hanna membawanya pada sebuah toko yang menjual keperluan bayi. Dahinya berkerut dan menatap Hanna dengan bertanya-tanya. Tetapi, ia takkan bertanya apapun. Seokjin harus menjadi orang yang bisa dipercaya dan membuat Hanna bercerita sendiri padanya.

Setelah puas berbelanja, Hanna dan Seokjin memilih satu restoran yang ada di mall itu. Mereka duduk berhadapan. Netra Hanna tak berhenti berpaling pada meja sebelah yang menampilkan satu keluarga utuh dengan seorang anak laki-laki menggemaskan sedang duduk dan memakan makanannya. Hanna iri. Tentu saja dia juga ingin memiliki keluarga seperti itu.

"Kau mengenal mereka?"tanya Seokjin penasaran.

Hanna segera berpaling dan menatap Seokjin. "Tidak, aku hanya menyukai interaksi mereka."

"Aku iri," ucap Hanna lagi. "Keluarga itu membuatku sangat iri. Sedangkan anakku nanti tidak akan pernah merasakan momen seperti itu dengan ayah dan ibunya." Hanna mengelus perutnya yang masih rata dengan sayang.

"Kenapa harus seperti itu?"

Hanna menatap Seokjin. Ada genangan air di pelupuk matanya. "Aku akan bercerai, tapi saat ini aku sedang mengandung. Sedangkan suamiku dengan perempuan lain yang juga mengandung anaknya." Hanna tertawa pilu. Baginya, kehidupannya saat ini adalah lelucon yang paling lucu.

Tak banyak percakapan tentang itu lagi setelahnya. Seokjin hanya tak ingin membuat suasan hati Hanna semakin buruk. Pria itu mencoba bercerita yang lain. Tentang kegemarannya memancing, meski sering ia pulang tanpa membawa ikan seekor pun. Hal itu rupanya begitu menarik bagi Hanna. Mereka bahkan berniat ingin memancing bersama.

"Terimakasih sudah menemaniku hari ini. Aku senang." Hanna tersenyum lebar dengan mendekap satu kantung belanjaan yang berisi buah di basement mall.

"Hubungi aku, aku belum memiliki nomormu."

"Tentu, sampai jumpa." Hanna melambaikan tangannya. Sedangkan Seokjin masih terdiam di tempatnya berniat menatap Hanna lebih lama lagi. Tetapi, tiba-tiba ia melihat tubuh Hanna oleng, kantung belanja yang dipegangnya terjatuh hingga membuat semua isinya tumpah keluar. Seokjin berlari, menangkap tubuh itu yang akan terjatuh ke lantai basement.

Forgive LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang