12 | Ketahuan

501 56 58
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Tepat jam lima sore, rumah Nadin benar-benar menjadi tempat berkumpul. Alwan sudah berangkat ke kantor sejak setengah jam lalu, karena akan menuju ke bandara setelah mengikuti rapat di kantor bersama seluruh anggota timnya. Karin menyambut semua yang baru saja datang, lalu mengambil foto mereka diam-diam dan dikirimkan pada Alwan. Alwan memesankan hal tersebut sebelum berangkat. Jadi kini Karin berusaha memenuhi hal tersebut, agar Alwan bisa tenang saat tengah bekerja.

"Kenapa enggak ada yang undang Niki?" tanya Iqbal.

"Yang akan kita diskusikan ini tidak ada sangkut pautnya dengan cita-cita dan harapannya Niki, Iqbal. Jadi lebih baik Adikmu tetap di rumah saja, agar bisa duduk manis bersama Om Vanno dan Tante Rere. Dengan begitu, Keluarga Bareksa akan tetap damai sentosa sepanjang masa," jawab Karel.

"Lagi pula, takutnya Niki langsung tantrum saat mendengar pembicaraan kita soal setan. Nanti bukannya kita mendapat jalan keluar, yang ada malah nambah-nambah beban pikiran," tambah Samsul, sangat jujur.

"Aku juga bisa tantrum kalau sudah dengar pembicaraan soal setan," balas Iqbal.

"Alah! Tantrum apanya? Waktu itu Karel bilang selalu ada kuntilanak di ujung jalan menuju rumahmu. Kamu bukannya takut, malah kamu cari itu kuntilanak berhari-hari sampai kuntilanaknya memutuskan pindah tempat tinggal," omel Revan, sambil melirik sengit ke arah Iqbal.

Iqbal pun langsung tersenyum malu-malu siput, usai kelakuan absurdnya dibongkar oleh Revan. Reva--Adik bungsu Revan--segera menyodorkan selembar tisu kepada pemuda itu, agar bisa menyembunyikan wajahnya yang ganteng dengan aman.

"Sekarang jawab pertanyaanku," pinta Samsul, kepada Revan.

Tatapan Samsul tertuju dengan waspada pada kucing persia calico jantan, yang sedang dipeluk oleh Revan. Kucing itu selalu saja menatap sengit ke arah Samsul, apabila mereka bertemu.

"Kenapa Pangsit harus ikut kamu bawa ke sini, Van?"

"Lah, Karel juga bawa Siomay, tuh! Kenapa enggak kamu tanya juga?" sebal Revan, sambil mendekap Pangsit dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Meow! Grrrrh!" Pangsit pun menggeram ke arah Samsul.

Samsul berjengit ngeri saat mendengar geraman anak kedua Batagor dan Ketoprak tersebut. Dibanding dengan Siomay yang selalu kalem seperti Batagor, Pangsit jelas lebih mirip Ketoprak yang bar-barnya setengah mati.

"Ih! Galak betul kucing jantan satu ini," keluh Samsul, yang sudah takut kena cakar oleh Pangsit.

"Sudah ... sudah ...! Kalian itu setiap kali bertemu selalu saja adu mulut. Apa enggak capek, ya?" lerai Nadin.

"Aku yakin, mereka justru bakalan capek kalau disuruh diam, Nad," ujar Ruby.

"Ya! Tepat sekali, Ruby! Itu adalah tebakan yang sama sekali tidak meleset sedikit pun dari fakta," sahut Reva, membenarkan.

Nadin dan Ruby pun langsung tertawa. Reva kini sedang menatap sengit ke arah empat pemuda yang ada di dekat mereka, sehingga membuat keempat pemuda itu sadar diri sesadar-sadarnya.

"Duh, perutku sakit gara-gara ketawa," aku Ruby.

"Oke ... ayo langsung saja bicarakan inti permasalahannya. Jangan ngelawak lagi," ajak Nadin, sambil memegangi perutnya yang mulai kram.

Ruby segera mengeluarkan ponselnya, lalu memperlihatkan semua yang terjadi di rumah sakit, saat Adrian masih mengalami koma. Iqbal, Revan, dan Reva mengamati semuanya. Sosok setan jerangkong yang sengaja menampakkan diri pun ikut terekam sesekali di dalam video itu. Hal itu membuat Iqbal sangat penasaran dan segera ingin tahu lebih jauh.

JERANGKONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang