Hyejin menatap keluar jendela kantornya, alisnya berkerut saat pikirannya berkecamuk. Beberapa hari terakhir telah membawa lebih banyak tekanan daripada yang dia duga.
Dia mendapat kabar bahwa salah satu sekutunya, Tuan Choi, mulai goyah. Rasa takutnya terhadap Jiwon mulai mengalahkan keberaniannya untuk melawan.
Telepon di mejanya berdering, membuat Hyejin tersentak dari lamunannya. Dia mengangkat gagang telepon dengan cepat, sudah siap dengan kabar buruk.
“Hyejin, kita perlu bicara.” Suara Tuan Choi terdengar gugup, nyaris berbisik. “Aku tidak tahu berapa lama aku bisa terus mendukungmu. Jiwon... dia mulai mencurigai sesuatu, dan keluargaku... mereka...”
“Aku mengerti, Tuan Choi.” Hyejin menahan nada tegas dalam suaranya, meski di dalam, dia merasa terpojok.
“Tapi mundur sekarang hanya akan memperburuk keadaan. Jiwon tidak akan menunjukkan belas kasihan, bahkan jika Anda mencoba untuk kembali ke pihaknya. Kita sudah terlalu jauh. Percayalah padaku, ini adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari kekuasaannya.”
Tuan Choi terdiam sejenak, dan Hyejin bisa mendengar deru napasnya yang berat. “Aku... aku akan mencoba, tapi jika tekanan ini semakin buruk...”
“Kita akan menemukan cara,” potong Hyejin. “Jangan khawatir. Kita akan melewati ini bersama.”
Setelah menutup telepon, Hyejin menghembuskan napas panjang. Situasinya semakin sulit, dan dia tahu bahwa dia harus segera bertindak. Jika Tuan Choi—atau yang lain—berbalik melawan dirinya, semua yang dia bangun akan runtuh.
Malam itu, Hyejin kembali ke rumah lebih awal dari biasanya. Dia perlu merencanakan sesuatu untuk menjaga kesetiaan sekutu-sekutunya, tetapi itu berarti mengambil risiko yang besar. Dia tahu bahwa satu kesalahan saja bisa menghancurkan semuanya, tetapi tidak ada jalan lain.
Dia memasuki ruang kerja pribadinya dan membuka laci terkunci yang jarang dia gunakan. Di dalamnya ada sejumlah dokumen yang sangat penting, rahasia yang dia kumpulkan selama bertahun-tahun. Bukti yang cukup untuk menghancurkan karir beberapa orang berpengaruh, tetapi juga untuk menjaga mereka tetap patuh padanya.
Hyejin menelusuri dokumen-dokumen itu, memikirkan langkah selanjutnya. Dia harus bertemu dengan Tuan Choi secara langsung. Menunjukkan padanya bahwa dia memiliki kekuatan yang cukup untuk melawan Jiwon, dan bahwa mengkhianati dirinya bukanlah pilihan yang bijak.
Keesokan harinya, Hyejin mengatur pertemuan pribadi dengan Tuan Choi di sebuah restoran yang sepi. Saat mereka duduk, dia mengeluarkan satu dokumen dari tasnya dan meletakkannya di atas meja dengan tenang.
“Aku tahu ini sulit,” kata Hyejin, suaranya lembut namun tegas. “Tapi aku ingin menunjukkan padamu bahwa kita masih punya kekuatan. Jiwon mungkin kuat, tapi dia tidak tak terkalahkan. Dengan informasi ini, kita bisa melindungi diri kita sendiri, dan lebih dari itu, kita bisa mengalahkannya.”
Tuan Choi memandang dokumen itu dengan mata terbelalak, kemudian menatap Hyejin dengan kebingungan yang jelas. “Ini... ini bisa menghancurkan Jiwon.”
“Dan juga menyelamatkan kita semua,” jawab Hyejin, matanya tajam menatap Tuan Choi. “Tapi hanya jika kita tetap bersatu.”
Tuan Choi terdiam, lalu mengangguk perlahan. “Baiklah. Aku akan tetap mendukungmu.”
Hyejin menghela napas lega. Satu sekutu berhasil diamankan, tetapi dia tahu bahwa Jiwon tidak akan tinggal diam.
Di rumah, Jiwon duduk di ruang tamu, terlihat lebih rileks daripada biasanya. Dia bahkan tersenyum saat Hyejin masuk, sesuatu yang jarang terjadi akhir-akhir ini.
“Hyejin, kamu pulang lebih awal hari ini,” katanya, suaranya terdengar santai.
“Aku butuh istirahat,” jawab Hyejin sambil tersenyum kecil, menyembunyikan kegelisahan di hatinya. “Ini hari yang panjang.”
Jiwon mengangguk dan menatapnya sejenak. “Kamu terlihat sedikit lebih ceria. Apakah ada sesuatu yang terjadi?”
Hyejin tertawa kecil, mencoba tetap tenang. “Tidak ada yang istimewa. Mungkin hanya suasana hati yang baik.”
Jiwon tersenyum, tetapi matanya tetap penuh perhitungan. “Bagus. Kamu sepertinya butuh istirahat lebih banyak. Aku juga berpikir untuk mengambil sedikit waktu luang minggu ini. Mungkin kita bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama.”
Hyejin hanya mengangguk, menyembunyikan perasaan waspada di dalam dirinya. Jika Jiwon mulai lengah, ini adalah kesempatan yang dia tunggu-tunggu. Dia tidak boleh menyia-nyiakan momen ini.
Saat malam semakin larut, Jiwon akhirnya menuju ke ruang kerjanya, meninggalkan Hyejin sendirian di ruang tamu. Begitu dia yakin Jiwon sudah cukup jauh, Hyejin mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada salah satu sekutunya.
"Besok pagi, kita mulai langkah berikutnya."
Hyejin tahu bahwa ini adalah pertaruhan besar, tetapi dia juga tahu bahwa tidak ada waktu lagi untuk ragu-ragu. Dengan Jiwon yang sedikit melonggarkan pengawasannya, dia akhirnya memiliki celah untuk melancarkan serangan berikutnya. Semua akan ditentukan oleh langkah yang diambil esok hari.
Dia tidak bisa mundur sekarang. Bagi Hyejin, ini adalah saat yang menentukan, di mana kemenangan atau kehancuran akan menjadi akhir dari semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Hearts
RomanceJi Hyejin menikah dengan Park Jiwon, seorang pria tampan dan karismatik yang baru saja diangkat sebagai CEO perusahaan keluarganya. Pernikahan mereka diatur oleh keluarga untuk memperkuat aliansi bisnis, tetapi Jiwon adalah seorang manipulator ulun...