Bab 8: The Power Struggle

75 4 0
                                    

Kafe kecil di sudut jalan itu kini menjadi tempat pertemuan rahasiaku dengan Lee Minho. Setiap kali kami bertemu, aku merasa sedikit lebih kuat, sedikit lebih berani. Hari ini tidak berbeda.

Aku tiba lebih awal, duduk di sudut tersembunyi sambil menunggu. Ketika dia datang, wajahnya serius seperti biasa.

“Kami perlu bergerak cepat,” kata Minho tanpa basa-basi, duduk di hadapanku.

“Jiwon semakin waspada, dan jika kita tidak bertindak sekarang, dia akan semakin sulit untuk dijatuhkan.”

Aku mengangguk pelan. “Apa yang harus kita lakukan?”

Minho mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya, menyerahkannya kepadaku. “Di sini ada informasi penting tentang beberapa proyek rahasia yang dijalankan Jiwon. Ini bisa menjadi bukti yang kita butuhkan untuk mulai menekan dia dari dalam.”

Aku membuka amplop itu dengan tangan gemetar, melihat berkas-berkas di dalamnya. Ada dokumen, email, dan bahkan beberapa foto yang mengaitkan Jiwon dengan aktivitas ilegal. Semua ini bisa menghancurkan reputasinya dalam sekejap.

“Tapi aku butuh lebih banyak bukti,” kataku, menatap Minho dengan tekad. “Aku butuh sesuatu yang benar-benar bisa membuatnya jatuh.”

Minho tersenyum tipis. “Itu yang ingin kubicarakan. Ada satu lagi yang lebih besar, tapi kita harus mencari tahu di mana dia menyimpannya. Kau tahu lebih baik daripada siapa pun bagaimana dia menyembunyikan rahasia.”

Aku tahu dia benar. Jiwon bukan tipe orang yang membiarkan informasi penting tergeletak begitu saja. Jika ada sesuatu yang lebih besar, dia pasti menyimpannya di tempat yang paling aman.

“Kau percaya padaku, kan?” tanyaku, mencari konfirmasi dari Minho.

Minho menatapku dengan tatapan penuh keyakinan. “Tentu saja. Kau adalah harapan terbaik kami.”

Mendengar itu, aku merasakan kekuatan baru mengalir dalam diriku. Aku tidak lagi sendirian. Dengan bantuan sekutu baruku, aku akan mendapatkan kembali kekuatanku, sedikit demi sedikit.

Sore itu, ketika aku pulang ke rumah, Jiwon sudah menungguku di ruang tamu. Dia duduk dengan tenang di sofa, menatap ke luar jendela, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang mendalam. Aku merasakan ketegangan yang tidak biasa di udara.

“Hyejin,” panggilnya ketika aku baru saja menutup pintu. “Kemari.”

Aku mendekat dengan hati-hati, berusaha menyembunyikan rasa gugupku. “Ada apa, Jiwon?”

Dia menoleh, dan ada senyuman tipis di bibirnya. Tapi aku tahu senyuman itu bukanlah tanda kebaikan. “Kau terlihat berbeda akhir-akhir ini.”

Aku berusaha tetap tenang. “Berbeda? Maksudmu apa?”

Jiwon berdiri, berjalan mendekat ke arahku. “Kau lebih... bersemangat. Sepertinya ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku.”

Deg! Hatiku berdebar kencang, tapi aku tidak boleh goyah. “Aku hanya mencoba beradaptasi dengan segalanya. Kau tahu, pernikahan ini, tanggung jawab sebagai istrimu...”

Dia mendekat lebih dekat, menatap mataku dengan intensitas yang membuatku merasa terjebak. “Apa kau yakin itu saja?”

Aku menelan ludah, berusaha mempertahankan tatapannya. “Apa yang kau curigai, Jiwon?”

Dia tidak menjawab, hanya tertawa kecil, lalu membelai pipiku dengan lembut, meski sentuhan itu terasa dingin. “Hanya ingin memastikan kau tetap menjadi istriku yang baik. Jangan pernah berpikir untuk mengkhianatiku, Hyejin. Kau tahu apa yang bisa terjadi, bukan?”

Ancaman terselubung itu membuat darahku mendidih, tapi aku tahu ini bukan saatnya melawan. “Tentu, aku tahu. Aku tidak akan mengecewakanmu.”

Dia tersenyum lagi, tapi matanya tetap tajam, seolah-olah sedang mengamatiku dengan teliti. “Bagus. Karena jika ada sesuatu yang mencurigakan, aku akan tahu.”

Setelah itu, dia berjalan pergi, meninggalkanku berdiri sendirian di tengah ruangan. Rasanya seperti aku baru saja selamat dari ujian yang sangat sulit, tapi aku tahu ini belum berakhir. Jiwon semakin curiga, dan aku harus lebih berhati-hati mulai sekarang.

Beberapa hari kemudian, aku menemukan diriku berdiri di ruang kerja Jiwon, memandang lemari kayu besar di pojok ruangan. Ini adalah salah satu tempat yang paling sering dia datangi, tapi dia tidak pernah membiarkan siapa pun mendekatinya.

Aku berdiri di depan lemari itu, merasakan getaran aneh yang berasal dari sana. Ada sesuatu di balik pintu-pintu kayu itu, sesuatu yang sangat penting bagi Jiwon. Aku harus tahu apa itu.

Dengan hati-hati, aku mencoba membuka pintu lemari. Tapi seperti yang kuduga, terkunci. Aku memeriksa sekitar, mencari sesuatu yang bisa membantuku membukanya.

Lalu aku melihatnya—sebuah kunci kecil yang tergantung di balik lukisan di dinding.

Deg-degan, aku mengambil kunci itu dan mencobanya pada lemari. Pintu itu terbuka dengan suara klik yang lembut.

Di dalamnya, ada banyak berkas dan dokumen yang tertata rapi. Tapi yang paling menarik perhatianku adalah sebuah kotak kecil di bagian paling bawah.

Aku menarik kotak itu keluar, membukanya dengan tangan gemetar. Di dalamnya, aku menemukan beberapa foto lama, surat-surat pribadi, dan sebuah buku harian. Semua itu milik Jiwon, dan ketika aku membuka buku harian itu, aku menemukan sesuatu yang mengejutkan.

Tulisan tangan Jiwon memenuhi halaman demi halaman, menceritakan kisah masa lalunya yang penuh dengan rahasia gelap.

Dia pernah terlibat dalam bisnis ilegal, manipulasi besar-besaran, dan bahkan—aku hampir tidak bisa mempercayai apa yang kulihat—sebuah persekongkolan yang berujung pada kematian seseorang.

Dengan hati yang berdebar kencang, aku menutup buku harian itu. Ini adalah bukti yang aku butuhkan, sesuatu yang bisa menghancurkannya sepenuhnya jika digunakan dengan benar. Tapi aku tahu, memainkan kartu ini akan sangat berbahaya.

Aku menyimpan buku harian itu kembali ke tempatnya, menutup lemari dengan hati-hati. Dengan bukti ini, aku bisa melawan Jiwon dengan lebih kuat.

Tapi aku harus sangat berhati-hati, karena satu langkah salah, dan dia bisa menghancurkan segalanya—termasuk aku.

Twisted HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang