Bab 30: The Aftermath

63 4 0
                                    

Pagi itu, sinar matahari menembus jendela apartemen Hyejin, menyinari ruangan yang dulu terasa seperti penjara baginya. Namun, kini ada keheningan yang berbeda, bukan lagi keheningan yang menakutkan, tetapi keheningan yang penuh dengan kemungkinan baru.

Hyejin duduk di sofa, merenung sambil memandangi cangkir kopi di tangannya. Setiap tegukan membawa pikirannya kembali pada malam yang mengubah segalanya—malam di mana semuanya berakhir dengan cara yang tidak pernah dia bayangkan. Suara ledakan kecil, bunyi sirene, dan teriakan Jiwon masih terngiang di telinganya. Tapi yang paling melekat adalah tatapan terakhir Jiwon, tatapan yang penuh dengan dendam namun juga keputusasaan.

Seiring dengan ingatan itu, muncul bayang-bayang ketakutan yang tak bisa dia hilangkan. Bagaimanapun, Jiwon pernah menjadi pusat dunianya—seseorang yang pernah dia cintai, seseorang yang menghancurkannya, namun seseorang yang juga membuatnya menjadi kuat.

Ponsel Hyejin bergetar, membawa dia kembali ke kenyataan. Sebuah pesan masuk dari Minho, satu-satunya sekutu yang tetap setia hingga akhir.

"Kamu baik-baik saja?"

Hyejin tersenyum tipis, menulis balasan singkat. _
"Aku baik. Terima kasih, Minho."

Minho segera membalas. "Aku akan ada di sana nanti sore. Ada sesuatu yang perlu kita bicarakan."

***

Sore itu, Minho datang seperti yang dijanjikan. Mereka duduk di balkon kecil, memandangi pemandangan kota yang tampak tenang, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Tapi mereka berdua tahu lebih baik.

“Jiwon… dia menghilang begitu saja,” kata Minho, memecah keheningan.

Hyejin mengangguk pelan. “Aku tahu. Tapi dia tidak akan pernah benar-benar menghilang, kan? Dia masih ada di luar sana, di suatu tempat. Menunggu, mungkin.”

“Aku tidak yakin dia bisa kembali seperti dulu,” ujar Minho, suaranya penuh dengan keraguan. “Dia kehilangan segalanya, Hyejin. Perusahaannya, reputasinya, bahkan jiwanya.”

“Dan aku?” Hyejin menatap Minho, matanya penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab. “Apa yang aku dapatkan? Kemenangan ini terasa kosong, Minho. Aku berhasil, tapi kenapa aku merasa seperti masih terjebak dalam bayangannya?”

Minho menatapnya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Mungkin, karena di dalam hati, kamu tahu bahwa perang ini meninggalkan luka yang dalam. Kamu mungkin menang, tapi harga yang harus kamu bayar adalah kedamaian dalam dirimu sendiri.”

Hyejin tersenyum pahit. “Kedamaian? Aku sudah lupa seperti apa rasanya. Tapi aku tahu satu hal, Minho. Aku tidak akan membiarkan Jiwon menghancurkan lebih banyak hal dalam hidupku.”

Minho menepuk bahu Hyejin lembut. “Kamu lebih kuat dari yang kamu kira, Hyejin. Dan meskipun Jiwon masih ada di luar sana, kamu punya kekuatan untuk menata hidupmu lagi. Mulailah dari yang kecil. Mulailah dari dirimu sendiri.”

***

Beberapa minggu kemudian, Hyejin berdiri di depan gedung perusahaannya yang baru direnovasi. Bekas luka emosionalnya mungkin masih ada, tetapi dia mulai menyadari bahwa luka-luka itu tidak mendefinisikan dirinya. Sebaliknya, mereka adalah bukti bahwa dia telah bertahan.

Hyejin melangkah masuk, disambut dengan senyuman oleh beberapa karyawan baru yang dia rekrut. Mereka tidak tahu apa-apa tentang masa lalunya, tidak tahu tentang pertempuran yang telah dia lalui. Bagi mereka, Hyejin adalah sosok yang kuat, seorang pemimpin yang bijaksana dan tegas.

Saat dia berjalan menuju kantornya, Hyejin merasa ada yang berubah dalam dirinya. Dia bukan lagi wanita yang sama yang dulu berjuang untuk bertahan hidup dalam bayang-bayang Jiwon. Sekarang, dia adalah seseorang yang tahu apa yang dia inginkan—seseorang yang tidak lagi takut untuk melangkah maju.

Minho muncul di pintu, senyum hangat di wajahnya. “Hari pertama di kantor baru. Bagaimana rasanya?”

“Berbeda,” jawab Hyejin, dengan senyum yang sama hangatnya. “Tapi juga penuh dengan harapan. Aku merasa seperti mendapatkan kembali kendali atas hidupku.”

Minho mengangguk. “Itu bagus, Hyejin. Kamu layak mendapatkan kedamaian ini.”

Hyejin memandang ke luar jendela, ke pemandangan kota yang tampak lebih cerah daripada sebelumnya. “Aku tahu jalan ini tidak akan mudah, dan aku masih harus banyak belajar. Tapi setidaknya sekarang, aku tahu bahwa aku bisa menghadapinya.”

Dan saat Hyejin berdiri di sana, dengan dunia yang kini kembali dalam genggamannya, dia tahu bahwa meskipun masa lalu akan selalu menjadi bagian dari dirinya, itu tidak akan pernah lagi menjadi penghalang untuk masa depan yang ingin dia ciptakan.

Di tempat yang jauh, bayangan Jiwon mungkin masih ada, tetapi untuk pertama kalinya, Hyejin merasa bebas. Bebas untuk menciptakan hidup yang dia inginkan, tanpa harus takut pada bayang-bayang masa lalunya.

Twisted HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang