25. Dinner 1

3 0 0
                                        

Happy Reading!

Tangan Azalea dengan cekatan memasak makanan untuk sarapan dirinya dan Devanka. Beberapa bulan hidup dengan Devanka, membuat Azalea sudah terbiasa dengan aktivitas ini. Jika biasanya Azalea hanya membatu Bunda Daisy memasak, sekarang dia sudah bisa melakukan semuanya sendiri.

Terakhir, Azalea menata semua masakan yang dimasaknya di meja makan. Dia melepas apron yang digunakannya lalu mencuci tangannya. Azalea menyusul Devanka yang masih ada di kamar untuk dia panggil. Tangannya mengetok pintu kamar Devanka.

Karena tidak mendapat jawaban, Azalea membuka pintu kamar itu. Azalea memasukkan kepalanya terlebih dahulu untuk mengintip. Namun, dia tidak mendapati Devanka di dalam kamar. Teringat Devanka yang tidak melarang dirinya memasuki kamar tanpa izin terlebih dahulu, Azalea langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Mungkin Devanka sedang di kamar mandi, pikirnya.

Dan benar saja, Devanka keluar dengan handuk yang berada di atas kepalanya. Azalea bernapas lega karena Devanka keluar dari kamar mandi menggunakan pakaian lengkap, dia belum siap jika harus melihat badan Devanka tanpa baju lagi.

“Dari tadi?” tanya Devanka dengan duduk di kasur.

“Baru aja. Nggak papa, kan aku masuk aja ini?” Azalea hanya memastikannya lagi, takut-takut Devanka merubah pikirannya dan melarang Azalea masuk tanpa izinnya.

“Nggak papa, Aza. Kan, aku udah bikang dulu, kamu istri aku, jadi buat apa kamu masuk kamar ini izin dulu. Kalau mau masuk, masuk aja,” tutur Devanka, “Kamu aku ajak tidur bareng satu kamar nggak mau dulu,” sambungnya lagi.

Tentu saja Azalea menolaknya, tidak mungkin dia menerima tawaran untuk satu kamar dengan Devanka. Yang ada dia tidak bisa bergerak bebas karena merasa malu dan kikuk dengan Devanka. Meski sekarang Azalea sudah menyukai Devanka, dia tetap belum siap jika harus satu kamar dengan laki-laki itu.

“Ya, malu, lah. Waktu itu semuanya mendadak.” Lontar Azalea dengan mengambil handuk di kepala Devanka dan mulai mengeringkan rambut Devanka yang basah.

“Sekarang mau?”

“Mau apa?” tanya Azalea dengan pura-pura tidak mengerti maksud ucapan Devanka. Meski sebenarnya dia paham apa maksud dari tawaran Devanka itu.

“Satu kamar. Kan, katanya kamu udah mulai jatuh cinta sama aku, berarti harusnya mau dong.”

Masih dengan mengeringkan rambut Devanka, Azalea berucap. “Kalau Mas Anka nawarin itu, berarti Mas Anka juga udah jatuh cinta dong sama aku, nggak cuma suka.”

Devanka diam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia sendiri masih tidak tahu bagaimana perasaannya pada Azalea. Yang dia tahu sekarang, dia hanya merasa suka dengan semua yang ada pada Azalea. Devanka juga merasa belum siap dengan hatinya, sampai sekarang dia masih merasa sakit karena kejadian di hari pernikahannya itu. Bahkan, sampai sekarang pun Devanka belum bisa menghubungi perempuan yang pernah menjadi kekasihnya itu.
“Kan, diem Mas Anka.”

Azalea menyudahi mengeringkan rambut Devanka, dia berjalan untuk mengambil sisir yang ada tergantung di samping lemari. Azalea mulai menyisir rambut Devanka dengan lembut dan pelan.

“Udah, ah, ayo sarapan. Aku udah selesai masak.”

Azalea menyimpan kembali sisirnya, lalu keluar kamar Devanka terlebih dahulu. Kemudian, Devanka menyusul Azalea untuk pergi ke ruang makan.
Seusai sarapan selesai, Azalea tidak langsung mencuci dan membersihkan meja makan. Dia akan mengantarkan Devanka berangkat sekolah terlebih dahulu.

“Bekalnya mana?” Pinta Devanka yang sudah duduk di motornya dengan memakai helmnya.

“Hari ini nggak ada. Cuma kemarin aja pas aku bawain, sekarang nggak lagi.”
“Kok, gitu?” protesnya tidak terima.
“Ya, emang gitu.”

Senandung SilsilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang