CHAPTER 11

387 72 10
                                    

Kata-kata penenangnya bagaikan sebuah sihir.

────────

Akhirnya Azoya menjemput Aslan mengunakan taksi sebab tak mungkin ia membawa mobilnya karena Aslan juga membawa mobil, siapa yang akan membawanya jika ia juga membawa mobil.

Tok tok tok!

Azoya mengetuk kaca mobil Aslan, dan tak lama Aslan membuka pintu mobilnya. Tanpa menunggu lama Azoya masuk kedalam mobil Aslan.

Azoya terkejut melihat keadaan kursi penumpang belakang mobil yang sudah penuh dengan pecahan botol kaca dan juga pakaian Aslan yang tak serapih saat laki-laki itu berangkat.

Azoya masih ingat bagaimana wajah berseri laki-laki itu saat berangkat, ia juga mendengar sedikit curhatan Aslan dengan Luna katanya Aslan senang karena akan bertemu dengan kedua orang tuanya hari ini.

Tetapi sekarang, apa yang ia lihat? Ini sangat berbanding tebalik dari apa yang sebelumnya ia lihat. Keadaan Aslan jauh dari kata baik.

Azoya merentangkan tangannya, "Sini katanya mau pinjem bahu gue."

Tanpa menunggu lama, Aslan merengkuh tubuh kecil gadis itu lalu menenggelamkan wajahnya pada bahu sempit Azoya.

Azoya mengusap punggung lebar itu yang perlahan mulai bergetar, Azoya juga merasakan basah pada bahunya. Ia simpulkan bahwa laki-laki itu tengah menangis.

Setelah merasa tenang Aslan mulai melepaskan pelukannya perlahan sampai akhirnya ia kembali duduk ke posisi awal.

"Mau cerita?" Azoya bertanya. "I Think it's better to share your feelings with someone. Gue juga bukan orang yang suka jual cerita orang. Jadi kalo lo mau cerita telinga gue siap buat denger semua cerita lo hari ini. You can trust me."

Aslan menundukan kepalanya, "Gue terlalu malu untuk cerita semuanya."

"Aslan, gue juga bukan manusia sempurna. Gue juga punya aib. Semua orang pasti seperti itu, gue dan lo itu sama kita sama-sama manusia yang masih punya banyak cacat." Azoya menatap Aslan dalam.

Azoya tidak mengerti titik dimana sampai Aslan berkata demikian, apa masalahnya sebesar itu? Apa laki-laki itu sudah terlalu rapuh?

Aslan menggeleng, "What do you think about kehidupan kita sekarang?" Tanyanya.

"Serem, semua yang kita lakuin seakan-akan selalu salah dimata semua orang. Kita harus jadi manusia sempurna dimata mereka. Semua harus sesuai apa yang mereka kehendaki yang padahal itu belum tentu terbaik untuk kita, tapi mereka bertindak seakan-akan paling tau tentamg kita. I think they are too obsessed with other people's lives." Balas Azoya panjang tanpa jeda.

Aslan kembali mengangguk, ia setuju dengan apa yang Azoya katakan. Itu semua nyata, itu benar-benar terjadi dikehidupannya.

"Itu yang sekarang gue alami, singkatnya keluarga besar gue terutama tante dan om gue engga suka sama profesi gue yang katanya cuma pembalap engga jelas. Mereka bandingin gue dengan anak-anak mereka yang lebih milih ngurus perusahaan keluarga."

Azoya mengangguk mengerti, "Gue ngerti sama apa yang lo rasain. Bokap gue juga engga pernah setuju gue terjun ke dunia entertain, tapi waktu gue sukses dia selalu banggain gue di depan banyak orang." Azoya terkekeh.

"Semua pasti akan berlalu seiring berjalannya waktu, mereka begitu karna belum tau gimana suksesnnya lo selama jadi pembalap. Coba sekali-sekali lo flexing depan mereka tunjukin semua piagam lo. Pasti habis itu mereka iri." Lanjut Azoya.

Kali ini Aslan yang terkekeh, "Makasih udah mau dengerin gue."

"You're welcome!" Pekik Azoya.

"Gue tau masalah lo ngga sesimple itu, tapi gue harap setelah ini hati lo bisa lebih tenang." Batin Azoya.

Aslan menarik sudut bibirnya, "Maaf gue bukan ngga mau cerita semua dan ngga percaya sama lo, tapi gue beneran ngga bisa cerita semuanya." Batin Aslan.

•••

Disaat sampai di parkiran apartment, Azoya perlahan memapah Aslan yang sudah sedikit linglung akibat pengaruh alkohol.

Azoya menaruh tubuh Aslan di sofa ruang tamu apartment mereka karena sudah tak kuat menahan tubuh besar itu.

Aslan tersenyum mengembang menatap Azoya, "Lo kenapa baik banget sama gue? Lo suka ya sama gue? Lo harus bayar 50 juta kalo suka sama gue."

Azoya menaikan satu alisnya, "Tidur udah tidur. Lo udah mabok berat itu."

Reaksi alkohol tersebut sepertinya baru bereaksi sekarang karena cara bicara laki-laki itu sudah mulai aneh.

Saat Azoya hendak pergi namun Aslan lebih dulu menarik pergelangan tangan Azoya hingga gadis itu jatuh ke pelukan Aslan.

DEG!

Jantung Azoya berdetak dengan kencang saat dada mereka bertemu. Azoya bisa merasakan deru nafas Aslan yang sudah mulai berat.

"Peluk gue, gue takut." Ucap Aslan pelan.

"Takut apa? Lo takut ada hantu disini? Kalo takut pindah aja ke kamar." Balas Azoya.

Aslan menggeleng, "Gue takut sama pikiran gue yang sekarang lagi berisik."

Azoya menjadi semakin iba pada laki-laki yang kini memeluknya dengan erat. Apa seberat itu masalah yang sedang ia hadapi?

Tangan mulus Azoya perlahan mengusap kepala Aslan, "It's okay, i'm here Aslan." Bisiknya.

Seketika segala kata penenangnya yang dilontarkan oleh Azoya menjadi sebuah sihir yang mampu membuat Aslan lebih tenang. Dengan ditambah pelukan hangat dan usapan lembut yang diberikan gadis itu membuat Aslan semakin nyaman.

"Terima kasih Azoya..." Ucap Aslan pelan.

────────

See you in another chapter!!
Vote & Komen jangan lupa yaa teman-teman tersayang ᥫ᭡.
    
—𝓐

ELECTRIC LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang