Rosie menatap Kakeknya takut, dia tidak tahu mengapa kakeknya sangat membencinya.
"Kau dan ibumu itu sama saja, menyusahkan." Kang-Ho mendorong kepala Rosie menggunakan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Kang-Ho sangat membenci Ji-ah, sejak Dong Wook memperkenalkannya pada Kang-Ho. Menurut Kang-Ho Ji-ah hanya gadis miskin yang ingin merebut harta milik anaknya. Kalian tahu dia berpikir seperti itu karena ayah nya yang menikah lagi pada gadis miskin yang pada akhirnya berkhianat kepada ayahnya. Ibu tirinya membuat mereka jatuh se jatuh jatuhnya, dia berselingkuh pada rekan saingan bisnis ayahnya, menyabotase semua bisnis milik ayahnya hingga mereka bangkrut. Itulah yang membuat Dong Wook benci sesuatu yang berbau dengan kemiskinan.
Dia tidak benci dengan ketiga cucunya tapi berbeda dengan Rosie, sejak Rosie didiagnosa anak pengidap autisme dia selalu berusaha untuk melenyapkannya. Karena menurutnya Rosie hanyalah aib bagi keluarga Lee.
"Bawa dia keatas." Suruh Dong Wook pada anak buahnya.
Rosie diseret naik kelantai 2, wajahnya terlihat bingung apa yang akan kakeknya lakukan padanya nanti. Mereka sampai didepan pintu ruangan kecil berukuran 1mx1,5m, Jihoon segera membuka ruangan itu. Ruangan tersebut sangat gelap dan juga terasa pengap, membuat Rosie takut masuk ke dalam. Tapi apa boleh buat Yejin dan Yiheon menariknya masuk.
"Ikat dia." Yejin dan Yiheon mengangguk.
Mereka menyeret Rosie lalu mengikat tangannya dengan tali yang tersambung pada besi jendela ruangan itu, Rosie terus memberontak,"tidak kakek, Rosie tidak suka ini, kakek." Mohonnya menatap Kang-Ho berharap sang kakek melepaskannya.
Kang-Ho tersenyum mendengarnya ucapan mohon dari Rosie,"aku tidak akan melepaskan mu anak sialan." Kang-Ho mengisyaratkan untuk meninggalkan ruangan itu.
Rosie menggeleng terus memanggil Kang-Ho ketika melihat mereka meninggalkan dirinya sendiri dalam ruangan gelap itu.
"Kakek, Rosie tidak suka disini, kakek."
"Kakek."
"Kakek."
Rosie terus memberontak, berusaha melepaskan ikatan pada tangannya. Pintu tertutup rapat meninggalkan Rosie sendiri dalam ruang gelap itu, dia menangis, dia tidak mengerti apa yang ia perbuat pada kakeknya, hingga kakeknya mengurungnya dalam ruangan itu.
"Jayun."
"Lili-ya."
"Unnie."
"Gelap."
"Eomma Rosie tidak suka disini."
Rosie terduduk menyandarkan tubuh pada dinding tangannya menggelantung Karena tali yang diikat padanya sedikit pendek, dengan wajah yang penuh airmata. Ruangan itu terasa pengap membuat Rosie sedikit sesak berada didalamnya.
"Urus dia jangan sampai kabur." Ujar Kang-Ho kepada ketiga orang itu.
"Baik boss." Jawab Jihoon.
Setelah mengatakan itu Kang-Ho meninggalkan mereka, dengan Jihoon yang mengikutinya.
"Gadis itu sangat nikmat ternyata, aku rekomendasikan untukmu." Ujar Yejin pada Yiheon.
Mereka berdua menuruni tangga, tidak lupa mereka juga mengunci Rosie.
"Aku tidak berminat." Jawab Yiheon acuh.
Yejin merangkul Yiheon,"ayolah jangan terlalu munafik."
Yiheon berhenti membuat Yejin ikut berhenti, Yiheon melepaskan rangkulan Yejin lalu menatapnya datar.
"Aku tidak seperti dirimu, aku memiliki istri dan anak." Setelah mengatakan itu Yiheon meninggalkan kan Yejin yang menggerutu kesal padanya.
Ditempat yang berbeda, Jennie tengah menyusuri taman dengan wajah termenung. Dia memikirkan semua yang Unnienya katakan padanya, ditambah dia teringat akan perilakunya pada Rosie. Entah apa yang membuat dirinya membenci adiknya.
Jennie tersadar ketika bola tidak sengaja mengenainya. Dia mengambil bola yang berada didekatnya, tak lama ada seorang ibu dan anak menghampirinya.
"Maaf nona, anak saya tidak sengaja." Ujar ibu itu meminta maaf.
Jennie menatap wanita tua itu, lalu beralih menatap anak kecil bersamanya. Melihat perilaku anak kecil itu membuat Jennie teringat pada Rosie.
"Anak saya penyandang disabilitas, maaf nona dia tidak sengaja mengenai anda bola itu." Ujar wanita tua itu yang sadar anaknya ditatap oleh Jennie.
Jennie tersadar,"tidak apa," Jennie tersenyum dia mendekati anak itu,"ini bolamu adik kecil, lain kali hati-hati, ya."
Anak kecil itu segera mengambil bolanya yang berada ditangan Jennie lalu berlari bersembunyi dibelakang punggung sang ibu.
"Dia memang seperti itu, malu bertemu dengan orang yang tidak dia kenal." Ujar wanita tua itu.
"Tidak apa-apa."
"Sekali lagi kami minta maaf nona, kami pergi dulu."
Jennie mengangguk tersenyum, wanita tua dan anak kecil itu berlalu dari hadapan Jennie. Jennie menatap anak kecil itu, dia teringat akan Rosie. Dia memejamkan mata, rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya, kakak macam apa dia membenci adiknya sendiri.
"Maaf Rosie." Setetes airmata jatuh begitu saja.
"Kakak macam apa aku ini." Jennie memukul kepalanya sendiri.
Jennie merogoh tasnya mencari ponsel miliknya,"cari adik ku sampai ketemu, berapa pun akan saya bayarnya asalkan adikku ketemu."
Jennie beranjak pergi dari taman pergi menuju mobilnya, entahlah dia akan kemana yang pasti dia begitu terburu-buru pergi dari sana.
"Jantung Jungkook sudah semakin rusak, kita harus segera melakukan transplantasi jantung."
Ucapan dokter Wendy masih terngiang-ngiang membuat tuan Jeon menghela nafas panjang. Sudah lama ia berusaha mencari jantung untuk Jungkook tapi sampai saat ini dia belum bisa menemukannya. Tuan Jeon menatap istri dan anaknya yang tengah mengobrol, dia belum memberitahu nyonya Jeon tentang kondisi jantung Jungkook. Dia takut istrinya akan sedih berkepanjangan.
"Haahh Jungkook rindu Rosie, kenapa dia tidak menjenguk Jungkook lagi, ya eomma." Ujar Jungkook menatap eommanya.
"Mungkin saja dia sibuk atau yang lain, Jungkook ingat tidak kenapa dia tidak datang ke taman waktu itu."
Jungkook mengangguk,"bibi Lee meninggal."
Nyonya Jeon mengelus rambut anaknya,"ingat juga, mungkin saja ada hal yang ngebuat Rosie tidak bisa menjenguk."
"Mungkin saja."
"Sudahlah jangan pikirkan yang lain, ini sudah tengah hari waktunya makan siang." Setelah mengatakan itu, tak lama suster datang membawa makanan untuk Jungkook.
"Eomma ini sangat tidak enak, Jungkook boleh minta yang lain." Jungkook menatap eommanya berharap kalau eomma mengizinkannya untuk membeli makanan diluar.
"Tidak, makanan diluar tidak baik untukmu, ayo cepat makan."
Bahu Jungkook melemah, sudahlah eommanya memang ketat tentang makanan apa yang ia konsumsi.
Appanya menepuk bahu, membuat Jungkook menatapnya berharap appanya mau menegosiasi pada eommanya.
"Makan saja ini dulu, lain kali kita beli diluar."
Jungkook menatap appanya datar, huh appanya memang tidak bisa diandalkan sama sekali. Sedangkan yang ditatap tersenyum kearahnya tanpa rasa bersalah.
•To Be Continued•
30 Agustus 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Alur || Roséanne ✓
Fanfic[Completed]❝Sebaris luka untuk dia, si gadis istimewa❞ "Kau pulang lebih dulu, bagaimana denganku?" "Sejujurnya aku ingin ikut denganmu, apa boleh?" "Aku akan menjaga detaknya hingga Tuhan mengambilnya kembali"