Dear Diary, Apakah Aku Terlalu Banyak Menyerah?
Ada malam-malam ketika langit tampak begitu gelap, seolah-olah menyembunyikan bintang-bintang di balik selimut awan. Dan di bawah langit yang sama, di saat-saat sunyi seperti ini, aku sering bertanya-tanya... apa aku terlalu banyak menyerah?
Aku merasa seperti daun yang jatuh dari pohon—terombang-ambing oleh angin, melayang entah ke mana. Setiap kali aku mencoba untuk terbang lebih tinggi, angin kehidupan datang dan menghempaskanku lagi. Dan aku mulai berpikir, mungkin aku hanya terlalu lelah untuk mencoba. Mungkin menyerah adalah pilihan yang lebih mudah.
Hari ini, aku merasa kalah. Aku merasa seperti dunia terus berputar tanpa menungguku, meninggalkanku dalam keraguan dan ketidakpastian. Di luar sana, semua orang tampak begitu kuat, begitu teguh. Mereka terus berjalan dengan percaya diri, sementara aku merasa terjebak di tempat yang sama, menimbang-nimbang apakah aku harus maju atau mundur.
Kenapa semuanya terasa begitu berat? Kenapa mimpi-mimpi itu tampak begitu jauh? Apakah aku sudah terlalu sering menunda? Terlalu sering mencari-cari alasan? Atau mungkin aku terlalu takut untuk merasakan sakit, sehingga aku memilih untuk berhenti di tengah jalan, menyerah sebelum benar-benar berjuang.
Tapi, Dear Diary, saat aku menulis ini, aku sadar... hidup memang tak selalu berjalan seperti yang kita inginkan. Kadang kita harus tersandung, jatuh, dan merasakan sakit. Kadang kita harus menangis di tengah malam, merasakan kesendirian yang menusuk hingga ke tulang. Tapi bukankah justru dari sana kita belajar tentang arti kekuatan yang sebenarnya?
Aku mungkin terlalu sering menyerah, tapi aku tidak ingin menjadikan itu sebagai alasan untuk berhenti bermimpi. Aku ingin mengingatkan diriku bahwa setiap kali aku merasa ingin menyerah, itu adalah panggilan untuk kembali bangkit, untuk mencoba sekali lagi, bahkan ketika segalanya terasa mustahil.
Karena di balik setiap kekalahan, ada harapan yang tersisa. Seperti bintang-bintang yang tak terlihat di malam yang gelap, harapan itu selalu ada, meski terkadang tersembunyi di balik awan kesedihan. Aku hanya perlu mencari, menunggu hingga langit kembali cerah, dan bintang-bintang itu muncul dengan cahayanya yang redup namun pasti.
Dear Diary, aku tahu aku manusia. Aku tahu aku punya kelemahan. Tapi mungkin, kelemahan itu adalah bagian dari perjalanan ini. Bagian dari proses untuk menemukan siapa diriku sebenarnya, dan apa yang benar-benar aku inginkan.
Hari ini aku kalah, tapi aku tidak akan selamanya kalah. Hari ini aku menyerah, tapi aku tidak akan selalu menyerah. Aku ingin belajar untuk bertahan, meski terkadang jalannya sulit. Aku ingin merasakan setiap detik perjuangan ini, agar suatu hari nanti, ketika aku melihat ke belakang, aku bisa tersenyum dengan bangga.
Malam ini, aku hanya ingin menangis sejenak, mengakui bahwa aku lelah. Tapi setelah ini, aku akan kembali bangkit, mencoba lagi dengan segenap hati. Karena hidup ini bukan tentang seberapa sering kita jatuh, tapi seberapa sering kita berani bangkit lagi. Aku akan berjalan maju, meski langkahku pelan, meski kakiku terasa berat. Aku akan terus berjalan, hingga suatu hari nanti, aku bisa mengatakan pada diriku sendiri: "Aku sudah berjuang, dan aku tidak menyesalinya."
Dear Diary, terima kasih karena selalu ada. Malam ini aku akan tidur dengan satu harapan sederhana: semoga esok aku punya kekuatan untuk melangkah lagi, untuk tidak menyerah pada mimpi-mimpi yang aku punya. Karena aku tahu, di dalam hati ini, masih ada cahaya kecil yang bersinar, mengingatkanku bahwa aku bisa lebih dari ini.
Dan siapa tahu? Mungkin suatu hari nanti, aku akan menemukan bahwa setiap langkah yang kuambil, setiap perjuangan yang kulakukan, semuanya tidak sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Senja
PoetrySimfoni Senja - Lo pernah ngerasa hidup kayak soundtrack film yang terus berputar tanpa henti? Buku ini bakal ngajak lo menyelami simfoni kegalauan dan harapan yang bikin lo mikir, "Apa sih sebenernya arti semua ini?" Gak cuma sekadar buku motivasi...