22 | Keterangan Orangtua Adrian

415 56 21
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Mendengar bahwa Revan telah siap untuk meruqyah Adrian, Nadin pun langsung teringat pada Rizwan yang tadi sempat terlihat olehnya. Rizwan telah kembali sadar dari pingsan dan mungkin kini membutuhkan bantuan untuk tetap tenang, selama proses ruqyah terhadap Adrian berlangsung.

"Aku akan keluar dan menemui kedua orangtua Adrian. Tadi kulihat Pak Rizwan sudah sadar dari pingsan," ujar Nadin.

"Pa--Papaku? A--ada apa de--dengan, Papaku?" tanya Adrian, terlihat kaget di tengah rasa sakit yang sedang ditahannya.

Samsul langsung menepuk-nepuk pundak Adrian dengan tegas.

"Sudah, jangan pikirkan hal lain dulu untuk saat ini. Papamu baik-baik saja, Insya Allah. Dia tadi hanya pingsan, meskipun kami belum ada yang tahu apa penyebab pingsannya Papamu," ujarnya.

"Maka dari itulah aku akan keluar dulu dan menemui mereka. Aku harus menanyakan pada Papamu, apa yang menjadi penyebab pingsannya tadi," tambah Nadin.

Nadin kini menatap ke arah Revan, seakan sedang meminta persetujuan tentang apa yang baru saja ia katakan. Revan mengangguk, ketika tatapnya bertemu dengan tatapan mata Nadin. Itu menandakan bahwa ia setuju jika Nadin ingin menemui kedua orangtua Adrian, untuk mencari tahu mengenai alasan Rizwan bisa pingsan di depan pintu kamar pemuda tersebut. Setelah mendapat persetujuan, Nadin pun segera keluar dari kamar. Yang tersisa di sana saat ini bersama Adrian hanyalah Revan dan Samsul.

Ester dan Rizwan melihat kedatangan Nadin. Saat itu Rizwan sedang meminum teh panas yang baru saja dibuat oleh Ester, untuk menghangatkan perutnya yang sejak tadi terasa begitu dingin.

"Silakan duduk, Nak Nadin," ujar Ester.

"Terima kasih banyak, Bu Ester," ucap Nadin, yang kemudian duduk pada sofa tunggal.

Ester pun duduk di samping Rizwan. Wajah Rizwan masih terlihat pucat, meski telah sadar dari pingsannya sejak tadi. Nadin mengeluarkan ponselnya, lalu menyiapkan alat perekam suara sebelum berbicara dengan Rizwan maupun Ester.

"Saat ini Adrian sedang dipersiapkan untuk menjalani ruqyah oleh kedua rekan saya. Saya sendiri saat ini bertugas untuk menanyakan beberapa hal kepada Bapak dan Ibu," jelas Nadin.

"Iya, Nak Nadin. Silakan tanyakan apa pun pada kami. Jika kami bisa menjawab, maka akan kami jawab dengan jujur," tanggap Ester, mewakili Rizwan yang masih mencoba menenangkan diri.

Nadin pun menganggukkan kepalanya. Ia kemudian meletakkan ponsel ke atas meja, agar Ester maupun Rizwan tahu bahwa ia akan merekam semua pembicaraan mereka. Jika ia tidak mengatakan apa-apa, ia merasa takut kalau keduanya akan keberatan dan memberinya cap tidak sopan.

"Baiklah, kalau begitu saya akan mulai bertanya. Pertama, jam berapa Adrian pulang dari rumah sakit dan tiba di rumah, Bu Ester?" tanya Nadin.

Sejenak Ester kembali terdiam. Kemungkinan ia masih merasa bersalah terhadap Adrian, karena tidak segera menghubungi Ruby setelah mereka tiba di rumah.

"Kami ... kami tiba di rumah sekitar jam setengah enam, Nak Nadin," jawab Ester, apa adanya.

"Apakah ada hal yang terjadi saat kalian baru saja tiba di rumah?"

Ester menggelengkan kepalanya, seraya menyeka airmata yang akhirnya kembali membasahi wajah wanita paruh baya tersebut.

"Sama sekali tidak ada, Nak Nadin. Semuanya sangat tenang seperti yang biasa kami rasakan. Tidak ada tanda-tanda bahwa setan jerangkong itu akan kembali. Maka dari itulah saya dan Suami saya sepakat untuk tidak menghubungi Nak Ruby."

Nadin memahami hal tersebut. Ester dan Rizwan pastinya sudah merasa lega, karena melihat Adrian yang kondisinya semakin membaik. Hal tersebut jelas membuat mereka tertipu dan lupa, bahwa kemungkinan setan jerangkong itu akan kembali masih ada.

"Lalu kapan tepatnya kejadian Adrian terkunci di kamar dimulai?"

"Setelah waktu shalat isya lewat, Nak Nadin. Kira-kira, satu atau satu setengah jam setelahnya."

"Bagaimana awalnya Bapak dan Ibu bisa tahu, bahwa pintu kamar Adrian terkunci?"

Ester pun menatap ke arah Rizwan. Karena tampaknya hanya Rizwan yang mengetahui kejadian tersebut, bukan Ester. Rizwan pun kini menatap ke arah Nadin.

"Awalnya Adrian menggedor-gedor pintu kamarnya dari dalam. Dia mencoba memanggil saya dan Mamanya sambil mengatakan, 'Pa, kenapa pintu kamarku dikunci? Ma, tolong buka pintunya'. Istri saya sedang berada di luar saat itu. Dia sedang memberi makan ikan koi yang ada di kolam depan. Hanya saya yang mendengar dia menggedor-gedor pintu kamarnya dan juga bicara begitu. Saya menyahut tidak lama setelah dia memanggil, sambil mengambil kunci cadangan dari dalam laci. Saya jawab, 'Papa dan Mama tidak mengunci pintunya, Nak. Tapi coba Papa buka dulu dari luar'. Lalu mulailah saya mencoba. Tapi anehnya kunci itu tidak mau masuk ke lubang kunci. Seperti ada yang mengganjal di lubang kuncinya. Tapi saya tidak menyerah, saya coba terus sambil saya panggil Istri saya agar ikut membantu. Istri saya baru sampai di dekat sofa itu, Nak, mendadak setan jerangkong muncul dari arah dapur dan menyerang saya. Tapi sebelum saya tidak ingat apa-apa lagi, saya masih sempat mendengar Adrian meminta tolong dari dalam kamarnya. Entah apa yang terjadi setelah itu, saya benar-benar tidak tahu lagi," jelas Rizwan.

"Saat Suami saya pingsan, saya segera menghubungi Nak Ruby. Saya benar-benar menyesal karena tidak menghubungi sejak awal, Nak Nadin. Saya menyesal," ungkap Ester.

Nadin pun segera mematikan rekaman suara yang masih berjalan. Ia kembali menggenggam ponselnya, namun belum beranjak dari hadapan Ester maupun Rizwan.

"Adrian tadi hampir saja berhasil dijadikan tumbal oleh si pelaku pesugihan. Andai saja kami juga terlambat sampai di sini, maka ada kemungkinan nyawa Adrian tidak akan tertolong," jelas Nadin, berusaha menyampaikan hal sebenarnya.

"Astaghfirullah," kaget Ester.

Rizwan segera mendekap istrinya tersebut, untuk membuatnya tenang kembali seperti tadi.

"Sekarang kami akan mencoba untuk meruqyah Adrian. Jadi ketika nanti Bapak dan Ibu akan mendengar teriakan-teriakan Adrian, saya harap kalian tidak perlu merasa cemas."

"Iya, Nak Nadin. Insya Allah kami ...."

"ARRRGGGHHH!!! SAKIT!!!" suara teriakan Adrian akhirnya terdengar jelas oleh mereka.

Rizwan dan Ester kini memasrahkan semuanya pada yang bisa membantu Adrian. Mereka tidak lagi ingin ada kejadian seperti tadi. Mereka hanya ingin Adrian kembali sehat dan tenang seperti sediakala.

Sebuah pesan masuk ke ponsel Nadin tak lama kemudian. Ia membuka pesan itu dan kedua matanya langsung membola akibat rasa tak percaya.

"Astaghfirullah hal 'adzim," lirih Nadin.

"Ada apa, Nak Nadin?" tanya Ester, di tengah kecemasan hatinya.

Nadin pun memperlihatkan sebuah foto yang dikirim oleh Iqbal kepadanya, kepada Ester dan Rizwan.

"Ini adalah si pelaku pesugihan yang hendak menjadikan Adrian sebagai tumbal. Dia ... bukankah dia seorang tukang kebun di rumah tetangga sebelah?" tanya Nadin.

"Ya Allah, Pa! Pak Sujiro pelakunya, Pa! Pak Sujiro!" Ester langsung histeris.

Rizwan kembali memeluk Ester kuat-kuat.

"Iya, benar. Dia memang tukang kebun. Tapi dia bukan tukang kebun tetangga kami, Nak Nadin. Dia hanya tukang kebun panggilan, yang hanya akan bekerja ketika dipanggil oleh yang membutuhkan jasanya," jelas Rizwan, mulai tidak menutupi amarahnya terhadap pelaku.

"Baiklah kalau begitu. Sekarang tugas Bapak dan Ibu adalah memanggil Polisi ke sini. Tampaknya rekan kerja saya sudah berhasil melumpuhkannya, meskipun belum ada kabar soal setan jerangkong yang menjadi sekutunya selama ini," pinta Nadin.

* * *

JERANGKONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang