27 | Akhirnya Tahu

885 80 75
                                        

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Karel mengantar Nadin dan Ruby sampai di depan pagar rumah. Ia menoleh ke belakang ketika sampai, lalu mencoba pelan-pelan membangunkan kedua gadis yang sudah ketiduran sejak tadi di kursi belakang.

"Nad, bangun Nad. Kita sudah sampai," ujar Karel, sambil mengguncang pelan bahu Nadin.

Nadin pun terbangun, lalu menyadari bahwa ternyata mereka telah sampai di rumahnya. Ia segera membangunkan Ruby, agar gadis itu juga terbangun dari tidurnya.

"Thank's, ya, Rel," ucap Nadin.

"Iya, sama-sama. Jangan lupa untuk langsung istirahat. Takutnya kalian berdua besok enggak fit saat pagi dan enggak bisa ke sekolah," saran Karel.

"Siap, Bapak Karel Wiratama," sahut Ruby, dengan kedua mata setengah terpejam.

"Oke. Kita langsung turun, ya. Bye, Karel," pamit Nadin.

"Ya. Bye juga, Nad," balas Karel.

Karin membukakan pintu, saat Nadin dan Ruby akhirnya tiba di rumah. Jam telah menunjukkan pukul setengah dua pagi ketika Karin melihat jam dinding. Karel langsung pulang tanpa mampir lebih dulu kali itu, karena sudah terlalu lelah. Kedua gadis yang baru masuk ke rumah itu langsung ambruk di sofa ruang tengah, ketika Karin baru saja selesai memeriksa pintu dan menguncinya dengan rapat.

"Loh, kalian mau tidur di sini? Tidak mau bersih-bersih dan ganti baju dulu?" tanya Karin.

"Iya, Tante. Kami langsung tidur saja di sini," jawab Ruby, sudah hampir terlelap.

"Besok saja bersih-bersih dirinya, Bunda. Aku capek," tambah Nadin, yang juga hampir terlelap seperti Ruby.

Karin pun tersenyum saat melihat wajah kedua gadis itu. Ia segera membuka lemari yang ada di kamar tamu untuk mengambil selimut, kemudian menyelimuti Nadin dan Ruby. Ia tahu mereka lelah, jadi ia tidak akan memaksa mereka untuk melakukan kegiatan lagi setelah terkapar di sofa seperti itu.

* * *

Pagi harinya, Karin sangat kaget karena ternyata Nadin dan Ruby tetap akan pergi ke sekolah. Kedua gadis itu sedang bersiap-siap di lantai atas, dan kemungkinan tak lama lagi mereka akan segera turun. Nadin turun paling awal dan langsung mengecup pipi Karin seperti biasanya. Karin pun tersenyum dan balas mengecup pipi putri kesayangannya tersebut.

"Kamu yakin, mau tetap pergi ke sekolah? Semalam kamu begadang sampai jam setengah dua pagi karena mengurus pekerjaan. Apakah kamu tidak lelah, Sayang?" tanya Karin.

"Aku dan Ruby tetap harus datang ke sekolah, Bun. Karena hari ini akan ada tugas yang akan dinilai langsung oleh Bu Fifi. Lagi pula, aku dan Ruby tetap harus ke sekolah, soalnya takut Samsul uring-uringan karena tidak bisa melihat Ruby satu hari ini," jawab Nadin, sambil mengulum senyum.

Karin terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya menunjukkan ekspresi tak percaya yang diiringi dengan senyuman.

"Hah? Apa? Maksudnya ... Samsul suka sama Ruby dan mereka sudah ...."

"Mereka enggak pacaran, kok, Bun. Jangan khawatir," potong Nadin, agar Karin tidak salah paham. "Samsul memang suka sama Ruby sejak mereka bertemu pertama kali di rumah Om Rasyid. Samsul juga sudah mengutarakan perasaannya sama Ruby, dua hari lalu. Tapi Samsul enggak mengajak Ruby pacaran. Samsul hanya ingin Ruby tahu soal perasaannya, lalu dia akan menunggu sampai Ruby lulus SMA. Karena setelah itu, Samsul akan langsung melamar dan menikah dengan Ruby."

"Ah ... begitu rupanya. Berarti, Samsul masih harus menunggu dua tahun lagi, ya? Semoga saja tidak ada halangan yang akan menghalangi niat baiknya terhadap Ruby," harap Karin.

"Aamiin yaa rabbal 'alamiin. Semoga doanya Bunda untuk Samsul dan Ruby dikabulkan," tanggap Nadin, penuh ketulusan.

Pukul sebelas siang itu, Alwan akhirnya tiba di rumah. Pekerjaan pria itu sudah selesai, sehingga dirinya bisa cepat pulang seperti biasa. Karin menyambutnya dengan pelukan hangat yang masih sama seperti dulu. Hal itu membuat perasaan yang Alwan miliki tak pernah memudar, meski waktu benar-benar telah berlalu selama tujuh belas tahun. Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah, setelah Alwan memastikan bahwa mobil yang dibawanya telah benar-benar terkunci.

"Nadin dan Ruby tetap pergi ke sekolah, Dek?" tanya Alwan, seraya melepas sepatunya di teras.

"Iya, Mas. Mereka berdua tetap pergi ke sekolah tepat waktu pagi tadi. Nadin bilang mereka tetap harus datang ke sekolah karena akan ada tugas yang dinilai langsung oleh Guru mata pelajaran terkait. Selain itu, Nadin bilang mereka tetap harus ke sekolah, karena takutnya Samsul uring-uringan karena tidak melihat Ruby satu hari," jawab Karin, sambil menahan tawanya.

Alwan kini berusaha mencerna jawaban yang Karin berikan. Ia sedang mencoba memahami arti dari 'uring-uringan' yang Samsul alami jika tidak melihat Ruby. Keduanya masuk ke dalam rumah, lalu duduk bersama di ruang tamu.

"Itu ... maksudnya ... Samsul ...."

Karin pun mengangguk. Ia segera menuangkan teh melati untuk Alwan, agar perasaan Alwan kembali nyaman setelah tiba di rumah.

"Serius, Dek? Maksudnya, Samsul menyukai Ruby dan sudah lama memendam perasaannya?"

"Iya, Mas Alwan. Benar sekali. Samsul menyukai Ruby sejak pertama kali kita membawanya ikut bertamu ke rumah Rasyid dan Tari, beberapa tahun lalu. Kalau tidak salah, saat itu Ruby dan Nadin baru masuk SMP. Ruby juga baru tinggal bersama kita setelah kedua orangtuanya meninggal dunia beberapa minggu sebelumnya. Jadi tepatnya, satu tahun setelah Samsul menolak dijodohkan dengan Oliv, barulah Samsul memiliki perasaan terhadap Ruby yang ditemuinya di rumah Rasyid dan Tari. Uhm ... bisa dibilang, itu adalah jatuh cinta pada pandangan pertama bagi Samsul," jelas Karin.

Alwan pun langsung mengulum senyumnya, agar tidak berubah menjadi ledakan tawa. Ia memilih segera minum teh yang sudah Karin tuangkan ke dalam cangkir, untuk meyakinkan diri bahwa ia tidak sedang mendengarkan dongeng anak remaja.

"Jadi ... ekhm ... mereka sekarang pacaran?" duga Alwan.

Karin menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat Alwan semakin merasa penasaran dan ingin tahu lebih jauh.

"Samsul tidak akan mengajak Ruby menjalin hubungan pacaran, Mas. Samsul tahu bahwa kita berdua memberi larangan pada Nadin dan Ruby terkait hal itu. Menurut Nadin, Samsul lebih memilih mengutarakan perasaanya pada Ruby, agar Ruby tahu secara terbuka. Dan setelah Ruby tahu mengenai perasaan Samsul terhadapnya, sekarang Samsul sedang menunggu sampai Ruby lulus SMA. Karena setelah Ruby lulus SMA, Samsul akan langsung melamar Ruby dan menikah dengannya."

Alwan pun mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tidak berkomentar, namun lebih memilih segera mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang.

"Halo. Assalamu'alaikum, Al. Ada apa?" tanya Rasyid.

"Wa'alaikumsalam, Ras. Aku cuma mau tanya, sore nanti apakah kita bisa membuat acara di rumahmu? Aku akan bawa lima ekor ayam, agar kita bisa membuat ayam bakar," saran Alwan.

"Eh ... tumben kamu yang menawari? Biasanya harus aku duluan yang berinisiatif," heran Rasyid.

"Bisa atau tidak, Ras? Kalau tidak bisa aku akan hubungi Raja atau Mika, lalu ...."

"Bisa!!!" potong Rasyid, penuh semangat. "Pokoknya bisa! Jam empat, datanglah ke sini dan jangan lupa bawa ayamnya."

"Oke, sip. Jangan lupa hubungi yang lain, ya, agar mereka semua juga bisa datang," pinta Alwan.

"Siap! Laksanakan, Bapak Alwan Sadewa!"

Setelah sambungan telepon itu terputus, kini Alwan menatap ke arah Karin seraya tersenyum sangat manis.

"Coba jawab aku dengan jujur, Mas. Mas Alwan punya niatan mau menjahili Ruby, Samsul, atau Mika?" tanya Karin, yang bisa menebak ke arah mana jalan pikiran Alwan saat itu.

"Mas mau jahil sama yang lagi kasmaran, Dek," jawab Alwan, sambil mengulum senyum.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

JERANGKONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang