Dear Diary,
Malam ini, di tengah sepi yang seolah membisukan dunia, aku duduk termenung sambil mencoba mencerna rasa sesak yang menggantung di dada. "Kenapa harus kayak gini? Kenapa aku harus mengecewakan orang yang dekat denganku?" Kadang rasanya hidup ini nggak adil, tapi yang lebih nggak adil lagi adalah saat aku jadi alasan mereka untuk terluka.
Hari ini, aku sadar aku salah. Sadar kalau perkataanku tadi siang terlalu tajam, kalau janji yang aku buat dengan mudahnya terabaikan. "Mereka berharap lebih dariku, tapi apa yang aku berikan justru cuma kekecewaan." Rasanya seperti mengkhianati kepercayaan yang susah payah mereka berikan. Mereka yang selalu ada buat aku, yang percaya aku bisa lebih baik dari ini.
"Kenapa aku bisa seegois itu?" Aku tanya lagi ke diriku sendiri, sambil menatap bayanganku di jendela kamar. Aku nggak suka versi diriku yang ini-yang selalu merasa benar, yang selalu ingin dimengerti tapi sering lupa untuk memahami. Di kepala, aku terus memutar momen-momen di mana aku melihat kecewa di mata mereka. Mata yang dulu selalu penuh harap dan bangga, kini berubah jadi dingin, hambar. Rasanya kayak disayat pelan-pelan.
"Aku tahu, aku nggak sempurna. Aku tahu, aku sering gagal jadi teman, sahabat atau bahkan sebagai diri sendiri." Tapi kalau mengecewakan mereka yang selalu ada untukku? Itu rasanya beda. Itu bikin aku benci sama diri sendiri.
Aku ingat waktu dulu, gimana mereka selalu bilang aku unik. Gimana mereka selalu ada di barisan depan, ngasih semangat tiap aku mau menyerah. Tapi sekarang? Sekarang aku yang bikin mereka kecewa. "Dan itu sakit banget." Lebih sakit dari apa pun.
Kadang aku berharap bisa balik ke masa lalu, minta maaf untuk hal-hal kecil yang mungkin dulu aku anggap sepele. "Karena sekarang, setiap kesalahan kecil itu jadi beban yang nggak ada habisnya." Tapi waktu nggak pernah bisa diajak kompromi. Aku nggak bisa mundur, nggak bisa mengulang apa yang sudah terlanjur terjadi.
"Yang tersisa cuma rasa bersalah, perasaan ingin memperbaiki, tapi nggak tahu harus mulai dari mana." Aku tahu permintaan maaf nggak akan langsung memperbaiki segalanya, tapi setidaknya itu langkah pertama. Langkah kecil untuk bilang, "Aku tahu aku salah, dan aku mau berubah."
"Malam ini, aku janji sama diriku sendiri, aku akan belajar dari ini." Bukan buat jadi sempurna, tapi untuk jadi lebih baik. Aku nggak mau lagi jadi alasan air mata mereka jatuh, nggak mau lagi ngelihat kecewa di mata yang selama ini selalu nyala untukku.
"Karena pada akhirnya, apa yang lebih berarti dari orang-orang yang selalu ada buat kita?" Mereka adalah rumah, tempat kita pulang saat dunia terasa nggak adil. Dan aku nggak mau lagi ngecewain rumahku sendiri.
Jadi, ini bukan cuma tentang rasa bersalah. Ini tentang bangkit, tentang berubah, dan tentang janji untuk nggak lagi jatuh di kesalahan yang sama.
"Aku minta maaf, bukan cuma untuk mereka, tapi juga untuk diriku yang pernah hilang arah." Aku tahu ini perjalanan panjang, tapi aku janji, aku nggak akan menyerah.
Terima kasih sudah jadi saksi, Diary. Malam ini, aku berharap esok akan lebih baik. Aku berharap bisa membuktikan kalau aku nggak akan lagi jadi alasan mereka kecewa.
Selamat malam
Sampai ketemu besok.
Aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Senja
PoetrySimfoni Senja - Lo pernah ngerasa hidup kayak soundtrack film yang terus berputar tanpa henti? Buku ini bakal ngajak lo menyelami simfoni kegalauan dan harapan yang bikin lo mikir, "Apa sih sebenernya arti semua ini?" Gak cuma sekadar buku motivasi...