Bab 6: The Mask Slips

157 4 0
                                    

Pagi itu, aku duduk di meja dapur, mencoba menikmati sarapanku yang sekarang terasa hambar. Jiwon berada di seberang meja, dengan ekspresi yang dingin dan tak terbaca. Dia sibuk memeriksa layar ponselnya, tapi aku tahu dia memperhatikan setiap gerak-gerikku.

"Hyejin, kau akan menemani aku ke acara perusahaan malam ini," katanya tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

Aku terkejut, karena selama ini dia jarang mengajakku ke acara seperti itu. "Tentu, Jiwon. Ada hal khusus yang harus aku persiapkan?"

Dia mendongak dan menatapku dengan tatapan tajam. "Pastikan kau tidak membuatku malu. Kau tahu bagaimana aku ingin segalanya berjalan sempurna."

Ada sesuatu dalam nadanya yang membuatku merasa tidak nyaman. Aku mencoba tetap tenang dan menjawab, "Aku akan mempersiapkan diri sebaik mungkin."

Wajahnya mendekat ke arahku, dan untuk pertama kalinya, aku melihat kilatan kegelapan dalam matanya yang biasanya tenang. "Hyejin, aku tidak suka diabaikan. Kau mengerti?"

Aku menelan ludah, menyadari bahwa ini bukan peringatan biasa. "Aku mengerti, Jiwon."

Dia tersenyum, tapi senyum itu tidak menyentuh matanya. "Bagus. Karena aku tidak ingin harus mengingatkanmu lagi."

Sesi sarapan yang singkat itu membuatku merasakan ketegangan yang luar biasa. Ada sesuatu yang berbeda pada Jiwon akhir-akhir ini. Seolah-olah topeng yang selama ini dia kenakan mulai terlepas, menampakkan wajah aslinya yang jauh lebih gelap.

Malam itu, aku bersiap-siap untuk acara perusahaan yang dimaksud Jiwon. Gaun hitam elegan yang dia pilihkan untukku terasa seperti belenggu. Saat aku melihat bayanganku di cermin, aku hampir tidak mengenali diriku sendiri.

Ketika kami tiba di acara tersebut, semua mata tertuju pada kami. Jiwon tersenyum ramah kepada semua orang, tapi aku tahu senyum itu tidak lebih dari sekadar penampilan. Aku mengikutinya dengan setia, mencoba menjaga penampilanku tetap tenang meskipun ada perasaan cemas yang merayapi hatiku.

Setelah beberapa jam, aku mencoba mencari alasan untuk meninggalkan ruangan sejenak. Aku merasa butuh udara segar untuk menenangkan pikiranku yang kacau. Tapi ketika aku berusaha melangkah keluar dari ballroom, seseorang menghentikanku.

“Maaf, Nyonya Park, tapi Tuan Jiwon meminta Anda tetap berada di dalam ruangan,” kata seorang pria berjas hitam yang tampaknya salah satu pengawal Jiwon.

Aku tertegun, merasa seperti hewan yang terjebak dalam kandang emas. “Aku hanya ingin mencari udara segar. Aku akan kembali segera.”

Pria itu tidak bergeming. “Tuan Jiwon tidak menginginkan Anda berada jauh dari pandangannya. Ini demi keamanan Anda.”

Aku merasakan amarah bercampur ketakutan mulai memuncak. Bahkan untuk mendapatkan udara segar pun aku tidak diizinkan? Tapi aku tahu protes tidak akan ada gunanya. Dengan enggan, aku kembali ke ballroom dan bergabung dengan Jiwon yang sedang berbicara dengan rekan bisnisnya.

“Ada masalah?” tanyanya tanpa menoleh padaku.

“Tidak,” jawabku singkat, berusaha menutupi kekecewaanku. Tapi di dalam hati, aku tahu, semua jalan untuk lari dari Jiwon tampaknya telah ditutup.

Setelah malam itu, aku menyadari bahwa melarikan diri dari Jiwon adalah impian yang mustahil. Dia selalu satu langkah di depanku, mengawasi setiap gerakanku, bahkan dalam hal-hal kecil. Aku tahu bahwa aku harus mengubah taktik jika ingin bertahan.

Aku mulai berpikir tentang cara untuk menyembunyikan niatku yang sebenarnya. Aku tidak bisa menunjukkan kelemahanku di hadapan Jiwon, karena itu akan menjadi akhir dari segalanya. Aku harus bermain dengan cerdas, berpura-pura menjadi istri yang setia dan patuh, sementara di dalam hati, aku menyusun rencana untuk mempertahankan diriku sendiri.

Malam itu, ketika aku duduk di ruang kerjaku, aku memikirkan semua yang terjadi. Aku menyadari bahwa jika aku ingin bertahan, aku harus bermain dengan aturan Jiwon. Tapi itu tidak berarti aku akan menyerah.

Aku akan mempelajari semua tentang bagaimana cara dia berpikir, bagaimana dia memanipulasi orang lain, dan bagaimana dia menjaga kendali. Dan ketika waktunya tiba, aku akan menggunakan pengetahuanku untuk melawannya, dengan cara yang tidak pernah dia duga.

“Aku harus kuat,” bisikku pada diriku sendiri. “Aku harus bertahan. Aku tidak akan membiarkan Jiwon menghancurkanku.”

Aku tahu ini bukan akhir, melainkan awal dari permainan baru—permainan yang jauh lebih berbahaya, di mana taruhannya adalah hidupku sendiri. Tapi aku siap untuk itu. Karena kali ini, aku tidak hanya akan bertahan. Aku akan menemukan cara untuk keluar dari kegelapan ini, dengan atau tanpa Jiwon.

Twisted HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang