- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Sammy dan Sandy baru saja akan duduk bersama Samsul, setelah selesai membeli batagor. Sayangnya kedua pemuda itu telah didahului oleh Nadin dan Ruby, yang langsung duduk di hadapan Samsul ketika tiba di kantin. Mereka bahkan langsung mencomot batagor milik Samsul, sekaligus menarik piringnya dari hadapan pemuda itu. Samsul pun melongo beberapa saat, setelah piring batagornya berhasil ditarik dengan kompak oleh kedua gadis yang kini duduk di hadapannya tersebut.
"Kalian apa enggak mau pesan batagor sendiri, gitu?" tanya Samsul.
"Enggak mau. Makan sepiring bersama itu rasanya jauh lebih enak daripada makan sendiri-sendiri, Sul," jawab Nadin.
"Memangnya kenapa, Sul? Kamu enggak ikhlas, kalau kita berdua memakan batagor punyamu ini?" tanya Ruby.
Samsul langsung tersenyum sangat manis, usai mendapat pertanyaan dari Ruby. Perasaannya mendadak berbunga-bunga, khas para remaja yang sedang jatuh cinta. Sammy dan Sandy kini memilih duduk di meja yang tak jauh dari meja yang Samsul tempati.
"Enggak, kok, Ruby Sayang. Mana mungkin aku enggak ikhlas kalau kamu juga ikut makan batagornya," jawab Samsul, sedikit malu-malu musang.
"Kalau begitu aku minta jus jeruknya sekalian, ya," tambah Nadin, seraya meraih gelas jus milik Samsul.
Samsul langsung ikut meraih gelas itu untuk menahannya, agar Nadin tidak menghabiskan jus jeruk miliknya. Hal itu mengakibatkan terjadinya aksi tarik-menarik gelas antara Samsul dan Nadin, yang disaksikan langsung oleh Sammy dan Sandy dari meja lain.
"Kayaknya mustahil kalau Samsul suka sama Nadin atau Nadin suka sama Samsul. Kelakuan mereka sangat jauh dari dua kemungkinan itu," ujar Sammy.
"Mm. Sudah jelas. Samsul bukan suka sama Nadin. Dia suka sama sahabatnya Nadin. Ruby," sahut Sandy, yang sejak tadi terus mengamati kembaran bungsunya itu.
Ruby segera melerai keduanya, agar berhenti melakukan hal gila di tengah-tengah kantin yang ramai. Samsul memilih mengalah setelah dilerai oleh Ruby, meski ia merasa kehausan akibat belum minum setelah memakan beberapa sendok batagor. Nadin langsung meminum jus jeruk tersebut dan membaginya pada Ruby.
"Hari ini kamu melihat makhluk halus lagi seperti kemarin atau enggak?" tanya Nadin.
"Enggak. Kemarin aku lihat makhluk halus itu hanya karena Adrian masih datang ke sekolah. Setelah Adrian tidak datang, maka makhluk halus itu pun tidak kulihat lagi di sini. Kemarin makhluk itu pasti kembali mengikuti Adrian pulang ke rumahnya," jawab Samsul.
"Menurut kalian, apakah Adrian merasa kalau dirinya diikuti oleh makhluk halus?" Ruby penasaran.
"Dia pasti tidak sadar, By. Kalau dia sadar, maka mungkin dia akan mulai bertingkah aneh dan mencari-cari keberadaan makhluk itu seperti orang gila," sahut Nadin.
Samsul langsung mengarahkan tatapannya kepada Ruby, seraya berpangku tangan dan tersenyum.
"Kamu tenang saja, By. Aku akan selalu menjaga kamu dari gangguan makhluk halus mana pun di dunia ini. Insya Allah," janji Samsul.
Nadin meringis usai mendengar janji yang Samsul ucapkan pada Ruby. Ia segera mengusap pundak Ruby dengan lembut sambil memasang wajah setengah prihatin.
"Sabar, ya, By. Begitulah rasanya kalau mendadak dicintai secara ugal-ugalan oleh Samsul," ujarnya.
"Heh! Memangnya kenapa kalau aku mencintai Ruby secara ugal-ugalan? Ada yang akan marah, hah?" omel Samsul, sambil menatap sengit ke arah Nadin.
Ruby hanya bisa geleng-geleng kepala seraya menghabiskan batagor yang tersisa di piring. Niatnya untuk melerai kedua manusia di sisinya itu sudah menguap, bersamaan dengan habisnya batagor di piring. Sammy dan Sandy akhirnya mendapat kepastian, bahwa Samsul memang benar-benar menyukai Ruby seperti yang mereka duga.
Ketika jam istirahat selesai, Nadin dan Ruby kembali berjalan berdua menuju kelas mereka. Di depan mereka, terlihat Sammy dan Sandy yang sudah lebih dulu meninggalkan kantin daripada Samsul. Kedua pemuda itu berjalan pelan sekali, sehingga langkahnya berhasil terkejar oleh Nadin dan Ruby.
"Hai, Sammy ... Sandy ...." sapa Nadin.
"Hai, Nad," balas Sammy, seraya tersenyum.
Sandy tidak bersuara dan hanya balas menyapa melalui gerakan tangannya. Nadin sudah biasa melihat betapa dinginnya Sandy terhadap orang lain dan hal itu sudah terjadi sejak mereka masih kecil.
"Sudah tahu kalau orangtua kita akan kembali pergi kerja sore nanti?" tanya Nadin.
"Oh, ya?" kaget Sammy. "Papi atau Mamiku tidak bilang apa-apa tadi pagi, saat kami masih di rumah."
"Mungkin Tante Santi dan Om Mika lupa menyampaikannya. Jangan terlalu dipikirkan, karena orangtua biasanya juga banyak pikiran sehingga kadang ada yang terlupa," saran Nadin.
Sammy pun mengangguk, pertanda bahwa ia bisa memahami saran yang Nadin berikan. Sandy masih saja sama seperti tadi. Diam dan bersikap dingin.
"Kalau begitu aku ke kelas duluan, ya. Sampai bertemu lagi lain waktu," pamit Nadin, tanpa lupa tersenyum.
"Iya, Nad," tanggap Sammy.
Setelah Nadin berlalu, Sammy menatap ke arah Sandy yang kini juga sedang menatapnya.
"Lain kali bicaralah meski hanya sedikit jika seseorang menyapa. Kamu terlihat seperti orang sombong jika terus bertingkah seperti itu," tegur Sammy.
"Apa untungnya juga bagiku sampai harus menjawab sapaan Nadin? Apakah itu adalah hal yang wajib aku lakukan, karena dia adalah putri dari salah satu sahabat Papi?" tanya Sandy.
Samsul keluar dari kantin dan berjalan melewati kedua saudara kembarnya. Mereka segera menyusul langkah si bungsu, karena hari itu mereka benar-benar belum berbicara sama sekali dengannya.
"Sul! Tunggu!" panggil Sammy.
Samsul pun berhenti dan berbalik untuk menatap ke arah Sammy. Ia benar-benar hanya menatap ke arah Sammy, dan tidak mempedulikan Sandy yang ada di sisi Sammy.
"Kenapa, Sam?" tanya Samsul.
"Kamu sudah tahu kalau Papi akan pergi kerja lagi sore nanti?" tanya Sammy.
"Iya, aku tahu," jawab Samsul.
"Tahu dari mana, kamu?" tanya Sandy.
Samsul tidak menjawabnya, karena sampai detik itu Sandy masih belum meminta maaf soal ucapannya kemarin yang sudah sangat kelewatan. Sammy tahu kalau Samsul tidak akan menjawab jika Sandy yang bertanya. Hal itu membuat dirinya langsung menyikut lengan Sandy, agar segera menuntaskan perkara dengan Samsul.
"Aku minta maaf soal ucapanku kemarin. Aku sadar, kalau ucapanku sangat keterlaluan terhadap kamu," ujar Sandy, tetap sedingin biasanya.
"Ya, sudah kumaafkan," balas Samsul. "Lain kali, jika kita bicara menyangkut putrinya Tante Hani, sebaiknya tidak perlu pakai urat. Kamu suka dia, 'kan? Cepatlah ungkapkan padanya, agar dia sadar bahwa kamu yang punya perasaan sama dia, bukan aku. Aku capek meladeni kelakuannya. Jadi sebaiknya, berusahalah untuk mendapatkan dia dan kendalikan dia agar tidak sering-sering bertingkah."
Sandy diam saja dan tidak menanggapi sedikit pun. Samsul bahkan tidak sudi menyebut nama Olivia dan lebih memilih menyebutnya 'putri Tante Hani'. Hal itu membuat Sandy semakin yakin bahwa Samsul memang tidak pernah memiliki. Perasaan apa pun terhadap Olivia selama ini.
"Dan untuk pertanyaanmu tadi, aku tahu kalau Papi akan pergi kerja nanti sore setelah Nadin memberi tahu. Sudah dulu, aku masih ada urusan," pamit Samsul, seraya menepuk pundak Sammy beberapa kali.
Sammy kembali menatap Sandy, setelah Samsul benar-benar menjauh.
"Sudah dengar sendiri dari orangnya, 'kan? Sekarang, mulailah mencoba dekati Oliv. Seperti yang Samsul sarankan, berusahalah untuk mendapatkan dia dan kendalikan dia agar tidak sering-sering bertingkah."
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
JERANGKONG
Horror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 1 Perasaan Samsul dan Nadin sangat tidak enak, ketika mendengar kabar bahwa seorang pemuda dari kelas 10 di sekolah mereka mendadak mengalami koma. Padahal sehari sebelumnya, mereka melihat pemuda itu masih sehat...