Bab 2: Cracks in the Facade
---
Tanda-Tanda Kontrol
Minggu demi minggu berlalu, dan setiap harinya aku semakin merasa seperti burung dalam sangkar emas. Jiwon, suamiku, selalu memastikan bahwa aku memiliki segala yang kubutuhkan—kecuali kebebasan.
Aku masih ingat ketika aku mengunjungi butik mewah di Cheongdam-dong untuk membeli gaun baru. Saat aku sedang mencoba salah satu gaun yang elegan, manajer butik tiba-tiba mendekat dengan senyuman canggung.
“Maaf, Nyonya Park,” katanya dengan sopan, “Tapi Tuan Park baru saja menelepon. Dia ingin memastikan bahwa Anda memilih gaun yang sesuai dengan citra perusahaan.”
Aku terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-katanya. “Apa maksudnya?” tanyaku, meski aku tahu jawabannya.
“Dia meminta kami untuk memberikan rekomendasi gaun yang lebih… konservatif,” manajer itu melanjutkan, wajahnya menampilkan rasa bersalah.
Aku tersenyum tipis, meski di dalam hatiku ada sesuatu yang retak. “Tentu saja. Aku akan mencoba yang lain.”
Dan seperti itulah setiap harinya. Setiap keputusan yang kuambil selalu diawasi, setiap langkahku selalu diarahkan.
Dari pakaian yang kupakai, hingga teman-teman yang boleh kujumpai. Bahkan percakapan sehari-hariku selalu berakhir dengan kata-kata yang penuh kendali dari Jiwon.
Namun, aku tidak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa ini bukan tentang peduli atau perhatian. Ini tentang kekuasaan. Tentang memastikan bahwa aku selalu berada di bawah kendalinya.
---
Ketegangan Meningkat
Malam itu, ada acara makan malam bersama para rekan bisnis Jiwon. Aku sudah terbiasa menghadiri acara seperti ini, di mana aku harus tampil sempurna dan menjadi istri CEO yang ideal. Namun, malam itu, sesuatu terasa berbeda. Ada ketegangan yang menggantung di udara.
Saat kami tiba di restoran mewah itu, Jiwon menggandeng tanganku dengan erat. Aku mencoba menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Namun, ketika kami duduk di meja utama, aku merasakan tatapan dingin Jiwon di belakang punggungku.
“Semuanya, ini adalah istriku, Ji Hyejin,” Jiwon memperkenalkanku dengan senyum yang biasa, namun aku bisa merasakan ada sesuatu yang lebih dalam kata-katanya.
Para tamu mengangguk dan tersenyum padaku, tapi aku tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa mereka sedang meniliku, mengamati setiap gerakanku.
Percakapan mulai mengalir, dan aku berusaha untuk tetap tenang, berbicara dengan sopan dan elegan seperti yang selalu kulakukan.
Tapi saat malam semakin larut, suasana mulai berubah. Salah satu rekan bisnis Jiwon, seorang pria paruh baya dengan tawa keras, tiba-tiba berbicara tentang acara sosial yang akan datang.
“Kami sangat berharap bisa melihat Anda di sana, Nyonya Park,” katanya sambil tersenyum. “Tentu saja, kita semua tahu bahwa wanita-wanita seperti Anda adalah bintang dari setiap acara.”
Aku tersenyum tipis, mencoba menahan perasaan tidak nyaman. “Terima kasih, saya akan mencoba hadir.”
Namun, sebelum aku bisa melanjutkan, Jiwon tiba-tiba berbicara, suaranya sedikit lebih keras dari biasanya. “Aku tidak yakin Hyejin bisa hadir. Dia masih harus belajar banyak tentang bagaimana menghadapi acara-acara seperti itu.”
Senyuman di wajah pria itu memudar sedikit, dan aku merasakan wajahku memanas. “Tentu saja, Tuan Park,” jawabnya, mencoba mempertahankan kesopanan.
Aku tidak bisa mempercayai telingaku. Jiwon baru saja mempermalukanku di depan semua orang. Aku menatapnya dengan kaget, tapi dia hanya menatap balik dengan ekspresi dingin yang membuatku merinding.
“Jiwon, aku rasa aku bisa—” Aku mencoba berbicara, tapi dia memotongku dengan tatapan tajam.
“Tidak, Hyejin. Aku yang memutuskan,” katanya tegas, dengan nada yang tidak bisa dibantah.
Ruangan itu menjadi sunyi sejenak, sebelum percakapan kembali dilanjutkan, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Tapi di dalam diriku, amarah mulai membara.
Ini bukan lagi tentang bagaimana dia mengendalikanku secara diam-diam. Dia baru saja menunjukkan kekuasaannya di depan semua orang, seolah-olah aku adalah miliknya yang bisa dia atur sesuka hati.
---
Rencana Hyejin
Malam itu, setelah kami pulang ke rumah, aku tidak bisa menahan perasaan kecewa dan marah yang membakar di dadaku. Aku duduk di ruang tamu, menatap ke arah jendela yang menghadap ke taman yang sunyi.
Jiwon sudah pergi ke kamar tanpa sepatah kata pun, meninggalkanku dengan pikiran-pikiranku sendiri.
Aku memikirkan semua yang terjadi malam itu. Bagaimana dia mempermalukanku, bagaimana dia mengendalikan setiap aspek dari hidupku.
Tidak. Aku tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut. Aku tidak akan menjadi boneka dalam permainan ini.
Aku bangkit dari tempat dudukku dan berjalan ke kamar kerja Jiwon. Pintu terkunci, tapi aku tahu di mana dia menyimpan kuncinya.
Setelah beberapa saat, aku berhasil membuka pintu dan masuk ke dalam. Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang masuk melalui jendela. Aku berjalan ke meja kerjanya, membuka laci, dan mulai mencari-cari.
Tidak butuh waktu lama sebelum aku menemukan apa yang kucari—catatan-catatan, dokumen, semuanya.
Bukti dari rencana-rencana Jiwon, tentang bagaimana dia menggunakan pernikahan ini sebagai alat untuk memperkuat kekuasaan dan kendali.
Aku menatap kertas-kertas itu dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, aku merasa hancur. Tapi di sisi lain, aku merasa kuat. Aku tahu sekarang apa yang harus kulakukan.
Aku tidak akan lari. Aku tidak akan membiarkan dia menang.
Dengan tangan gemetar, aku mengambil beberapa dokumen dan menyimpannya di tempat aman. Ini adalah langkah pertamaku.
Aku tidak tahu bagaimana aku akan melakukannya, tapi aku tahu bahwa aku harus melawan.
Malam itu, untuk pertama kalinya, aku merasa ada harapan. Meskipun hanya sedikit, tapi itu cukup untuk memberiku kekuatan.
Aku mungkin tidak bisa keluar dari permainan ini, tapi aku bisa memainkannya. Dan kali ini, aku yang akan menentukan aturannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Hearts
RomanceJi Hyejin menikah dengan Park Jiwon, seorang pria tampan dan karismatik yang baru saja diangkat sebagai CEO perusahaan keluarganya. Pernikahan mereka diatur oleh keluarga untuk memperkuat aliansi bisnis, tetapi Jiwon adalah seorang manipulator ulun...