- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Iqbal tiba di rumah tepat jam sembilan malam. Motor yang ia kemudikan segera disimpan ke dalam garasi. Ia berjalan santai setelah memeriksa kembali pagar rumah, untuk memastikan bahwa pagar itu sudah terkunci dengan benar.
"Assalamu'alaikum," ucap Iqbal, ketika masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikumsalam," jawab seluruh anggota Keluarga Bareksa yang sedang berkumpul di ruang tengah.
"Kamu dari mana, Nak? Kenapa jam segini baru pulang?" tanya Rere.
"Aku dari rumah Nadin, Bu. Tadi diundang ke sana sama Samsul untuk membicarakan sesuatu. Karel, Revan, dan Reva juga datang, kok," jawab Iqbal, seraya membuka jaket yang ia kenakan.
Vano kini menatap ke arah Iqbal, setelah menyimpan berkas-berkas yang sedang ditinjaunya ke atas meja. Niki juga berbalik dan tampak antusias ingin mendengar cerita dari Iqbal.
"Kalian membicarakan apa? Apakah ada sangkut pautnya dengan kelebihan Karel dan Samsul?" tanya Vano.
"Dan juga Nadin," tambah Niki. "Nadin juga bisa merasakan energi negatif dari makhluk halus, sehingga dia selalu tahu jika ada makhluk halus yang datang ke sekitarnya."
Iqbal mencoba untuk menahan tawa, usai mendengar bagaimana cara Niki menjabarkan soal kelebihan Nadin.
"Karel atau Samsul bilang padamu atau tidak, soal makhluk seperti apa yang kali ini mereka lihat?" tanya Ambar, ikut seantusias Niki.
"Memangnya Mama perlu banget tahu, ya, soal wujud makhluk halusnya?" tanya Vano, yang masih terbayang dengan malam menyeramkan ketika Rere terserang teluh kain kafan.
"Kenapa harus kamu tanya lagi? Mamamu 'kan memang selalu saja penasaran dengan makhluk halus, sejak dia ikut serta menguatkan Rere agar terlepas dari teluh," sahut Ramadi.
Iqbal pun duduk di sebelah Niki dan membiarkan gadis itu memeluknya dengan erat.
"Ayo, Bang. Cerita, dong," rajuk Niki.
Iqbal pun terkekeh pelan saat melihat bagaimana ekspresi wajah Niki.
"Kamu kok penasaran banget, sih? Abang sebenarnya ingin cerita. Tapi masalahnya, Karel bilang jangan cerita sama siapa pun karena yang kami bicarakan tadi adalah urusan pekerjaan. Jadi, maaf. Abang enggak bisa cerita sama kamu kali ini," jelas Iqbal, seraya membelai lembut rambut Niki.
Niki pun melepas pelukannya dari tubuh Iqbal, lalu berusaha mencari kebohongan dalam setiap ucapan Iqbal malam itu. Sayangnya, Niki tahu persis bahwa itu bukanlah perkara bohong. Ia pun seketika tersenyum, saat tahu kalau akhirnya Iqbal--yang memiliki jiwa petualang sangat besar--telah mendapatkan pekerjaan impiannya selama ini.
"Congrats, ya, Bang. Semoga Abang betah dengan pekerjaan barunya Abang, tidak akan malas-malasan lagi, dan tidak akan melepaskan tanggung jawab apa pun yang nanti akan Abang pegang," doa Niki, tulus.
Baru saja Iqbal akan menjawab doa dari Niki, ponselnya mendadak berdering. Hal itu membuatnya segera mengeluarkan benda pipih tersebut dari saku celananya.
"Halo. Assalamu'alaikum, Rel," sapa Iqbal.
Iqbal pun mendengarkan dengan seksama yang Karel katakan saat itu.
"Hah??? Adrian sudah pulang dari rumah sakit sejak sore tadi? Kok orangtuanya enggak langsung telepon Ruby?" panik Iqbal, seraya memakai jaketnya kembali.
Vano dan Rere pun langsung tahu, bahwa Iqbal akan pergi lagi untuk mengurus pekerjaannya malam itu.
"Ya, sudah. Aku jalan sekarang juga. Eh ... Samsul gimana? Dia diperbolehkan keluar malam sama Tante Santi, 'kan?"
Iqbal segera mencium tangan kedua orangtua serta Kakek dan Neneknya, lalu menyambar kunci motor dari atas meja ruang tengah.
"Hati-hati di jalan, Bang!" pesan Niki.
"Iya, Nik! Aku pergi dulu! Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumsalam!" sahut semua orang.
Vano dan Rere pun saling pandang satu sama lain, setelah Iqbal pergi.
"Mulailah beradaptasi, Sayang. Nanti lama-lama Iqbal akan pergi sangat jauh menggunakan pesawat, seperti yang biasa dilakukan oleh Ziva dan Raja," ujar Vano.
"Ya, sepertinya memang harus begitu. Mungkin besok aku harus membelikan Iqbal sebuah koper. Kita tidak tahu, kapan pergi jauhnya akan segera dimulai," tanggap Rere, sangat santai.
Samsul turun dengan terburu-buru dari lantai dua, sambil membawa helm dan tas kecil yang pernah Mika hadiahkan untuknya. Ia segera berpamitan pada Santi, Clarissa, dan Federick ketika tiba di bawah.
"Aku pergi dulu, Mi, Oma, Opa. Nanti aku kabari kalau sudah sampai di tempat tujuan," ujar Samsul.
"Ingat, lakukan pekerjaanmu dengan teliti. Jangan terburu-terburu, meskipun waktu yang kamu hadapi sudah menipis," Federick mengingatkan.
"Baik, Opa. Insya Allah aku pasti akan melakukan semuanya dengan teliti. Aku tidak akan ceroboh," janji Samsul.
Santi pun memeluk Samsul sejenak, lalu melepasnya kembali seraya tersenyum.
"Hati-hati saat bawa motor, ya. Jangan terlalu ngebut meski kamu memang harus tiba di tujuan secepat mungkin," pesan Santi.
"Iya, Mi. Insya Allah aku tidak akan ngebut. Aku pergi dulu. Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam, Nak."
Samsul keluar rumah dan segera menaiki motornya yang terparkir di halaman. Ia memakai helm sebelum akhirnya menyalakan mesin motor tersebut. Sammy dan Sandy menatap kepergian Samsul malam itu dari balkon depan lantai dua. Keduanya masih kaget, saat Mika mendadak mengabari Santi, bahwa Samsul akan mulai menjalani pekerjaan seperti yang selama ini Mika jalani. Mereka tidak menyangka kalau hal itu adalah hal yang benar-benar terjadi, sampai saat keduanya mendengar Karel menghubungi Samsul dan memberi kabar soal Adrian.
"Kita berdua enggak dilibatkan oleh Karel," ujar Sandy.
"Karena kamu problematik dan aku harus tetap ada di posisi netral, untuk menjaga kestabilan emosimu. Aku yakin, Oliv juga enggak dilibatkan oleh Karel karena dia sama saja seperti kamu. Problematik," balas Sammy, apa adanya.
Sandy pun tersenyum sinis.
"Tapi Karel lebih memilih melibatkan Iqbal, Revan, Reva, dan Ruby yang sama sekali tidak punya kemampuan seperti kita."
"Papi juga tidak punya kemampuan. Tapi Tante Ziva selalu percaya padanya seratus persen dan tidak meragukannya meski hanya satu kali. Dan bukan hanya Papi. Tante Hani, Om Rasyid, dan Tante Tari juga tidak memiliki kemampuan sama sekali. Bayangkan, yang memiliki kemampuan dalam tim itu hanyalah Tante Ziva, Om Raja, dan Om Alwan, meski Om Alwan hanya bisa merasakan energi negatif dari makhluk halus dan tak bisa melihat keberadaannya. Tante Ziva tetap percaya pada Papi, San, sama seperti dia percaya pada Om Alwan dan Om Raja. Mungkin, tadinya Karel akan memilih kamu dan aku untuk menjadi bagian dari timnya. Tapi karena kita berdua tidak bisa memiliki pikiran sejalan dengan Karel dan Karel tidak bisa menaruh kepercayaan pada kita, maka dari itulah hanya Samsul yang dia pilih."
Sammy dan Sandy pun kini saling menatap satu sama lain, setelah berbicara panjang lebar mengenai berbagai kemungkinan.
"Pikirkan baik-baik, Sandy. Pikirkan baik-baik dan mulailah merenung. Kadang, menyimpan banyak rasa benci terhadap seseorang akan mempengaruhi sikap dan sifat kita tanpa disadari. Hal itulah yang akan menghalangi kita untuk biasa meraih sesuatu yang kita inginkan. Cobalah berdamai dengan Samsul. Toh, Samsul sudah lama sekali menolak perjodohan dengan Oliv. Dia sekarang sudah memilih seseorang yang akan menjadi tempat perasaannya berlabuh suatu saat nanti. Kalau memang kamu ingin menarik perhatian Oliv, langsung saja lakukan dan tunjukkan di depannya," saran Sammy.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
JERANGKONG
Horror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 1 Perasaan Samsul dan Nadin sangat tidak enak, ketika mendengar kabar bahwa seorang pemuda dari kelas 10 di sekolah mereka mendadak mengalami koma. Padahal sehari sebelumnya, mereka melihat pemuda itu masih sehat...