Prolog

457 14 0
                                    

Pengenalan Karakter

Aku selalu berpikir bahwa menikah adalah tentang cinta. Tentang menemukan seseorang yang akan mendampingi kita selamanya, dalam suka dan duka. Namun, kenyataan sering kali berbeda jauh dari dongeng-dongeng yang biasa kita baca saat kecil.

Namaku Ji Hyejin. Aku adalah putri dari salah satu keluarga konglomerat terbesar di Korea Selatan. Dan hari ini, aku akan menikah. Bukan karena cinta, melainkan karena kewajiban. Sebuah pernikahan yang diatur oleh kedua keluarga kami untuk memperkuat aliansi bisnis.

Pernikahanku dengan Park Jiwon, seorang pria yang karismatik, tampan, dan sempurna di mata publik. Tapi di balik senyumnya yang memesona, ada sesuatu yang selalu membuatku merasa tak nyaman. Sesuatu yang berbahaya.

Aku ingat pertama kali aku bertemu dengannya. Sebuah acara gala yang diselenggarakan oleh keluarga Jiwon.

Ruangan dipenuhi dengan para tamu berpakaian elegan, suara musik klasik mengalun pelan di latar belakang, dan di tengah-tengah semua itu, aku melihatnya.

Dia sedang berbicara dengan beberapa direktur perusahaan besar, senyumannya memikat semua orang di sekitarnya. Ketika matanya bertemu dengan mataku, ada kilatan dingin yang membuat jantungku berdetak lebih cepat. Kilatan yang mungkin hanya aku yang melihatnya.

Kami diperkenalkan, dan dari pertemuan itu, semuanya berubah. Tidak ada pilihan lain selain menerima nasib yang telah ditetapkan oleh keluargaku.

Sejak saat itu, hidupku perlahan mulai terkunci dalam jaringan yang tak kasat mata, yang dijalin oleh senyuman dan janji manisnya.

---

Hari Pernikahan

Hari ini, aku berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun putih yang sempurna. Gaun ini dipesan khusus dari perancang terkenal di Paris, detail renda dan payetnya berkilauan di bawah cahaya lampu kristal. Tapi tidak ada secercah kebahagiaan di mataku.

"Apakah kamu siap, Hyejin-ssi?" Suara ibuku terdengar lembut namun tegas dari belakangku.

Aku mengangguk pelan, menatap bayanganku di cermin. "Ne, eomma. Aku siap."

Kebohongan. Aku tidak pernah siap untuk ini. Bagaimana mungkin seseorang bisa siap untuk menyerahkan seluruh hidupnya pada seseorang yang hampir tidak dikenal?

Upacara pernikahan berlangsung di aula besar yang dihiasi dengan bunga-bunga putih dan lampu gantung kristal. Ratusan tamu duduk di barisan kursi yang dihiasi dengan pita satin, semua mata tertuju pada kami—pasangan pengantin yang sempurna di mata dunia.

Jiwon berdiri di sebelahku, mengenakan setelan hitam yang dibuat khusus, dan aku bisa merasakan tatapan dinginnya. Tangannya menggenggam tanganku, tapi sentuhannya terasa dingin, nyaris tak berperasaan.

"Pernikahan ini adalah awal dari segalanya, Hyejin-ah," bisiknya saat kami mengucapkan janji suci di depan altar. Suaranya lembut, tapi ada nada ancaman yang tersembunyi di dalamnya.

Aku menoleh padanya, mencoba membaca ekspresi di wajahnya, tapi dia tersenyum lembut seperti biasa. Senyuman yang membuatku merinding.

---

Malam Pertama

Malam pertama pernikahan kami, aku duduk di tepi tempat tidur, masih mengenakan gaun pengantinku. Ruangan hotel suite ini mewah, dilengkapi dengan segala kemewahan yang bisa dibayangkan. Tapi bagiku, semuanya terasa dingin dan asing.

Pintu terbuka, dan Jiwon masuk, menutup pintu di belakangnya dengan pelan. Dia berjalan mendekat, dan aku bisa merasakan jantungku berdetak lebih cepat.

"Kau terlihat tegang, Hyejin-ah," katanya dengan nada bercanda, duduk di sampingku. "Tidak perlu khawatir, kita sudah menikah sekarang. Semua akan baik-baik saja."

Aku menelan ludah, mencoba menenangkan diriku. "Aku hanya… butuh waktu untuk menyesuaikan diri."

Jiwon mengangguk, tangannya menyentuh pipiku dengan lembut. Tapi sentuhan itu, entah bagaimana, terasa seperti belenggu. "Tentu saja. Kita punya banyak waktu, bukan?"

Dia bangkit dan berjalan ke arah jendela besar yang menghadap ke pemandangan kota yang berkilauan. "Tapi ingat, Hyejin. Pernikahan ini bukan hanya tentang kita. Ini tentang keluarga kita, perusahaan kita, masa depan yang kita bangun bersama."

Aku menoleh, menatap punggungnya yang tampak kuat dan kokoh. Ada sesuatu yang salah. Aku bisa merasakannya, tapi aku tidak bisa mengartikannya.

"Aku mengerti," jawabku pelan. "Aku akan melakukan apa yang harus aku lakukan."

Jiwon berbalik, matanya menatap langsung ke dalam mataku, dalam dan penuh intensitas. "Bagus. Karena dalam permainan ini, Hyejin-ah, hanya ada satu pemenang. Dan aku tidak berniat kalah."

Hatiku berhenti sejenak. Kata-katanya bergema di kepalaku, dan untuk pertama kalinya, aku menyadari bahwa pernikahan ini bukan hanya tentang kewajiban atau cinta yang dipaksakan. Ini adalah permainan kekuasaan. Permainan yang aku tidak yakin bisa aku menangkan.

---

Malam itu, aku tidur dengan perasaan berat di dadaku. Jiwon berbaring di sampingku, jarak fisik di antara kami tidak terlalu jauh, tetapi jurang emosional yang memisahkan kami terasa sangat lebar.

Aku tidak tahu bagaimana caranya, tetapi aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan menemukan cara untuk bertahan. Aku akan menemukan cara untuk bermain dalam permainan ini.

Namun, jauh di dalam hati, aku bertanya-tanya: Apakah aku benar-benar siap menghadapi sisi gelap dari pria yang sekarang menjadi suamiku? Apakah aku siap untuk menjadi bagian dari permainan ini?

Waktu yang akan menjawabnya.

Twisted HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang