24 | Menunjukkan Jalan

438 57 59
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Ester masih saja gelisah sejak tadi. Ia terus saja mendengar suara Adrian yang tampaknya sedang muntah-muntah di kamarnya. Sejujurnya, ia ingin sekali pergi ke kamar putranya dan melihat langsung keadaannya. Hanya saja, Rizwan melarang dan memintanya untuk tetap diam di teras rumah.

"Biarlah Adrian ditangani sepenuhnya oleh mereka, Ma. Kita di sini saja dan menunggu hasilnya. Lagi pula, sebentar lagi Polisi akan datang ke sini. Kita harus memberikan penjelasan pada mereka, karena kita yang memanggil mereka agar bisa membantu penangkapan Pak Sujiro," ujar Rizwan.

"Mama benar-benar menyesal, Pa. Mama masih menyesali keputusan kita tadi sore. Harusnya Mama tidak menganggap perkara yang terjadi pada Adrian sebagai perkara biasa. Andai Mama tidak berpikiran begitu, maka mungkin keadaan Adrian tidak akan menjadi separah saat ini," ungkap Ester, tak kunjung bisa berhenti menangis.

Rizwan pun duduk dengan tubuh yang terasa lemas. Apa yang terjadi padanya tadi--akibat diserang oleh setan jerangkong--sama sekali tidak setara dengan yang terjadi pada Adrian. Ia juga menyesali keputusan sesaat itu, sore tadi. Padahal tanpa ia tahu, Adrian telah kembali diincar oleh setan jerangkong sejak baru tiba di rumah. Bisa saja Adrian benar-benar menjadi tumbal pesugihan, jika tadi Adrian tidak cepat ditangani.

"Papa juga menyesali hal itu, Ma. Papa juga sangat menyesal. Maka dari itulah Papa mengatakan, agar sebaiknya Adrian kita serahkan saja pada yang benar-benar bisa menangani. Kita sama sekali tidak punya daya untuk mengusir setan seperti yang mereka lakukan, Ma. Mama lihat sendiri yang terjadi pada Papa tadi. Papa sudah berusaha untuk bertahan di depan kamar Adrian agar setan jerangkong itu tidak berhasil masuk. Tapi nyatanya, tanpa dia masuk pun Adrian tetap saja berhasil disentuh, Ma. Jadi untuk menebus kesalahan karena tidak segera menghubungi Nak Ruby, Papa memilih untuk memasrahkan Adrian di tangan mereka."

Ester pun berusaha menyeka airmatanya. Nadin sengaja tidak keluar dan lebih memilih menunggu di ruang tamu. Menurutnya, tidak mengganggu pembicaraan Ester dan Rizwan adalah hal paling tepat yang harus dilakukan, agar keduanya tidak saling menyalahkan atas apa yang terjadi pada Adrian.

NADIN
Aku masih menunggu Polisi datang ke sini, Bal. Pak Rizwan sudah memanggil Polisi sejak tadi, dan mungkin tidak lama lagi akan segera tiba di sini.

IQBAL
Kalau begitu, segeralah arahkan para Polisi yang datang ke arah hutan di belakang rumah Pak Rizwan setelah mereka datang. Terus saja berjalan di jalan setapak yang terlihat dari pintu belakang rumah Pak Rizwan, karena rumah Kakek tua ini ada tepat pada ujung jalan setapak itu.

NADIN
Apakah sudah ada kabar dari Karel atau Ruby?

IQBAL
Belum ada, Nad. Karel sedang mengejar setan jerangkong, sementara Ruby mendapat tugas sendiri dari Karel. Aku dan Reva saat ini hanya sedang menjaga si Kakek tua ini agar tidak bisa melarikan diri.

NADIN
Kalau dia mencoba melarikan diri, ikat saja di pohon kuat-kuat. Kalau dia masih berusaha kabur, ikat kakinya dan gantung di pohon secara terbalik. Kaki di atas, kepala di bawah.

IQBAL
HUA-HA-HA-HA-HA-HA!!! Astaghfirullah sekali saranmu itu, Nad. Sama sekali tidak ada manis-manisnya. Aku enggak nyangka kalau kamu akan memberi saran seperti itu.

NADIN
Aku tidak suka bersikap manis pada manusia yang hobi main pesugihan seperti Kakek tua itu, Bal. Jadi tolong dimaklumi kalau aku menyarankan sesuatu yang bisa membuat kamu beristighfar sepanjang waktu.

Polisi yang dihubungi oleh Rizwan tiba tak lama kemudian. Rizwan dan Ester mencoba menjelaskan duduk perkaranya, agar keadaan yang terjadi saat itu tidak membuat bingung para Polisi tersebut. Salah satu Polisi yang datang segera mendekat pada Nadin, ketika melihat gadis itu keluar dari rumah orangtua Adrian.

"Kamu Nadin Sadewa, 'kan? Anak dari Dokter Alwan Sadewa?"

Nadin menatap Polisi itu selama beberapa saat, seraya membaca nama yang tertera pada baju seragamnya.

"Angga Ardika. Apa Bapak ini kenal sama Ayah, ya? Tapi, Ayah kenal dia dari mana kira-kira?" batin Nadin.

"Kamu sama siapa ke sini? Sama Ayahmu?" tanya Angga, sekali lagi.

"Uhm ... enggak, Pak. Saya ke sini bersama rekan-rekan kerja. Kami ... sedang mengurus putra dari Bapak dan Ibu itu, karena putra mereka hampir menjadi tumbal pesugihan. Kebetulan, Putra mereka adalah Adik kelas saya," jawab Nadin.

"Rekan-rekan kerja? Berarti Karel juga ikut ke sini? Mana dia?"

"Sedang mengejar setan jerangkong, Pak, di hutan belakang rumah ini. Bapak kenal juga sama Karel?" Nadin balik bertanya.

"Iya. Jelaslah saya kenal. Ayahmu dan Ayah-Ibunya Karel sering bekerja sama dengan saya, jika ada kasus yang terkait dengan teluh. Saya juga sering sekali melihat foto-foto kalian jika sedang menumpang naik salah satu mobil orangtua kalian. Jadi wajar jika saya bisa mengenali kamu dengan cepat," jawab Angga, sambil tertawa.

Nadin pun akhirnya tersenyum, usai mendengar jawaban yang Angga berikan.

"Oh ya, siapa-siapa saja yang menjadi rekan satu tim dengan kamu selain Karel?"

"Salah satu dari si kembar tiga, Samsul Kanigara. Lalu sepupu Karel dari pihak Neneknya, Kakak-beradik, Revan dan Reva Rahadi. Ada juga sahabat saya, yang bernama Ruby Ayriza. Terakhir, ada sepupu Karel dari pihak Kakeknya, yaitu Iqbal Bareksa."

"Oh ... Oliv, Sammy, dan Sandy tidak termasuk rupanya. Wah, itu jelas berada di luar dugaan saya selama ini."

Nadin sudah tahu bahwa Angga akan memberi penilaian soal itu. Hal itu menandakan bahwa Angga memang benar-benar sudah sering sekali bekerja sama dengan orangtuanya, untuk menangani kasus-kasus tidak masuk akal.

"Mari, Pak. Saya akan menunjukkan jalan menuju ke rumah si pelaku pesugihan. Saat ini pelaku sudah berhasil diamankan oleh rekan saya, yaitu Iqbal dan Reva. Sementara Karel dan Ruby masih mencoba mengejar setan jerangkong sekaligus menghancurkan ritual pesugihan yang dilakukan oleh pelaku," ajak Nadin.

"Bagaimana dengan Samsul dan Revan? Mereka ada di mana?" Angga ingin tahu.

"Ada di kamar korban, Pak. Mereka saat ini sedang meruqyah korban."

Angga pun segera mengajak beberapa orang anak buahnya untuk ikut menuju ke hutan belakang rumah itu. Nadin benar-benar menunjukkan jalan dan kini sedang menyusuri jalan setapak, seperti yang sudah Iqbal arahkan melalui WhatsApp. Angga mengikuti langkahnya sambil menyenter jalanan yang gelap tersebut, agar tidak ada yang salah pijak dan jatuh ke dalam kubangan air.

"Agak bersabar, ya, Pak. Letak rumah si pelaku pesugihan itu agak jauh dari sini," ujar Nadin.

"Iya, Nak Nadin. Tidak apa-apa. Kami akan tetap mengikuti," jawab Angga, yang sudah terbiasa berjalan sangat jauh ke dalam hutan bersama tim pematah teluh selama bertahun-tahun.

* * *

JERANGKONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang