Bab 7: Descent into Darkness

145 5 0
                                    

Pagi itu, aku terbangun dengan perasaan hampa. Matahari masih belum sepenuhnya terbit, dan kamar kami dipenuhi oleh bayangan gelap. Aku mencoba mengumpulkan pikiran, tapi yang ada hanyalah kekosongan. Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang dalam diriku, sesuatu yang penting.

Jiwon sudah bangun lebih awal, seperti biasa, dan sedang bersiap-siap di depan cermin. Aku memperhatikannya diam-diam dari balik selimut, mencoba mencari petunjuk tentang apa yang terjadi. Tapi wajahnya tetap tenang, seperti topeng yang tidak bisa ditembus.

“Hyejin,” panggilnya, suaranya rendah namun tegas. “Kita harus berbicara.”

Aku bangun dengan enggan, duduk di tepi tempat tidur. “Apa yang ingin kau bicarakan?”

Jiwon berbalik menghadapku, wajahnya serius. “Aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kau harus melepaskan beberapa tanggung jawabmu. Aku tidak ingin kau terlalu stres memikirkan hal-hal yang tidak perlu.”

Aku terkejut mendengar pernyataannya. “Melepaskan tanggung jawab? Maksudmu?”

“Ya,” jawabnya, berjalan mendekat. “Aku ingin kau fokus pada hal-hal yang penting. Keluarga kita. Rumah kita. Biarkan aku yang mengurus semua urusan lainnya.”

“Aku... Aku tidak mengerti,” balasku, suaraku gemetar. “Apa yang ingin kau ambil dariku?”

Jiwon duduk di sampingku, meraih tanganku dengan lembut, tapi ada kekuatan tersembunyi di balik genggamannya. “Hyejin, kau tidak perlu khawatir tentang keputusan-keputusan besar. Aku yang akan mengurus semuanya. Kau hanya perlu mengikuti, dan percaya padaku.”

Aku merasakan sesuatu dalam diriku runtuh. Selama ini, aku berusaha mempertahankan kendali atas hidupku, tapi sekarang Jiwon mencoba mengambil semuanya. “Tapi, Jiwon, aku...”

Dia menghentikanku dengan satu sentuhan di pipiku. “Hyejin, kau tahu aku hanya ingin yang terbaik untuk kita. Percayalah, melepaskan kontrol akan membuat hidupmu lebih mudah.”

Aku tidak bisa melawan. Dengan setiap kata yang dia ucapkan, aku merasa semakin terjebak dalam jaringnya. Rasanya seperti aku perlahan-lahan kehilangan diri sendiri.

Hari-hari berikutnya terasa seperti kabut tebal yang menutupi pikiranku. Aku merasa seperti boneka yang digerakkan oleh benang-benang yang tak terlihat, setiap gerakanku dikendalikan oleh tangan Jiwon.

Tidak ada lagi pilihan, tidak ada lagi kebebasan. Semua yang aku lakukan, semua yang aku pikirkan, selalu berujung pada Jiwon.

Aku duduk sendirian di ruang tamu yang sunyi, hanya ditemani suara jam dinding yang berdetak pelan. Aku mencoba membaca buku, menonton TV, melakukan hal-hal kecil untuk mengalihkan pikiran, tapi tidak ada yang membantu. Seperti ada lubang besar di dalam diriku yang semakin hari semakin membesar.

“Kau baik-baik saja?” suara pelayan rumah, Mrs. Lee, terdengar lirih dari belakangku.

Aku mengangkat kepala dan memaksakan senyum. “Aku baik-baik saja, Mrs. Lee. Terima kasih.”

Tapi dia tidak terpedaya. Matanya yang sudah tua menatapku penuh rasa iba. “Nyonya, Anda tidak perlu berpura-pura kuat. Jika ada sesuatu yang ingin Anda bicarakan...”

Aku menggeleng cepat, memotong kata-katanya. “Tidak, benar. Aku baik-baik saja.”

Dia menunduk hormat sebelum pergi, tapi aku tahu dia masih menyimpan kekhawatiran. Bahkan aku sendiri mulai kehilangan rasa percaya bahwa aku bisa melewati semua ini.

Malamnya, aku duduk di tepi tempat tidur, memandangi bayanganku di cermin besar di depanku. Wanita yang aku lihat di sana bukanlah diriku yang dulu. Matanya kosong, dan wajahnya tampak lelah, seolah-olah telah kehilangan cahaya hidupnya.

“Apa yang sudah terjadi padaku?” bisikku pada diriku sendiri. Tapi tidak ada jawaban. Hanya kekosongan yang menatap balik dari cermin.

Suatu sore, ketika Jiwon sedang berada di luar kota untuk urusan bisnis, aku mendapatkan sebuah pesan yang aneh di ponselku. Itu dari seorang karyawan di perusahaan, seorang yang aku tidak kenal dekat tapi sering melihatnya saat mengunjungi Jiwon di kantornya.

“Bisa bertemu? Ini penting. Terkait Tuan Park.”

Aku merasakan rasa ingin tahu bercampur dengan ketakutan. Apa yang dia inginkan dariku? Mengapa seseorang dari perusahaan Jiwon ingin berbicara denganku? Tapi rasa putus asa yang semakin kuat membuatku setuju untuk bertemu.

Kami bertemu di sebuah kafe kecil yang terpencil, jauh dari pusat kota. Pria itu, Lee Minho, tampak gelisah, sering melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada yang memperhatikan.

“Nyonya Park,” katanya dengan suara rendah saat aku duduk di depannya. “Saya tidak punya banyak waktu, jadi saya akan langsung saja. Ada sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Tuan Jiwon.”

Aku menatapnya dengan mata yang penuh rasa ingin tahu. “Apa yang ingin kau katakan?”

Minho menghela napas, lalu mulai berbicara dengan cepat. “Saya tahu ini sulit, tapi Anda harus tahu bahwa Tuan Jiwon... dia tidak seperti yang Anda pikirkan. Dia melakukan hal-hal yang... berbahaya, baik bagi perusahaan maupun bagi orang-orang di sekitarnya. Ada banyak yang ingin menjatuhkannya, termasuk saya, tapi kami butuh bantuan Anda.”

Hatiku berdebar. “Mengapa kau memberitahuku ini? Aku hanya istrinya. Apa yang bisa aku lakukan?”

“Kami tahu Anda lebih dari sekadar istri baginya,” jawab Minho dengan tegas. “Anda punya pengaruh, bahkan jika Anda tidak menyadarinya. Dan kami percaya, dengan bantuan Anda, kita bisa menghentikannya sebelum dia membuat lebih banyak kerusakan.”

Aku menatapnya, merasakan ketakutan dan harapan yang bercampur aduk di dalam diriku. Sekutu tak terduga ini mungkin adalah jalan keluar dari kegelapan yang selama ini membelengguku.

“Apa yang harus aku lakukan?” tanyaku akhirnya, suara serak tapi penuh dengan tekad.

Minho tersenyum samar, mungkin menyadari bahwa dia telah menemukan sekutu yang dia cari. “Kita akan memulainya dari dalam. Tapi ingat, Nyonya Park, ini akan menjadi permainan yang sangat berbahaya.”

Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, aku merasa seperti mendapatkan kembali sebagian dari diriku yang hilang. Aku tidak akan menjadi korban dalam pernikahan ini lagi. Aku akan berjuang, dan mungkin, pada akhirnya, aku akan menemukan jalan keluar dari kegelapan ini.

Twisted HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang