20. Kesal

6 3 1
                                        

Happy Reading
💚

Nyatanya menyegarkan tubuh dengan mandi tidak cukup membuat Azalea menghilangkan rasa kesalnya. Kalau sudah begitu, Azalea berarti harus ke luar dari rumah mencari suasana lain. Azalea akhirnya memutuskan untuk pergi ke kafe Hanjian sesuai rencananya.

Baru saja keluar kamar, Azalea mendapati Ilona yang ada di depan kamarnya pas. “Mau ke mana, Kak?” tanya Ilona dengan memperhatikan Azalea dari atas sampai bawah.

“Mau ketemu gebetan, kenapa? Udah selesai ngerawat Mas Anka-nya? Atau mau bilang apa?” cecar Azalea dengan pertanyaan membuat Ilona menggaruk kepalanya bingung.

“Itu__”

“Udah, ya, sana balik lagi ke kamar Devanka. Rawat yang bener sampai sembuh.” Tanpa menunggu jawaban, Azalea melenggang pergi meninggalkan Ilona yang masih berdiri.

Azalea memasuki kafe dan disambut oleh Asa yang sedang berjaga di meja bar. Azalea hanya menoleh dan mengangguk dengan cepat, lalu mencari tempat bagian sudut untuk menenangkan diri.

Asa yang melihat Azalea seperti itu mengerutkan dahinya karena merasa aneh dengan tingkah Azalea. Tidak biasanya Azalea seperti itu, biasanya Azalea akan menyapanya atau menanyakan kabar dirinya dan yang lain. Namun, kali ini hanya menampilkan wajah murung dan respons singkat dari Azalea.

“Kenapa, Sa. Kayak orang bingung aja,” celatuk Hanjian yang datang ke tempat Asa berada.

“Barusan Aza ke kafe, waktu aku sapa dia cuma noleh terus ngangguk singkat, wajahnya juga kaya murung gitu kaya lagi ada masalah. Kamu coba susulin, Ji. Siapa tahu dia kenapa-napa.”

Hanjian mengikuti saran Asa untuk menyusul Azalea. Dia mencari Azalae di setiap tempat di kafe dan menemukannya di sudut kafe dengan kepala yang sedang diletakkan di meja.

“Aza,” panggil pelan Hanjian. Namun, tidak ada respons dari Azalea yang mengharuskan Hanjian memanggilnya lagi.

“Azalea.” Panggilnya lagi dengan menyentuh bahu Azalea.

Azalea yang merasa bahunya disentuh terlonjak, dia mendongak untuk melihat siapa yang mengganggunya itu.

“Jian?” Ah, dia bahkan lupa jika tujuannya ke kafe ini memang untuk menemui Hanjian.

Hanjian duduk di sebelah Azalea, “Kenapa? Kamu lagi ada masalah. Itu muka kusem amat keliatannya. Kaya belum dicuci dari pagi.”

Azalea mendelik saat Hanjian mengatakan mukanya kusam, “Enak aja, udah bersih cantik gini masa dibilang belum cuci muka.”

“Makanya mukanya jangan kusem biar nggak dikira belum cuci muka.”

Azalea hanya mendengus kecil, dia memperhatikan sekitar yang cukup ramai pengunjung.

“Jian, kamu ngehindari aku lagi, ya? Kenapa nggak pernah ngirim pesan dan nggak ada kabar sama sekali.”

Hanjian meraup wajahnya kasar mendengar tuduhan Azalea. Dia menatap lekat mata Azalea dengan menopang tangan.

“Azalea, dengerin. Kamu itu udah jadi milik orang, kamu udah jadi istri, jadi nggak mungkin aku mengirim kamu pesan. Kalau aku melakukannya itu berarti sama saja nggak ngehargain hubungan kalian, belum tentu juga suamimu suka melihat kita saling berbagi pesan.” tutur Hanjian pada Azalea yang fokus menyimak.

“Meskipun hanya berbagi kabar?”
“Ya, meski hanya berbagi kabar. Kita tidak ada hubungan untuk alasan hanya berbagi kabar, kita hanya teman dan tidak perlu berbagi kabar, kecuali jarak kita jauh dan tidak pernah bertemu. Kamu bisa datang ke sini kalau hanya untuk tahu kabarku.”

Memang benar ucapan Hanjian, Azalea juga setuju dengan pendapat Hanjian. Mereka tidak ada hubungan yang mengharuskan mereka untuk berbagi kabar satu sama lain.

“Tapi rasanya aneh kamu udah nggak ganggu aku lewat pesan,” lirihnya tapi masih bisa didengar Hanjian.

“Kangen, ya sama pesanku.” Goda Hanjian dengan menaik turunkan alisnya.

Azalae berdecak, “Nggak gitu juga konsepnya, Hanjian.”

Hanjian tertawa, dan tawanya berhenti saat Asa datang dengan nampan yang berisi satu kotak susu UHT rasa coklat.
“Bagi-bagi cerita, Za. Jangan disimpen sendiri.” Celetuknya dengan meletakkan susu di depan Azalea.

“Dipikir duit apa bagi-bagi,” timpalnya, “Ini juga ngapain aku dikasih susu kotak, kasih minuman dong, masa susu kotak.” lanjutnya dengan mengambil susuk kotak yang di depannya.

“Itu juga kesukaan kamu, Za. Nggak usah sok nolak segala,” tegurnya pada Azalea.

“Iya, iya.”

“Kamu bawanya ngapain pakai nampan segala, Sa. Tinggal bawa aja pakai tangan,” Hanjian berkata karena merasa penasaran kenapa Asa membawa satu susu kotak menggunakan nampan.

“Lah, kan, Aza Tuan Putri. Jadi, ya harus pakai nampan biar sopan,” balasnya Asa dengan santai.

Azalea tersedak kecil karena jawaban Asa, dia ingin sekali menggeplak kepala Asa menggunakan nampan yang dibawanya.

“Kenapa, Za. Santai aja minumnya,” tegur Asa lagi dengan nada bergurau.
Hanjian menggeplak kepala belakang Asa agar berhenti meledek Azalea. Sudah tahu Azalea sedang kesal, tapi justru dia ledek terus menerus.

Azalea tidak menanggapinya lagi, dia justru melamun dengan melihat lampu yang tergantung di atas.

“Kamu lagi kesel, ya, Za. Kenapa?” tanya Hanjian dengan pelan agar tidak menyinggung perasaan Azalea.

“Cuma lagi kesel sama sepupu yang tiba-tiba datang ke rumah,” ucap Azalea dengan menggerundel.

“Kenapa kesel?” tanya penesaran Asa.

“Kesel aja, tiba-tiba dateng, terus tiba-tiba perhatian sama Devanka, nggak jelas banget,” dengan wajah kesal Azalea bercerita.

“Tunggu, Devanka siapa, Za?” sahut Asa dengan raut penasaran. Asa merasa dia seperti tertinggal sesuatu tentang Azalea. Jika Asa diam mendengar dia tidak akan paham dengan apa yang Azalea sedang bahas.

Azalea membeku mendapat pertanyaan dari Asa. Dia lupa jika Asa belum mengetahui status dirinya yang sekarang. Azalea menoleh ke Hanjian yang ada di sebelahnya untuk meminta pendapat atau saran darinya.

Hanjian yang mengerti maksud dari tatapan Azalea itu mengangguk kecil, memberi sinyal agar tidak mengapa Azalea menceritakannya pada Asa. Lagi pula Asa juga sahabatnya.

Azalea menghadap Asa, memang sudah seharusnya Asa tahu statusnya yang sekarang. Mau ditutup serapat apa pun suatu saat Asa pasti mengetahuinya, entah dari dirinya atau orang lain.

“Jawab cepet, Za. Devanka siapa? Aku penasaran, loh!” desak Asa pada Azalea.

“Iya, sabar, ih!” kesal Azalea karena Asa yang mendesaknya, “ Suami aku. Devanka suami aku.”

“Suami? Aza, kamu udah nikah? Kapan? Kok, aku nggak diundang? Yang lain udah tau?” berondong Asa dengan pertanyaan yang bertubi.

“Satu-satu, Sa,” tegur Hanjian menyela percakapan Asa dan Azalea.

Azalea menghabiskan susu kotaknya, lalu menatap Asa, “Iya, aku udah nikah. Sekitar satu bulan lebih,” Azalea menjedanya sebentar, “Awalnya Aletta aja yang tahu, terus Hanjian sama Kaila dan sekarang kamu, Asa. Maaf nggak ngasih tahu, aku cuma belum siap aja.”

Asa melongo tidak percaya dengan pengakuan Azalea. Dia benar-benar tidak menyangka jika sahabatnya itu sudah menikah dan resmi menjadi milik orang lain. Asa lantas melirik ke Hanjian yang terlihat biasa saja, Asa tebak sepertinya Hanjian sudah tidak mempermasalahkan status Azalea yang sekarang, mengingat sahabat laki-lakinya itu sangat menyukai Azalea.

“Hidup itu emang penuh plot twist, ya?” timpal Asa dengan menyaksikan pengujung kafe.

“Ya, begitulah. Siap nggak siap dan apa pun perubahannya kita harus menerimanya,” imbuh Azalea juga. Seperti dirinya, siap tidak siap Azalea memang harus menjalani apa yang sudah terjadi, dan untuk ending-nya Azalea akan usahakan menjadi happy ending.

“Jadi kamu kesel karena sepupu kamu perhatian sama Devanka yang notabenenya suami kamu?” ucap Asa memperjelas ucapan Azalea.

Azalea mengangguk dengan keras, “Kesel banget.”

Mendengar pengakuan Azalea membuat Asa tersenyum lebar, “Gotcha, itu artinya kamu lagi cemburu, Za.” Cetusnya dengan menunjuk Azalea menggunakan jari telunjuk.

“Tapi aku nggak cemburu, Sa. Cuma kesel aja gitu,” Azalea mengelak ucapan Asa. Dia memang tidak cemburu dengan Ilona yang perhatian dengan Devanka, dia hanya kesal karena seperti Ilona yang tinggal di rumah itu, padahal dia hanya tamu.

Asa memutar bola matanya malas mendengar pengelakan Azalea. Terserah perempuan itu saja mau bagaimana mendeskripsikan perasaannya, Asa tidak ingin menjelaskannya lagi.

Azalea beranjak dari duduknya, dia akan pergi ke kamar mandi untuk melakukan urusannya. Asa yang melihat Azalea sudah menjauh mengalihkan fokusnya pada Hanjian yang sedang bermain ponsel.

“Ji, kamu udah bisa nerima Azalea yang udah jadi milik orang?”
Hanjian mendongak menatap Asa, “Kalau aku nggak terima aku bisa apa? Apa harus menghancurkan hubungan mereka? Kalau iya berarti aku menjadi sosok paling berengsek selama hidupku.”

“Nggak gitu juga, Jian. Biasanya kalau tau orang yang disukai ternyata jadi udah jadi milik orang lain, kan biasanya galau, terus lesu, lemas.”

“Udah kemarin. Sekerang udah kedaluwarsa.”

Asa yang melihat Azalea kembali dari kamar mandi memilih tidak melanjutkan percakapannya dengan Hanjian. Asa memilih untuk kembali bekerja dan meninggalkan Azalea dengan Hanjian.

“Asa mana, Ji?”

“Udah balik kerja lagi.”

“Aku juga mau pulang aja, udah mau sore juga.”

“Aku anter, ya, Za,” tawar  Hanjian pada Azalea.

“Emang kamu nggak sibuk, Ji. Aku pulang sendiri aja, tadi berangkatnya juga sendiri,” Azalea menolak tawaran Hanjian. Dia tidak mau merepotkan Hanjian lagi, cukup dulu Azalea selalu merepotkannya.

“Nggak terlalu, ayok aku anter aja. Nggak ada penolakan.” Kata Hanjian dengan berdiri.

Kalau sudah begitu Azalea tinggal menurut saja, dia jadi bisa menghemat uang karena tidak keluar untuk membayar ojek online.

Selama dalam perjalanan pulang, Azalea memikirkan ucapan Asa yang mengatakan dirinya sedang cemburu. Jika dipikir lagi, mungkinkah Azalea memang cemburu dengan kedekatan mereka, tapi untuk apa dirinya cemburu dengan kedekatan mereka. Bukankah mereka memang sudah dekat dari dulu, hanya Azalea saja yang tidak dekat dengan para sepupunya itu. Memikirkannya membuat Azalea merasa bingung dengan perasaannya sekarang.

Azalea tersadar dari pikirannya itu saat motor Hajian berhenti di halaman rumahnya. Dia segera turun dan melepas helm untuk dikembalikan pada Hanjian.

“Thanks, Ji. Udah nganterin aku. Maaf ngrepotin kamu lagi.” Ucapnya dengan menyodorkan helmnya pada Hanjian.
“Santai kali, Za. Udah biasa direpotin kamu,” jawab Hanjian sambil terkekeh ringan.

“Ish!”

“Aku balik dulu.” Pamit Hanjian dengan memutar motornya.

Azalea memberikan jawabannya dengan mengisyaratkan jempolnya.
“Jangan lupa itu muka dicuci biar nggak kusem!” teriak sedikit Hanjian dengan tertawa dan langsung menjalankan motornya dengan cepat
.
“Benaran nyebelin itu manusia satu, ya,” gerutu Azalea dengan lirih.

Azalea memasuki rumah Devanka, dan saat melewati ruang tengah matanya harus menangkap Devanka dan Ilona yang duduk di sofa dengan menikmati camilan buah. Dengan tangan terkepal Azalea melangkahkan kakinya cepat menuju kamarnya.

Baru saja sampai kamar Azalea harus mendesah saat perutnya berbunyi meminta untuk diisi. Dia juga baru ingat, sejak siang tadi belum memakan apa pun, bahkan di kafe juga lupa untuk memesan makanan. Jika ke dapur sekarang, itu berarti Azalea harus melewati dua sepupunya lagi, tapi jika tidak dia akan merasakan kelaparan. Dengan embusan napas kasar Azalea akhirnya memutuskan untuk pergi ke dapur saja, dari lada dia harus menahan rasa lapar yang sangat.

Menghiraukan dua manusia yang sedang duduk, Azalea tetap fokus pada tujuannya sekarang. Namun, dengan terpaksa dia harus berhenti saat Ilona bertanya pada dirinya.

“Kak Aza dari mana? Beneran ketemu gebetan, ya?”

Azalea rasanya ingin menabok mulut Ilona yang dengan polosnya mengatakan hal tersebut. Azalea mengalihkan tatapannya pada Devanka yang menampilkan raut wajah datar dan juga seperti sedang menahan amarah.

Kembali menatap Ilona, Azalea berucap, “Kepo.” Lalu melanjutkan jalannya menuju dapur.

Di dapur, Azalea meneguk air minumnya dengan kasar dan rakus. Azalea lelah dengan perasaannya saat ini yang terasa sangat mengganjal saat melihat ekspresi wajah Devanka. Selama dia tinggal dengan  laki-laki itu, Azalea tidak pernah mendapati Devanka berekspresi seperti tadi.

Azalea menepuk kedua pipinya dengan sedikit keras untuk melupakan semua yang dipikirkannya. Dia segera mengambil piring untuk diisi dengan nasi dan yang lainnya. Karena dengan rusuh Azalea mengambil nasi dan sayur, tanpa sengaja dia menyenggol gelas dan membuat gelas itu jatuh dan pecah.

Azalea langsung saja meletakkan piringnya di meja, dengan berjongkok Azalea mengacak rambutnya frustrasi. “Aza, kamu itu kenapa, sih!” kesalnya pada dirinya sendiri.

“Kak Aza, ya ampun! Kakak nggak papa?” heboh Ilona yang datang mendekat ke Azalea.

Azalea menggelengkan-gelengkan kepalanya tanda bahwa dia tidak apa-apa. Azalea lantas menoleh ke Devanka yang berdiri di belakang Ilona.

Lagi, hanya raut wajah datar yang Azalea dapatkan dari Devanka. Azalea mengernyit bingung saat menatap sepupu yang menjadi suaminya itu, tapi kebingungannya semakin menjadi saat Devanka tiba-tiba pergi dari tempatnya.

“Kak Aza, sini aku bantuin,” tawar Ilona dengan tangan yang akan mengambil pecahan gelas tadi.

Dengan cepat Azalea menepis tangan Ilona. “Nggak usah! Aku aja. Kamu nggak usah bantu, aku bisa sendiri.”
“Beneran nggak usah dibantu, Kak?”
“Aku nggak mau mengulangi dua kali, Ilona. Kamu pasti sudah paham sama ucapkanku tadi,” malas sekali jika Azalea harus mengulang perkataannya lagi hanya untuk memperjelasnya pada Ilona.

“Ya udah, kalau gitu aku pergi lagi.” Kata Ilona dengan melenggangkan kakinya menjauhi Azalea.

Selepas perginya Ilona, Azalea dengan cepat membersihkan pecahan itu. Dirasa sudah tidak ada yang tertinggal Azalea melanjutkan makannya yang sempat tertunda tadi.

---

Matahari memasuki kamar Azalea melalui jendela kamar yang semalan hanya tirainya saja yang ditutup. Merasa silau karena cahaya yang masuk, Azalea bergegas bangun dari tidurnya. Dia melirik ke arah jam beker yang ada di atas nakas, dan betapa terkejutnya Azalea saat mengetahui dirinya terbangun pada pukul tujuh.
Azalea dengan tergesa-gesa menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Dia bangun kesiangan pagi ini, dan juga dirinya belum memasak makanan sama sekali untuk Devanka.

Dengan berjalan tergopoh-gopoh Azalea menuju dapur, dan langkahnya harus memelan saat Azalea menemukan Ilona yang sedang berkutat denvan peralatan dapur.

Menyadari ada yang datang Ilona menolehkan ke arah pintu dapur, “Oh, Kak Aza! Aku lagi masak ini, Kak. Buat sup sama telur dadar balado. Aku pikir Kakak nggak masak makanya aku yang masak.”

Azalea tidak merespons Ilona sama sekali. Dia hanya diam mematung menatap sepupunya itu. Hingga lamunannya buyar saat Devanka melewati dirinya untuk menuju tempat makan.

“Mas Anka udah enakan badannya?” tanya Ilona dengan meletakkan sup panas di meja makan.

Devanka menjawabnya dengan anggukan, dia melirik kecil ke Azalea yang masih diam berdiri. Devanka ingin sekali memeluk Azalea, tapi egonya membuat dirinya untuk tidak melakukannya karena teringat Azalea yang pergi ke gebetannya kemarin. Mengingatnya saja membuat Devanka kesal.

“Sarapan dulu, ya Mas Anka. Habis itu minum obat lagi.” Titah Ilona dengan menaruh piring untuk Devanka. “Kak Aza, ayo sarapan dulu. Udah mateng masakannya,” lanjutnya dengan memanggil Azalea.

Azalea berdeham kecil, dia menyusul Ilona dan Devanka yang sudah duduk di meja makan. Sarapan mereka bertiga hanya diiringi oleh dentingan sendok dan piring. Hingga selesai pun tidak ada yang membuka suara sama sekali.

Azalea dan Ilona membereskan peralatan yang barusan dipakainya, sedangkan Devanka dia sedang meminum obatnya.

“Kak Aza, hari ini ada rencana, nggak?” tanya Ilona yang memulai mencuci piring dan gelas.

Azalea yang sedang membersihkan meja makan dengan lap tanpa menoleh ke Ilona menjawab. “Nggak tahu. Kenapa?”

“Hari ini mau temenin aku keluar sebentar, nggak? Mas Anka, kan lagi sakit jadi nggak bisa nemenin aku. Atau Kak Aza mau pergi lagi, ya sama gebetannya.”

Azalea sedikit menggebrak meja dan membuat Ilona juga Devanka sedikit terlonjak, “Ilona, stop bilang aku pergi sama gebetan. Mau aku pergi atau enggaknya sama gebetan itu bukan urusan kamu!” dengan kasar Azalea meletakkan meletakkan kain lap di tempatnya semula, lalu pergi meninggalkan para sepupunya itu.
“Aku buat Kak Aza marah, Mas Anka,” ucap Ilona dengan lirih.

“Kamu lanjutin aja nyuci piringnya, ya,” tanpa membalasnya Devanka hanya menyuruh Ilona melanjutkan perkerjaan yang sedang dilakukannya itu.

Devanka mencuci tangannya, lalu menyusul Azalea untuk berbicara dengannya. Mencari Azalea di kamar, tetapi Devanka tidak menemukannya. Dia lantas mengelilingi setiap ruangan untuk mencari keberadaan Azalea. Dan berakhir menemukan Azalea di  halaman belakang rumah dengan ponsel ditelinganya seperti sedang menelepon seseorang.

Dan ekspresinya menggelap saat mendengar Azalea merengek menyebut nama laki-laki yang pernah datang ke rumahnya itu. Dengan cepat Devanka berbalik dan pergi dari tempat itu. Devanka kembali ke kamarnya lagi untuk mengistirahatkan tubuhnya yang masih terasa lemas. Pikirannya lagi-lagi memikirkan perkataan Ilona tentang Azalea yang bertemu dengan seseorang yang dianggap gebetannya itu.

Azalea menghubungi Hanjian untuk menanyakan perihal keadaan Juna yang sedang sakit. Azalea sudah menghubungi Juna melalui pesan dan telepon, tapi tidak ada balasan dari sahabat itu. Azalea merengek karena Hanjian terus menggoda dirinya mengikuti Asa yang mengatakan dirinya merasa cemburu dengan kedekatan Ilona dan Davanka. Azalea mamatikan sambungan teleponnya saat Hanjian semakin gencar menggodanya.

Azalea kembali memasuki rumah dan langsung menuju kamarnya. Azalea merebahkan tubuhnya di kasur dengan tangan memegang ponsel untuk dia mainkan. Azalea mencari kontak Aletta untuk dia hubungi, karena sejak pertemuan terakhirnya di Alun-alun  dia belum bertemu lagi dengan kedua sahabatnya itu. Namun, Aletta tidak menjawab panggilan atau membalas pesan darinya. Dan Azalea menepuk dahinya sendiri saat teringat Aletta yang pasti sedang mengajar di kelas.

“Bisa-bisanya aku lupa kalau Aletta lagi ngajar. Dia bukan pengangguran kaya aku,” monolognya dengan mencari kontak Kaila.

Mencoba menghubungi Kaila, yang Azalea dapatkan juga sama, tidak ada jawaban sama sekali. Azalea meletakkan ponselnya dengan kasar ke atas nakas. Mencoba melupakan rasa kesal yang masih menyelimutinya, Azalea menutup matanya untuk mencoba tidur kembali.

TBC..

Capek ya bacanya.. sama.. nulisnya juga capek, yuk kasih bintangnya biar capekku ilang..

Senandung SilsilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang