Bab 1: The Alliance

192 10 0
                                    

Bab 1: The Alliance

---

Kehidupan Sehari-Hari

Matahari pagi menembus tirai tebal kamar kami, menyinari ruangan yang terasa begitu besar dan dingin. Aku membuka mata dan butuh beberapa detik untuk menyadari di mana aku berada. Ini bukan kamarku. Ini adalah kamar kami—aku dan Park Jiwon. Suamiku.

Aku berusaha bangun dari tempat tidur yang terlalu luas ini. Hari ini adalah hari pertama sebagai istri CEO dari salah satu perusahaan terbesar di Korea. Aku merasa seperti berada di dalam mimpi yang tidak pernah kuinginkan.

"Apa yang harus aku lakukan hari ini?" gumamku pada diri sendiri, menatap keluar jendela ke arah pemandangan kota Seoul yang sibuk.

Belum sempat aku menemukan jawabannya, pintu kamar terbuka dan seorang pelayan masuk dengan nampan sarapan. "Selamat pagi, nyonya. Sarapan telah disiapkan."

"Ah, terima kasih," jawabku sambil mencoba tersenyum, meskipun senyuman itu terasa kaku di wajahku.

"Ada sesuatu yang bisa saya bantu, nyonya?" tanya pelayan itu, menatapku dengan sopan.

Aku ingin menjawab, "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan," tapi yang keluar dari mulutku hanyalah, "Tidak, terima kasih."

Setelah pelayan itu keluar, aku menatap sarapan di depanku—roti panggang dengan mentega, buah segar, dan secangkir kopi. Rasanya mewah, tapi tidak ada nafsu makan. Aku hanya mengaduk-aduk kopiku, merenungkan apa yang akan aku lakukan sebagai istri dari seorang CEO.

Manipulasi Jiwon

Aku baru saja selesai berpakaian ketika Jiwon masuk ke dalam kamar. Dia terlihat rapi seperti biasa, mengenakan setelan jas hitam yang tampak sempurna di tubuhnya.

"Hyejin-ah, kau sudah bangun," sapanya dengan senyum tipis di bibirnya.

"Ne," jawabku, mencoba tersenyum kembali. "Aku berpikir untuk pergi ke rumah orang tuaku hari ini."

Jiwon terdiam sejenak, tatapannya berubah dingin. "Aku rasa itu bukan ide yang baik."

Aku mengerutkan kening, bingung dengan jawabannya. "Mengapa tidak?"

Jiwon mendekat, tangannya yang kuat menggenggam pundakku dengan lembut, tapi penuh kendali.

"Karena kau sekarang adalah istri CEO. Ada banyak hal yang harus kau pelajari tentang peran barumu, dan kau harus berhati-hati dengan siapa kau berinteraksi. Semua yang kau lakukan sekarang akan mencerminkan perusahaan kita."

"Tapi... itu hanya kunjungan keluarga," bantahku, merasa ada sesuatu yang salah.

"Justru itu," jawabnya dengan tenang, tapi tegas.

"Kita tidak ingin rumor beredar bahwa kau masih bergantung pada keluargamu. Kau harus menunjukkan bahwa kau adalah wanita yang mandiri dan mampu berdiri di sampingku, bukan di bawah bayang-bayang keluargamu."

Aku terdiam, kata-katanya menusuk dalam. Dia benar, tapi entah mengapa, perasaan tidak nyaman itu terus menggelayuti pikiranku. "Baiklah," akhirnya aku mengalah.

Jiwon tersenyum puas. "Bagus. Hari ini, aku akan mengatur pertemuan dengan beberapa istri direktur. Aku ingin kau mulai mengenal mereka."

Aku mengangguk pelan, merasa semakin terjebak dalam peran yang tidak pernah aku pilih.

---

Kesadaran

Beberapa minggu berlalu, dan setiap hari terasa semakin menyesakkan. Kehidupan sehari-hariku diatur dengan sangat teratur—pertemuan dengan istri-istri direktur, kunjungan ke acara sosial, bahkan jadwal untuk latihan yoga dan kursus memasak.

Semua tampak sempurna di luar, tapi di dalam, aku merasa seperti kehilangan diriku sendiri.

Setiap kali aku mencoba menghubungi keluargaku, ada alasan dari Jiwon untuk menunda atau membatalkannya.

Dia selalu berbicara dengan nada lembut, seolah-olah semua ini demi kebaikanku, tapi aku bisa merasakan kendali yang dia pegang semakin erat.

Suatu malam, setelah semua acara sosial selesai, aku duduk sendirian di ruang tamu, menatap ke arah foto pernikahan kami yang tergantung di dinding. Foto itu tampak sempurna, senyum kami terlihat bahagia, tapi aku tahu itu semua palsu.

"Kenapa semua ini terasa salah?" gumamku pada diri sendiri, suaraku hampir tak terdengar.

Aku merasa terasing. Bukan hanya dari dunia luar, tapi juga dari diriku sendiri. Semua ini, kehidupan ini, pernikahan ini... Aku bukanlah Hyejin yang dulu.

Aku sadar bahwa aku hanyalah pion dalam rencana besar Jiwon. Segala yang dia lakukan, kata-katanya yang manis, senyumannya yang hangat, semuanya adalah bagian dari permainan yang telah dia rancang. Dan aku, aku tidak tahu bagaimana caranya keluar dari permainan ini.

Tapi satu hal yang pasti, aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku harus menemukan cara untuk merebut kembali kendali atas hidupku, meskipun itu berarti harus melawan Jiwon, suamiku sendiri.

Twisted HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang