Dear Diary,
Kadang aku berpikir, apa jadinya kalau aku bisa kembali ke masa lalu? Bisa nggak ya aku benerin semua kesalahan yang pernah aku buat? Tapi aku tahu, life doesn't work like that. Gak ada tombol rewind untuk mengulang waktu, gak ada kesempatan kedua untuk menghapus jejak-jejak kesalahan. Yang ada hanya satu hal: penyesalan.
Penyesalan itu... pahit, ya? It's like a shadow that follows you around, reminding you of every mistake, every wrong turn, every lost opportunity. Penyesalan itu seperti racun yang diam-diam merayap masuk ke dalam pikiran, bikin hati serasa tercekik. Tapi, aku sadar, penyesalan cuma bisa mengurungku dalam masa lalu kalau aku terus membiarkannya.
Kadang aku berkhayal tentang versi diriku yang lebih baik di masa lalu — the person who made different choices, who said the right things, who took the right paths. Aku membayangkan bagaimana kalau aku lebih berani, lebih gigih, lebih percaya diri. Mungkin, hidupku sekarang akan jauh lebih baik. Tapi di balik semua "mungkin" itu, ada satu kenyataan yang nggak bisa diubah: aku cuma punya hari ini. Just today.
Aku sadar, no matter how much I want to turn back time, aku gak bisa menghapus apa yang sudah terjadi. Tapi, aku bisa belajar. Aku bisa pilih untuk berhenti menangisi apa yang sudah hilang, dan mulai fokus pada apa yang masih bisa aku capai. Because what's the point of dwelling on the past, if it only makes you lose the future?
Ketika rasa penyesalan itu datang, aku sadar kalau penyesalan itu sebenarnya adalah tanda bahwa aku peduli. It's a reminder that I have a heart, that I have dreams and hopes that are worth fighting for. Penyesalan itu bikin aku merasa hidup, meski kadang terasa seperti luka yang belum sembuh. It pushes me to think harder, to do better, to become more.
Jadi, daripada terus menerus terjebak dalam penyesalan yang bikin stuck, aku memutuskan untuk make peace with my past. Aku harus terima bahwa masa lalu adalah bagian dari diriku, bagian yang membentuk aku jadi siapa aku hari ini. Aku bisa pilih untuk make my past a story of regrets, or I can make it a story of redemption.
Ya, mungkin aku pernah salah langkah. Mungkin aku pernah nyerah terlalu cepat. Maybe I wasted too many chances. Tapi sekarang aku tahu bahwa setiap kesalahan itu mengajari aku sesuatu. Setiap kekalahan itu membuat aku lebih kuat, lebih tangguh, lebih siap untuk menghadapi masa depan. And that, in itself, is worth more than all the perfect moments I could have had.
Aku tahu, menyesali masa lalu gak akan merubah apa pun. But what I can do is use those regrets as a driving force, as a reminder that I am capable of change. Aku bisa jadi lebih baik dari kemarin, as long as I choose to learn, to grow, and to keep moving forward.
Penyesalan itu hanya akan jadi beban kalau aku membiarkannya. Tapi, jika aku mengubahnya menjadi kekuatan, maka penyesalan itu bisa jadi motivasi terbesar dalam hidupku. So, I'm choosing to let go of what I cannot change, and focus on what I can. Aku memilih untuk belajar dari masa lalu, bukan terjebak di dalamnya.
Dear Diary, tonight I choose to forgive myself. Aku memaafkan diriku atas semua kesalahan, semua keputusan bodoh, semua kesempatan yang terbuang. Karena di ujung hari, aku cuma manusia yang belajar. Dan yang terpenting, I'm still here, still standing, still fighting for a better tomorrow.
So, here's to moving forward, even when it hurts. Here's to using regret as fuel for the fire that drives me. Because life is too short to be stuck in the past, and I have too many dreams to chase.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Senja
PoetrySimfoni Senja - Lo pernah ngerasa hidup kayak soundtrack film yang terus berputar tanpa henti? Buku ini bakal ngajak lo menyelami simfoni kegalauan dan harapan yang bikin lo mikir, "Apa sih sebenernya arti semua ini?" Gak cuma sekadar buku motivasi...