"Beruntung Anda membawanya tepat waktu. Janin berhasil diselamatkan, kedepannya, saya harap Anda berperan besar untuk kesehatan mental sang ibu. Saya harap kita bisa bertemu dengan keadaan baik-baik saja."
Dokter Ahn Hyori, wanita berumur 42 tahun menjelaskan dengan senyum lega pada Jungkook tentang bagaimana kondisi Bella yang hampir saja kehilangan calon bayinya. Dokter itu menjadi pilihan Bella karena sudah terkenal dengan keramahannya dalam menangani pasien. Selain itu, klinik yang beliau bangun juga sangat bagus dan lebih maju.
Sepeninggal dokter Ahn, Jungkook menduduki kursi di samping ranjang yang Bella tempati, menatap Bella yang sedang tertidur karena pengaruh obat. Hatinya kembali goyah, netra Jungkook kembali menatap perut Bella yang mulai terlihat berisi. Sudah memasuki trimester kedua, bayi itu adalah harapan pertamanya yang sempat redup. Dengan lembut Jungkook mengusap perut Bella kemudian mengecup kening wanita itu. Sebuah keputusan besar harus ia pilih saat ini juga.
Sementara itu di tempat lain, Seokjin menolak untuk bertamu. "Aku tidak bisa bertamu karena suamimu sepertinya tidak ada di rumah, mungkin lain kali saja. Aku akan menunggumu menghubungiku untuk janji yang sudah kau buat, bagaimana?"
Hanna menatap rumah di belakangnya yang terlihat sepi. Hatinya kembali berdenyut sakit, sebuah senyum getir ia paksakan. "Ya, kau benar. Suamiku memang tidak ada," ucap Hanna kembali mengalihkan pandangannya pada Seokjin. "Untuk janji itu, tenang saja, aku tak pernah mengingkari janjiku." Hanna kembali tersenyum ceria.
Seokjin terpaku. Aneh, padahal aku sering bertemu dengan wanita cantik lainnya. "Baiklah, aku pulang."
Hanna mengangguk. Menatap kepergian Seokjin dengan senyum tipis di wajahnya. Setidaknya, untuk saat ini ia memiliki dua tujuan hidup. Untuk calon bayinya, dan untuk janjinya pada lelaki itu. Pria pertama yang berhasil membuat Hanna tidak merasa risih ketika berbicara. Sebelumnya, Hanna sangat membatasi pergaulannya dengan laki-laki semenjak menikah dengan Jungkook. Wanita itu memusatkan semua semesta dan bahagianya pada pria itu, hingga ia lupa menyiapkan diri untuk kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Ponsel Seokjin berdering. Nama Bibi Ahn tercetak jelas dengan emot kuda putih yang sengaja Seokjin tambahkan di ujung namanya.
"Ya, halo bi."
"Jemput aku untuk makan malam."
"Tentu, tunggu saja di klinik. Satu jam aku sampai."
Sebuah mobil hitam terlihat tak jauh terparkir dari rumah Hanna. Seokjin mendekat dan menduduki kursi belakang. "Ke klinik bibi, Hwang."
Pria 30 tahun yang dipanggil Hwang itu mengangguk. Melirik sebentar pada tuannya yang sedang melamun membuat beberapa pertanyaan memenuhi benaknya. Hwang Yoongi, sekretaris pribadi yang sudah bersama dengan Seokjin hampir tujuh tahun, mengenal pria itu hampir luar dan dalam seingatnya Bos-nya itu tidak akan pernah mau bersusah payah hanya demi seorang perempuan.
"Aku tahu apa yang ada dipikiranmu saat ini, Hwang. Apapun itu, aku pun bingung. Terlebih wanita itu sudah mempunyai suami, meski aku tahu suaminya masih di bawahku, hanya saja aku merasa sedikit kesal. Dia menangis, dan aku tak bisa membiarkannya seorang diri."
Hwang Yoongi mengerutkan dahinya. "Apa Anda sedang jatuh cinta? Perasaan yang Anda rasakan sangat mirip seperti orang yang sudah menemukan cinta sejatinya," sahut Hwang Yoongi serius.
"Itulah yang membuatku bingung. Bukankah perasaan cinta terlalu cepat? Aku tidak mungkin merebutnya dari suaminya, meski sebenarnya aku bisa."
Jalanan yang sepi, pemandangan yang lebih banyak pepohonan membuat Seokjin mengalihkan pandangannya ke luar. Perasaannya begitu aneh, ia jelas tahu dengan sangat jelas ada dinding pembatas yang sangat tinggi untuk mendekati Hanna. Tetapi, pertemua kedua dengan wanita itu membuatnya hampir kehilangan akal sehatnya.
Satu jam perjalanan, Seokjin sudah tiba di depan klinik bibinya. Pria itu memasuki klinik dengan langkah panjang, kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celana, perawat yang bekerja di sana memberi hormat meski tak ada satu orangpun yang Seokjin balas.
Langkahnya terhenti. Mendadak Seokjin merasa sedang menabrak sesuatu tak kasat mata hingga membuat kakinya tak bisa bergerak. Mata almondnya menatap tajam pemandangan yang begitu aneh di depannya. Di sana, Jungkook sedang memeluk bahu seorang wanita yang sedang hamil, satu tangannya yang lain membawa tiang infus, mereka sepertinya sedang menuju taman kecil yang berada di tengah-tengah bangunan.
"Tepat satu jam, aku senang kau tidak terlambat." Bibi Ahn menepuk pundak Seokin yang berdiri di depan ruangannya.
"Siapa mereka, Bi?" tanya Seokjin sambil menatap Jungkook dan Bella yang mulai menduduki bangku taman.
"Oh, pria yang disana? Dia sedang membawa kekasihnya yang mengalami pendarahan kemarin, beruntung bayinya masih bisa diselamatkan. Ada apa? Tidak biasanya kau tertarik dengan pasien, Bibi?"
Seokjin meninggalkan Bibi Ahn tanpa mengucap sepatah katapun. Langkahnya mantap mendatangi Jungkook yang terlihat sedang merangkul Bella dalam dekapannya. "BAJINGAN!" geram Seokjin sambil meraih kerah baju Jungkook dan membuat pria itu berdiri.
"Hey!?! Apa yang kau lakukan?"tanya Jungkook bingung.
"Kau mengkhianati Hanna? Apa kau tahu dia menangisi mu sepanjang jalan. Dasar pria brengsek!"
Jungkook membulatkan matanya karena terkejut. "Kau tahu dimana Hanna?"
Seokjin melepas cekalannya hingga membuat Jungkook hampir jatuh ke belakang. "Jadi kau tidak tahu dimana istrimu berada?" Seokjin sengaja menekan kata istri sambil menatap Bella yang menutup mulutnya karena kejadian yang begitu mengejutkan.
"Cepat katakan padaku, dimana Hanna!" sahut Jungkook tak sabaran.
"Ck, dia di tempat yang aman. Tapi, satu hal yang harus kau ingat, Hanna akan datang padaku. Jadi, ketika waktunya tiba, aku harap kau tidak menyesal."
Seokjin berbalik, tapi sebuah tarikan di bahunya membuat tubuhnya kembali menghadap Jungkook. "Dia istriku, selama kami tidak bercerai kau tidak berhak melakukan pendekatan apapun. Dan juga, perlu kau ingat, kau hanya orang baru yang kebetulan menolongnya. Hanna tak pernah suka berbasa-basi dengan orang yang baru dikenalnya, terlebih itu laki-laki. Jadi, buang harapanmu itu!" Jungkook mengacungkan telunjuknya pada Seokjin. Pria itu merasa sangat kesal sekaligus marah. Jungkook tak terima ada orang yang ingin merebut Hanna darinya.
Seokjin tertawa mengejek. "Aku memang orang baru, tapi kau bajingannya disini. Kau disini bersama seorang wanita yang kau hamili, sedang istrimu di sana sendirian di tempat yang sunyi. Aku tak bisa mengerti dimana akal sehatmu!"
Jungkook mengepalkan tangannya ketika Seokjin meninggalkannya dengan cepat seolah tak sudi lagi melihat wajahnya. Bella meraih kepalan tangan itu, mengusapnya lembut berharap emosi Jungkook bisa berkurang. Tapi nyatanya, saat sentuhan itu diterima, Jungkook malah menatap Bella dengan tatapan yang tidak mengenakkan.
"Bella-"
"Pergilah! Cari Hanna, dan tuntaskan masalahmu. Seperti katamu, aku akan disini untukmu dan akan selalu mengerti keadaan apapun yang kau alami. Hanya saja, janjikan padaku bahwa kau akan tetap kembali padaku."
Tatapan Jungkook menjadi sendu, itulah kenapa ia jatuh cinta pada Bella. Wanita yang lebih dewasa dan penurut, sangat tipenya sekali. "Aku janji."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive Love
RomancePerselingkuhan selalu menjadi momok menakutkan hingga menjadi sebuah trauma. Delapan tahun pernikahan, Hanna harus rela jika Jungkook akan mengkhianatinya dan meminta cerai. Tetapi, bukan hanya dipusingkan tentang bagaimana ia bertahan dan tetap wa...