15 | Telepon Yang Terlambat

475 61 63
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Nak, Bunda ke minimarket depan dulu, ya. Ada beberapa bahan makanan dan bumbu yang habis," ujar Karin.

"Iya, Bun. Tapi, enggak apa-apa gitu, kalau aku di rumah saja? Soalnya yang lainnya belum pulang," Nadin meminta pertimbangan.

"Enggak apa-apa, kok. Kamu di sini saja. Aku yang akan ikut sama Bundamu ke minimarket depan. Boleh aku ikut, 'kan, Tante Karin?" pinta Ruby, seraya tersenyum sangat cantik.

Samsul tersenyum diam-diam saat menatapnya. Sebisa mungkin ia berusaha menahan diri untuk tidak memuji ataupun menggombali gadis itu, jika berada di depan orangtua. Ia merasa tidak enak dan takut dituduh telah berpacaran dengan Ruby. Bagaimana pun, Ruby selama ini sudah dirawat serta dibesarkan oleh Alwan dan Karin. Dan karena Alwan maupun Karin telah menetapkan bahwa Nadin ataupun Ruby tidak boleh berpacaran dengan siapa pun, maka dari itulah sebisa mungkin ia berusaha menjaga nama baik Ruby.

"Tentu saja boleh, Sayang. Ayo, kita pergi sekarang sebelum minimarketnya tutup," ajak Karin.

"Tante Karin, sebentar lagi kami akan pulang. Nanti kami pamit sama Nadin saja, apakah boleh?" tanya Revan.

"Iya, Nak Revan. Tentu saja, boleh. Ingat, hati-hati saat membawa kendaraan bagi yang membawa kendaraan ketika pulang nanti," pesan Karin, usai menjawab pertanyaan Revan.

"Baik, Tante Karin," jawab semuanya, kompak.

Setelah Karin pergi bersama Ruby, Revan dan Reva pun segera memakai sepatu mereka. Samsul dan Iqbal juga melakukan hal yang sama, karena mereka tidak ingin pulang terlambat ke rumah masing-masing.

"Kalau Tante Karin sudah tahu mengenai pekerjaan kita, apakah menurutmu orangtua kita juga tahu mengenai hal itu, Rel?" tanya Samsul.

"Sejak tadi tidak ada yang meneleponku dan mengingatkan untuk pulang cepat. Berarti itu tandanya orangtua kita sudah tahu mengenai apa yang kita kerjakan. Kalau kita belum punya pekerjaan, kita pasti sudah dituntut untuk pulang cepat dan tidak diperbolehkan berkeliaran," jawab Karel, sambil membelai lembut Siomay yang kini berada dalam dekapannya.

"Ah ... iya juga. Pantas saja ponselku sejak tadi sunyi senyap kayak kuburan. Padahal biasanya Mamak atau Bapakku sudah menelepon berulang-ulang saat malam, hanya untuk memastikan kalau aku dan Revan sudah ada di rumah," sahut Reva.

"Kalau ponselmu sunyi senyap kayak kuburan, itu artinya kamu masih jomblo dan belum punya ayang," sindir Samsul, yang kemudian berlari dari teras rumah Nadin menuju motornya.

Revan dan Karel segera menangkap tubuh Reva, agar tidak perlu mengejar Samsul dan membuatnya babak belur.

"Apa kamu bilang, Sul??? Coba diulang!!!" amuk Reva.

"Meow!!! Grrrrh!!!" Pangsit ikut mengomeli Samsul.

Samsul tidak menyahut. Ia hanya terkekeh geli saat melihat Reva dan Pangsit yang tersulut emosi. Pemuda itu segera memakai helm, lalu menstarter motor setelahnya.

"Nad, aku pulang dulu. Assalamu'alaikum," pamit Samsul.

"Wa'alaikumsalam, Sul," sahut Nadin, sambil berusaha untuk berhenti tertawa.

Setelah Reva tenang kembali, Karel dan Revan pun segera melepaskannya. Iqbal hanya bisa geleng-geleng kepala saat melihat kelakuan Reva yang bar-barnya na'udzubillah.

"Kalau begitu kami juga pulang dulu, ya, Nad. Kalau ada apa-apa segeralah telepon," ujar Revan, seraya meraih Pangsit ke dalam gendongannya.

"Iya, Van. Pasti aku akan telepon kalian semua meskipun ayam jantan masih enggan berkokok, jika ada hal yang genting," tanggap Nadin.

"Di sekitaran rumahku enggak ada ayam jantan, Nad. Adanya kuntilanak," sahut Iqbal.

"Kalau begitu, berharaplah aku enggak akan menyuruh kuntilanak itu untuk datang ke kamarmu dan membangunkan kamu dari tidur nyenyak, Bal," balas Nadin, seraya tersenyum sangat manis.

Setelah semua orang pulang, yang tersisa hanya Karel seorang. Karel baru akan pulang, setelah Karin dan Ruby kembali dari minimarket. Ia tidak mau Nadin tinggal di rumah sendirian tanpa teman, meskipun tahu kalau Nadin bisa menjaga diri dan bukan seorang penakut.

"Duh, aku numpang ke toilet dulu deh, sebelum pulang. Enggak lucu kalau nanti aku harus mampir ke toilet umum di tengah jalan, cuma gara-gara mau buang air kecil," ujar Karel.

"Ya udah, cepat sana ke toilet. Mumpung lagi enggak ada yang mau pakai toiletnya," sahut Nadin.

Setelah Karel masuk kembali ke dalam rumah, Karin dan Ruby tiba dari minimarket setelah selesai belanja. Nadin bangkit dari kursi teras rumah untuk menunggu keduanya di pagar, seraya membantu membawa belanjaan yang Karin pegang sejak tadi.

"Assalamu'alaikum," ujar Karin dan Ruby, kompak.

"Wa'alaikumsalam," jawab Nadin.

"Hanya tinggal Karel yang belum pulang, Nak?" tanya Karin.

"Tadinya dia juga sudah mau pulang, Bun. Tapi karena harus ke toilet dulu, maka niat pulangnya harus tertunda," jawab Nadin.

Mereka baru saja tiba di teras, ketika ponsel milik Ruby mendadak berdering. Ruby mengeluarkan ponselnya dari dalam saku, sementara Karin kini duduk sebentar di kursi teras sambil memeriksa kembali isi kantung belanja. Ruby segera mengangkat telepon dan tak lupa menyalakan tombol loudspeaker. Karel baru saja keluar dari rumah dan meraih Siomay, ketika Ruby mulai bicara dengan si penelepon.

"Halo, assalamu'alaikum. Ini dengan siapa?" sapa Ruby.

"Wa'alaikumsalam, Nak Ruby. I--ini ... ini saya, Ibunya Adrian," jawab Ester, dengan suara yang terdengar panik.

"Oh, Bu Ester. Ada apa, Bu? Apakah ada yang terjadi pada Adrian?" tanya Ruby.

Karel dan Nadin berusaha mendengarkan dengan seksama. Keduanya juga merasa penasaran setelah mendengar suara Ester yang panik.

"I--itu, Nak Ruby. Itu ... Adrian ... dia terkunci di kamarnya sejak waktu isya sudah lewat. Pintu kamarnya tidak bisa kami buka, Nak. Tolong," Ester memohon.

Karin pun ikut kaget, saat mendengar jawaban dari Ibunya Adrian saat itu. Namun ia tak bisa mengatakan apa-apa, karena sudah jelas ia tidak boleh ikut campur dengan pekerjaan yang sedang ditangani anak-anak saat itu.

"Terkunci, Bu? Terkunci di kamar rumah sakit?" Ruby berusaha mencari tahu lebih jelas.

"Bukan, Nak Ruby. Adrian terkunci di kamarnya yang ada di rumah kami."

"Adrian sudah pulang dari rumah sakit, Bu? Sejak kapan? Kenapa Bu Ester tidak segera memberi tahu kami?" Ruby kini mulai merasakan panik.

"Itu ... tadi ... kami pikir ...."

"Kami akan segera ke sana, Bu Ester. Bu Ester menunggu saja di halaman depan rumah," saran Karel.

Pemuda itu segera mengeluarkan ponselnya, untuk menghubungi anggota tim yang sudah pulang.

"Aku akan hubungi Revan, Samsul, dan Iqbal. Kutunggu kalian di mobil. Segeralah bersiap," titah Karel.

Nadin dan Ruby pun menatap ke arah Karin. Kedua gadis itu tampak sedang memikirkan cara meminta izin yang tepat, agar Karin memberi mereka izin untuk pergi meski sudah larut malam.

"Kalian kenapa malah melamun? Cepat masuk ke dalam dan ambil semua hal yang kalian butuhkan. Tidak usah banyak memikirkan hal lain, selain apa yang harus kalian tuntaskan malam ini juga," ujar Karin, mengingatkan apa yang menjadi tanggung jawab kedua gadis itu saat ini.

"I--iya, Bun. Aku sama Ruby akan ambil ransel dan keperluan dulu di dalam," tanggap Nadin, kembali tersadar.

Setelah Nadin dan Ruby mengambil semua hal yang mereka perlukan, keduanya segera berpamitan pada Karin dan masuk ke mobil milik Karel. Karin tak berhenti mendoakan mereka, agar apa pun yang akan mereka hadapi nantinya bisa segera diatasi tanpa hambatan.

ISTRIKU
Mas, Nadin dan Ruby baru saja pergi bersama Karel. Mereka bertiga akan bertemu dengan yang lainnya di rumah orangtua Adrian untuk menyelesaikan pekerjaan malam ini.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

JERANGKONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang