Hyejin duduk di ruang kerja Jiwon, menatap meja kayu yang dingin dan tampak begitu asing baginya. Di sudut ruangan, Jiwon berdiri dengan wajah tegang, seakan-akan seluruh dunia berada di pundaknya. Tatapannya tajam, penuh amarah yang hampir tak terkendali.
"Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, Hyejin," kata Jiwon dengan suara dingin. "Tapi aku akan memberitahumu ini: kau takkan bisa menang dariku. Kau tak lebih dari seorang istri yang dipilih untuk mendukungku, dan itu adalah peranmu. Tidak lebih."
Hyejin menatapnya dengan mata penuh kebencian, tapi dia menahan diri untuk tidak menjawab. Dia tahu setiap kata bisa digunakan Jiwon untuk melawan dirinya.
Jiwon melangkah mendekat, tangannya mengangkat wajah Hyejin dengan paksa agar dia menatapnya langsung.
"Kau mungkin telah mengguncang perusahaan dengan laporan bodoh itu, tapi jangan berpikir sejenak pun bahwa kau bisa menjatuhkanku. Aku sudah terlalu jauh dalam permainan ini untuk dihancurkan oleh seseorang sepertimu."
Hyejin merasa dadanya sesak, tetapi dia tetap tak ingin menunjukkan kelemahan di hadapan suaminya.
"Kau tahu, Jiwon," bisiknya dengan nada yang lebih tenang dari yang dia rasakan, "permainan ini belum berakhir. Dan aku tidak akan menyerah begitu saja."
Senyum dingin merekah di wajah Jiwon, sebuah senyum yang penuh dengan kebencian dan ancaman.
"Kau pikir kau kuat, Hyejin? Kau hanya boneka yang berusaha melawan dalangnya sendiri. Kau akan melihat, betapa cepatnya semua ini berbalik melawanmu."
Hyejin duduk di ruang tamunya, lampu-lampu redup menerangi ruangan yang sunyi. Dia memegang cangkir teh yang sudah dingin, tangan gemetar karena kelelahan dan stres yang menghancurkan. Pikiran-pikirannya semakin kacau, dan semua rencana yang pernah dia buat terasa hampa sekarang.
Dia memeriksa pesan di ponselnya, berharap ada kabar baik dari sekutu-sekutunya. Tapi, yang dia temukan hanyalah pesan singkat yang penuh dengan keraguan.
"Kami tidak bisa terus mendukungmu, Hyejin. Jiwon terlalu kuat, dan kami tidak ingin terkena imbasnya."
Hyejin merasakan sesuatu patah dalam dirinya saat membaca pesan itu. Dukungan yang selama ini dia andalkan mulai menghilang, dan dia kini berdiri sendirian menghadapi musuh yang jauh lebih kuat.
Dia merasa seperti sedang tenggelam dalam lautan yang penuh dengan kegelapan, tanpa ada tangan yang siap menolong.
"Apa yang harus aku lakukan?" bisiknya pada dirinya sendiri, air mata menggenang di matanya. "Apa aku benar-benar bisa memenangkan ini?"
Tapi, di tengah keraguan dan kelelahan, dia tahu satu hal: dia tidak bisa mundur sekarang. Jika dia menyerah, itu berarti dia akan menyerahkan semua yang pernah dia perjuangkan kepada Jiwon. Dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dia terima.
Malam itu, Hyejin duduk di meja kerjanya, matanya berkaca-kaca dan pikiran berputar-putar. Dia tahu bahwa waktu hampir habis. Setiap detik yang dia habiskan untuk ragu-ragu, Jiwon semakin kuat, semakin dekat untuk menghancurkannya sepenuhnya.
Dia menarik napas dalam-dalam, menenangkan pikirannya, dan mulai merencanakan langkah terakhirnya. Ini adalah langkah yang berisiko, sesuatu yang bisa menghancurkannya sepenuhnya jika gagal. Tapi dia tidak punya pilihan lain.
Dengan hati-hati, Hyejin mulai menulis surat, sebuah surat yang akan dia kirim ke media jika semuanya gagal.
Surat itu mengandung semua rahasia Jiwon, semua kebohongan dan kejahatan yang dia sembunyikan selama ini. Jika Hyejin tidak bisa menang dalam perusahaan, setidaknya dia akan memastikan bahwa Jiwon tidak akan pernah merasa aman lagi.
Setelah menulis surat itu, Hyejin memasukkannya ke dalam amplop dan menyimpannya di laci rahasia. "Ini adalah taruhan terakhirku," gumamnya pelan, suaranya gemetar. "Aku harus memastikan bahwa ini berhasil. Aku tidak bisa gagal."
Dengan tekad yang diperbarui, Hyejin menghapus air matanya dan menatap cermin di depannya. Wajahnya mungkin menunjukkan kelelahan, tapi di balik mata yang lelah itu, ada kilatan kekuatan dan tekad yang tak tergoyahkan.
"Aku akan memenangkan ini," katanya pelan, seolah-olah meyakinkan dirinya sendiri. "Aku harus."
Dan dengan itu, Hyejin melangkah keluar dari ruangan, bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan datang, siap untuk melawan Jiwon sampai akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Hearts
Roman d'amourJi Hyejin menikah dengan Park Jiwon, seorang pria tampan dan karismatik yang baru saja diangkat sebagai CEO perusahaan keluarganya. Pernikahan mereka diatur oleh keluarga untuk memperkuat aliansi bisnis, tetapi Jiwon adalah seorang manipulator ulun...