27. Dia Kembali

3 0 0
                                    

Happy Reading semua!

Selesai dengan acara makan malamnya, Azalea dan Devanka tidak langsung kembali ke rumah. Devanka mengajak Azalea mengunjungi taman kota untuk berjalan-jalan menikmati angin malam lagi.

Mereka berjalan dengan santai di sepanjang jalanan taman. Sesekali Azalea dan Devanka berfoto untuk mengabadikan momen mereka lagi.

Azalea memelankan jalannya saat merasa pegal dan perih pada kakinya.
“Kenapa, Aza?” tanya Devanka yang melihat Azalea memelankan jalannya.

Azalea hanya menggelengkan kepalanya sebagai isyarat tidak kenapa-kenapa.

Devanka tersenyum tipis karena Azalea tidak menjawab pertanyaannya. Dia langsung berjongkok dan langsung melepas sepatu yang dia pakai.

Azalea mengernyit melihat Devanka melepas sepatunya sendiri. Perasaan dia yang kakinya sakit dan luka, tapi kenapa Devanka yang melepas sepatunya sendiri.

“Ngapai lepas sepatu, Mas Anka? Mau nyeker?”

Devanka hanya diam saja, dia tetap melakukan aktivitasnya itu. Selesai melepas sepatunya, Devanka menghadapkan sepatu itu di depan kaki Azalea.

“Lepas sepatu kamu, Aza. Ganti pakai punyaku.”

Azalea tertegun dengan yang Devanka lakukan. Ternyata Devanka tahu kenapa dirinya memelankan jalannya.

“Mas Anka,” lirih Azalea dengan mata berkaca-kaca. Azalea kenapa jadi ingin menangis.

“Kanapa? Udah lepas sepatu kamu, ganti pakai ini,” ucap Devanka masih dengan berjongkok di depan Azalea.

Azalea segera melepas sepatunya, lalu memasukkan kakinya ke sepatu milik Devanka. Meski longgar, Azalea merasa nyaman karena kakinya tidak tersiksa lagi dengan sepatu yang sempit.

“Kalau nggak nyaman nggak usah dipakai, Aza. Nggak usah dipaksain, luka kan jadinya.” Ucap Devanka dengan mengambil sepatu Azalea dan membawanya.

“Pengin tampil beda Mas Anka,” jawab Azalea menyahuti.

“Tapi nggak nyakitin fisik kamu juga. Aku nggak ngizinin lagi kamu pakai sepatu kaya tadi.”

“Namanya juga nyoba, ya—” ucapan Azalea harus terhenti karena Devanka yang memotongnya.

“Jangan ngebantah, ikuti kata suami,” ucap Devanka dengan suara berat dan serius.

Azalea mengangguk tanpa menjawabnya.

“Eh! ngapain lepas kemaja, Mas Anka?” heboh Azalea karena Devanka yang melepas kancing kemejanya satu-satu.
“Kamu pakai, biar nggak kedinginan.”
Azalea menggoyangkan kedua tangannya ke kanan dan kiri di depan dadanya dengan cepat. “Nggak usah! Aku nggak kedinginan. Mas Anka pakai lagi aja.”

“Beneran? Pakai aja, Aza. Kamu juga jarang banget pakai baju yang keliatan lengan atasnya.”

“Nggak usah, Mas Anka. Aku nggak kedinginan.” Tolaknya lagi dengan mengancingkan kemeja Devanka.
“Ya udah.”

Keduanya kembali berjalan menyusuri taman. Azalea menatap minat pada ayunan yang tidak jauh dari mereka.
“Mas Anka, ayo ke sana!” seru Azalea dengan menunjuk ayunan yang kosong itu.

Devanka berjalan santi di belakang Azalea yang sudah lebih dulu ke sana.
“Mas Anka nggak mau naik?” tanya Azalea yang menaiki salah satu ayunannya.

“Nggak, kamu aja yang naik. Aku duduk di situ.” Jawa Devanka dengan menunjuk pada bangku yang tersedia.
Azalea mengayunkan ayunannya pelan. Dia menikmati angin malam yang membelai lembut wajahnya. Senyum selalu terpatri pada bibirnya yang dia beri lipstik warna soft.

Devanka dengan saksama memperhatikan Azalea. Melihat Azalea tersenyum, Devanka juga turut tersenyum. Banyak hal yang Azalea lakukan untuk menarik hatinya agar membalas perasaan Azalea. Namun, Devanka masih belum bisa melakukan itu. Dia takut terluka lagi. Meski terdengar berlebihan, tapi Devanka juga manusia yang bisa memiliki rasa takut atau trauma terhadap sesuatu.

Hanya satu yang Devanka inginkan, dia tidak ingin kehilangan Azalea. Dia ingin melihat Azalea selalu ada di sisinya.

“Udah selesai, ayo balik.”

Kesadaran Devanka kembali karena suara Azalea. Dia berdiri dan menoleh ke Azalea, “Udah mainnya? Mau pulang sekarang?”

“Udah. Capek, pengin tidur.”

“Ya, udah, ayo.”

Azalea dan Devanka kembali melanjutkan perjalanannya. Tangan mereka bertaut saling menggenggam tanpa rasa canggung.

“Kaila?” celetuk Azalea yang melihat Kaila berjalan berlawanan arah dengannya.

“Aza? Ini kamu? Kamu dandan feminin? Kesambet apa, Za?” Kaila terkejut karena bertemu dengan Azalea di taman kota, dan dia lebih terkejut lagi melihat penampilan Azalea yang tidak seperti biasanya.

“Apaan, sih, Kai. Lagi pengin aja.”

“Nggak mungkin cuma pengin aja,” sanggah Kaila, “Terus dia siapa?” lanjut Kaila dengan melirik ke Devanka.
Azalea mengerlingkan matanya ke Devanka, lalu kembali menatap Kaila, “Dia yang aku ceritain ke kamu. Suami dadakannya aku.”

Kaila tersentak mendengar jawaban yang Azalea keluarkan. “Tidak mungkin.” Batin Kaila dengan menatap lekat Devanka.

“Kai? Kai? Kaila?” panggil Azalea berkali-kali karena Kaila terlihat melamun, “Kenapa? Malah ngelamu.”
“Hah? Enggak, nggak papa,” jawabnya dengan cepat.

“Kaila, aku udah selesai. Ayo balik,” suara perempuan lain menginterupsi Azalea, Devanka dan Kaila. Mereka sontak menoleh ke suara itu.

Devanka terperangah mengetahui siapa perempuan yang sudah berbicara itu. Jantungnya berdegup dengan cepat, aliran darah dalam tubuhnya juga mengalir seirama dengan jantungnya. Rahangnya mengeras, bahkan tangannya yang masih bertaut dengan tangan  Azalea meremas kuat tangan Azalea.

Azalea meringis saat tangannya diremas kuat oleh Devanka. Dia tidak mengerti kenapa Devanka terlihat kesal dan marah saat melihat perempuan yang memanggil Kaila tadi. Untuk menenangkan Devanka, Azalea mengelus lembut tangan laki-laki itu.
Perempuan yang memanggil Kaila tadi tak kalah terperangah melihat Azalea dan Devanka. Wajahnya berubah menjadi sendu, matanya memanas ingin mengeluarkan cairan bening dari pelupuk matanya.

“Dev,” lirih perempuan itu tanpa mengeluarkan suara.

“Aza, ayo balik. Katanya kamu ngantuk.” Devanka menarik Azalea pergi dari sana. Azalea sendiri hanya diam tak paham dengan apa yang terjadi. Dia tetap mengikuti Devanka yang membawanya pulang.

Seperginya Azalea dan Devanka, perempuan itu langsung menjatuhkan air matanya. Tangannya mengepal menahan sakit di hatinya. Dia ingin menghentikan laki-laki yang sangat dirinduinya itu, dia ingin memeluknya jika boleh.

“Kak Ana, kenapa? Ada apa, sih?” seru Kaila yang masih bingung dengan apa yang terjadi.

“Kai, Kaila sayang. Dia, dia Dev. Kakak udah ninggalin dia di hari menjelang pernikahan kita karena kematian Mama. Aku pergi tanpa bilang apa-apa, aku udah buat Devan kecewa, aku udah buat Devan sakit, Kai.” Racaunya perempuan yang disebut dengan Ana itu dengan air mata yang semakin deras turun dan tangan yang memegang kedua tangan Kaila.

“Ternyata benar dugaanku,” lirih Kaila
.
“Kak, ayo duduk di sana dulu.” Kaila membawa Ana menuju ke bangku yang tidak jauh dari mereka.

Masih dengan tangis yang belum mereda, Ana memeluk Kaila.

“Devan udah punya pengganti, perempuan tadi pasti yang menggantikanku,” lontarnya dengan sesenggukan.

“Kak, aku nggak tahu harus gimana. Semua Kak Ana yang buat acara pernikahan itu sendiri hancur. Aku tau Kakak waktu itu terkejut karena kematian Mama dan ngebuat Kak Ana langsung nyusul kita. Tapi, seharusnya Kak Ana bisa bilang dulu sama kekasih Kakak itu, dan mungkin hasilnya nggak kaya gini,” terang Kaila panjang dengan mengusap punggung Kakaknya itu.

“Dan sahabatku, Aza, nggak harus menikah dengan paksa,” lanjut Kaila dalam hati.

Malam semakin naik, tapi belum ada niatan bagi Kaila dan Ana untuk beranjak dari duduknya. Ana sudah menghentikan tangisnya, dan sekarang dia menatap langit gelap tanpa bintang satu pun.

“Sekarang Kak Ana mau gimana kalau udah tau situasinya.” Dengan menatap langit yang sama Kaila bertanya untuk memastikan sesuatu, Kaila khawatir jika Kakaknya itu berniat kembali kekasihnya itu. Jangan sampai itu terjadi, Kaila tidak ingin Azalea sakit karena berpisah dengan Devanka.

Ana menggelengkan kepalanya kecil, dia tidak tahu harus bagaimana setelah ini. Namun, yang harus Ana lakukan yaitu menemui Devanka untuk meminta maaf dan menjelaskan semuanya.

Senandung SilsilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang