Bab 24: The Art of Deception

94 2 1
                                    

Jiwon duduk di ruang tamu apartemen Hyejin, matanya tak pernah lepas dari sosok wanita itu yang tengah membuatkan teh untuk mereka berdua. Dia tampak tenang, hampir terlalu tenang, tetapi Jiwon tahu bahwa setiap gerakannya diperhitungkan.

"Hyejin, aku benar-benar minta maaf," Jiwon mulai, suaranya lembut dan penuh penyesalan. "Aku tahu aku telah melakukan hal-hal yang tak termaafkan, tapi aku ingin memperbaiki semuanya."

Hyejin menatapnya sejenak, lalu meletakkan cangkir teh di hadapannya. "Kau pikir permintaan maaf akan menghapus semua yang telah terjadi?" tanyanya, suaranya datar namun tegas.

"Tidak," jawab Jiwon, matanya penuh dengan apa yang tampak seperti kesedihan. "Tapi aku ingin mencoba. Aku tahu ini tidak mudah bagimu, tapi aku ingin membuktikan bahwa aku telah berubah."

Hyejin duduk di seberang meja, menatap pria yang dulu sangat dicintainya itu dengan tatapan penuh keraguan. "Kenapa sekarang, Jiwon? Kenapa baru sekarang kau merasa perlu untuk berubah?"

"Aku kehilanganmu, Hyejin," kata Jiwon dengan nada putus asa yang hampir terdengar tulus. "Dan itu membuatku sadar, betapa berartinya kau bagi hidupku."

Namun, di balik kata-katanya yang manis, Hyejin merasakan kegelapan yang tersembunyi. Dia tahu bahwa Jiwon adalah ahli dalam seni penipuan, dan tidak ada yang dia katakan dapat dipercaya begitu saja.

***

Beberapa hari berlalu, dan Jiwon terus berusaha memenangkan kembali hati Hyejin. Dia mengirimkan bunga, pesan-pesan yang penuh perhatian, bahkan membuat makan malam untuknya. Setiap tindakan dirancang untuk membuat Hyejin percaya bahwa dia telah berubah.

Namun, Hyejin tahu lebih baik. Dia telah melihat sisi gelap Jiwon, dan meskipun hati kecilnya ingin mempercayai perubahan ini, pikirannya terus mengingatkannya bahwa semua ini bisa jadi hanya bagian dari permainan Jiwon yang lebih besar.

"Aku tidak bisa jatuh ke dalam perangkapnya lagi," Hyejin bergumam pada dirinya sendiri suatu malam, ketika dia melihat pesan Jiwon yang penuh dengan kata-kata manis.

Namun, keraguannya mulai muncul, seperti bayangan yang merayapi pikirannya. Bagaimana jika Jiwon benar-benar berubah? Bagaimana jika kali ini dia jujur?

Pikiran-pikiran itu mulai menggerogoti keteguhan hatinya, membuatnya bimbang antara percaya dan tidak. Setiap kali dia mencoba mengusir perasaan itu, Jiwon datang lagi dengan janji baru, membuatnya bertanya-tanya apakah mungkin ada harapan bagi mereka berdua.

***

Malam itu, Jiwon mengundang Hyejin ke apartemennya untuk makan malam. Dia setuju, meskipun ada perasaan gelisah yang menyelimuti dirinya sepanjang perjalanan ke sana.
Saat dia masuk ke apartemen, aroma masakan memenuhi ruangan, dan Jiwon menyambutnya dengan senyum yang tampak tulus.

"Makan malamnya hampir siap," kata Jiwon sambil memandu Hyejin ke meja makan yang telah dihiasi dengan lilin-lilin dan bunga segar.

Mereka makan dalam keheningan, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Setelah selesai, Jiwon menatap Hyejin dengan tatapan yang begitu dalam, membuatnya merasa hampir terjebak.

"Aku tahu aku telah banyak salah, Hyejin," Jiwon berbicara, suaranya rendah dan penuh emosi. "Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku benar-benar mencintaimu."

Hyejin merasakan air mata menggenang di matanya, tetapi dia menahan diri untuk tidak menunjukkan kelemahannya. "Bagaimana aku bisa percaya padamu lagi, Jiwon? Setelah semua yang kau lakukan?"

Jiwon mendekat, mengambil tangan Hyejin dalam genggamannya. "Aku tidak akan pernah menyakiti kamu lagi, aku berjanji."

Hyejin ingin menarik tangannya, ingin menolak kehangatan yang tiba-tiba menyerangnya. Tapi dia terjebak di antara keinginannya untuk percaya dan ketakutannya akan manipulasi baru.

Jiwon mendekat, bibirnya hanya beberapa inci dari bibir Hyejin. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang kencang, dan dalam sekejap, Hyejin merasa dirinya hampir menyerah.

Namun, sesuatu di dalam dirinya berteriak untuk tidak mempercayai pria ini, untuk tidak jatuh lagi ke dalam jaringnya. Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, Hyejin menarik diri, menatap Jiwon dengan mata yang penuh dengan air mata.

"Tidak, Jiwon. Aku tidak bisa melakukannya lagi," katanya dengan suara gemetar namun tegas. "Aku tidak akan membiarkan diriku terperangkap olehmu lagi."

Jiwon menatapnya, wajahnya berubah dingin seketika. "Kau benar-benar yakin dengan keputusanmu, Hyejin?"

Hyejin mengangguk, meskipun hatinya terasa seperti sedang hancur. "Ya, aku yakin."

Dengan itu, dia bangkit dan meninggalkan apartemen Jiwon, meninggalkan pria itu berdiri dalam keheningan. Namun, langkah-langkahnya terasa berat, dan air mata akhirnya tumpah ketika dia menyadari betapa sulitnya melepaskan cinta yang pernah begitu dalam.

Twisted HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang