3 | Perdebatan

862 80 35
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Karel menatap layar ponselnya ketika benda pipih itu berdering. Ia baru saja tiba di kampus karena mendapat jadwal kuliah siang. Nama yang tertera pada layar membuatnya segera mengangkat telepon tersebut, tak peduli jika--mungkin--Revan dan Olivia sudah menunggunya di depan kelas.

"Halo. Assalamu'alaikum, Sul," sapanya, dengan nada kocak seperti biasa.

"Wa'alaikumsalam, Rel. Kamu lagi sama-sama Revan atau Oliv, enggak?" tanya Samsul, to the point.

"Tumben kamu bertanya begitu. Memangnya kenapa? Apakah ada hal yang ingin kamu rahasiakan dari Revan dan Oliv?" Karel balas bertanya.

"Jawab dulu pertanyaanku, Rel," mohon Samsul.

Karel pun terkekeh pelan.

"Tenang. Aku lagi sendirian, kok, saat ini. Revan sama Oliv mungkin sudah ada di kelas, sementara aku masih berdiri di parkiran kampus dan baru keluar dari mobil. Ayo, bicara saja, kalau memang ada hal yang ingin kamu bicarakan berdua denganku."

Samsul terdiam beberapa saat di seberang sana. Pemuda itu mungkin sedang mengamati situasi--menurut Karel--karena tidak ingin pembicarannya di dengar oleh Sammy ataupun Sandy yang selalu muncul tiba-tiba di dekatnya. Kemungkinan besar, Samsul ingin membicarakan sesuatu yang terkait dengan makhluk halus jika sudah begitu. Karel sangat mengenalnya, jauh daripada kedua saudara kembarnya sendiri.

"Begini, Rel. Ada hal buruk yang terjadi pada salah satu adik kelas kami. Kemarin, aku bersama Nadin dan Ruby mengamatinya. Kami mengawasinya, setelah aku melihat adanya makhluk halus yang mengikuti adik kelas kami dan Nadin merasakan energi negatif yang cukup besar dari makhluk halus tersebut. Lalu pagi ini, kami mendapat kabar buruk yang diumumkan oleh Kepala Sekolah, bahwa adik kelas kami itu mendadak seperti tersengat listrik saat akan berangkat sekolah dan segera dilarikan ke rumah sakit oleh kedua orangtuanya. Tapi, keadaannya tidak membaik setelah ditangani oleh pihak rumah sakit. Dia sekarang mengalami koma, Rel, dan firasatku mengatakan bahwa hal buruk yang terjadi padanya disebabkan oleh makhluk halus yang mengikutinya," tutur Samsul.

Karel menyimak semuanya sampai akhir. Ia sama sekali tidak menyela, karena tahu bahwa Samsul saat itu tidak sedang bermain-main mengenai hal yang dia sampaikan.

"Siapa nama adik kelasmu itu, Sul?"

"Adrian. Namanya Adrian Rianto, dari kelas 10-2."

"Terus, apakah kemarin kamu melihat jelas makhluk halus yang mengikuti Adrian?"

"Iya, Rel. Aku melihat sangat jelas wujud makhluk halus yang mengikuti Adrian. Adrian diikuti oleh setan jerangkong, Rel, dan di sekitar sosok jerangkong itu penuh sekali dengan asap hitam," jelasnya.

Kedua mata Karel pun mendadak membola, usai mendengar seperti apa wujud makhluk halus yang dilihat Samsul. Ia tahu persis bahwa keberadaan setan jerangkong bukanlah pertanda kemunculan makhluk halus biasa. Ada seseorang di sekitar Adrian yang sedang berupaya memperkaya diri, sehingga memuja setan jerangkong dan memberinya tumbal.

"Uhm ... kamu sudah tahu di mana rumah sakit tempat Adrian dirawat?" Karel Ingin memastikan.

"Belum, Rel. Nadin dan Ruby baru mendapatkan alamat rumah Adrian dari teman-teman sekelasnya. Rencananya, sepulang sekolah nanti aku akan pergi ke rumah Adrian dan bertanya pada tetangga terdekatnya tentang di mana dia dirawat," jawab Samsul.

Kedua mata Karel kini bersirobok dengan tatapan Revan yang tampak sedang mencarinya bersama Olivia. Ia langsung berpikir keras, agar bisa menutup telepon tanpa membuat Samsul merasa tersinggung.

"Oke. Kalau begitu aku akan menemui kamu dan Nadin di depan sekolah, setelah kalian pulang sekolah nanti. Aku tutup dulu teleponnya. Revan dan Oliv sedang menuju ke arahku. Assalamu'alaikum," pamitnya.

"Ya. Wa'alaikumsalam."

Setelah sambungan telepon itu terputus, Karel segera menghapus jejak panggilan yang tertera. Karena seperti biasa, ia tahu persis kalau Olivia akan langsung merebut ponselnya untuk mencari tahu dengan siapa ia bicara melalui telepon.

Olivia benar-benar melakukan hal itu. Ponsel Karel kini sudah ada di tangan Olivia, dan gadis itu segera memeriksa jejak panggilan pada ponsel tersebut. Revan ingin melarangnya, namun Karel memberi tanda pada Revan untuk membiarkan Olivia melakukan hal tersebut.

"Kenapa Ibumu menelepon? Bukankah seharusnya Tante Ziva tahu, kalau kamu hari ini ada jadwal siang ke kampus?" tanya Olivia.

"Ibuku hanya mau memastikan, apakah aku sudah tiba dengan selamat atau belum," jawab Karel.

Pemuda itu sama sekali tidak berbohong. Sebelum Samsul meneleponnya, Ziva telah lebih dulu meneleponnya untuk memastikan bahwa dirinya telah tiba di kampus dengan selamat. Jadi jika Olivia akan menelepon balik Ziva, maka sudah jelas gadis itu akan mendapat jawaban yang sama, seperti yang Karel berikan.

"Benarkah, Tante Ziva yang meneleponmu barusan dan bukan Samsul yang meneleponmu?" selidik Olivia.

"Liv, ayolah," bujuk Revan. "Untuk apa Samsul menelepon Karel siang-siang begini? Kamu tahu sendiri kalau jam segini berarti Samsul baru saja masuk kelas, setelah jam istirahat berakhir. Kita pernah satu sekolah dengan si kembar tiga dan Nadin. Jadi sudah jelas semuanya masih tetap sama."

"Aku hanya ingin memastikan, Van! Samsul terus saja menghindari aku, setelah dia mulai berhenti mengantar jemput aku kemarin. Makanya aku ...."

"Memangnya Samsul itu supir, pembantu, atau hamba sahayamu, hah? Kenapa kamu memperlakukan Samsul seakan dia wajib mengantar jemput kamu dan seakan kamu adalah majikannya? Kalau kamu butuh diantar jemput, carilah orang yang bisa digaji. Bukan memanfaatkan Samsul dan memperlakukan dia seakan wajib mengagungkan kamu seperti Ratu!" tegas Karel, mulai kesal dengan tingkah laku Olivia.

Olivia pun merasa kesal, setelah mendengar penilaian Karel tentang sikapnya terhadap Samsul. Gadis itu paling tidak suka kalah, terutama dalam urusan adu mulut.

"Heh! Dengar baik-baik, ya! Samsul itu ...."

"Bukan siapa-siapanya kamu, selain daripada anak sahabat baik Mamamu! " potong Karel, telak.

Olivia pun terdiam seketika. Karel benar-benar terlihat muak dengan kelakuan Olivia, sehingga Revan pun tidak berani melerai pertengkaran mereka. Jika ia melerai, maka sudah pasti Olivia akan merasa dibela dan Karel akan marah besar padanya karena dianggap membela orang yang sudah jelas bersalah.

"Samsul sudah menolak dijodohkan dengan kamu sejak dia masih SMP kelas 7! Kamu harusnya tahu diri dan tidak terus-menerus memaksa agar dia menerima perjodohan itu. Samsul juga punya hati, Oliv. Samsul berhak bahagia dengan pilihan hatinya sendiri. Dan pilihan hati Samsul bukanlah kamu. Camkan itu baik-baik!"

Karel pun segera merebut ponselnya dari tangan Olivia. Pemuda itu langsung pergi dan tidak lagi ingin peduli pada apa pun tingkah Olivia. Revan memilih mengikuti Karel, karena ia juga malas meladeni obsesi Olivia terhadap Samsul yang tidak pernah ada ujungnya.

"Menurutmu, dia belum tahu kalau Sandy yang selama ini punya perasaan terhadapnya?" tanya Revan, berbisik.

"Enggak tahu. Aku enggak mau tahu," jawab Karel, benar-benar tidak peduli.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

JERANGKONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang