Happy reading
Dengan langkah pelan Azalea menyusuri jalanan malam, tudung jaketnya dia pakaikan untuk melindungi kepala dan dahinya dari dinginnya Sudah beberapa kali menyusuri lorong supermarket, tapi yang Azalea dapatkan hanya satu kotak susu UHT coklat yang sekarang ada di tangannya. Melihat banyaknya jajan yang tersedia tiba-tiba membuat Azalea malas untuk mengambil salah satunya, dan berakhir hanya dengan satu susu kotak.
Sudah selesai membayar susu yang dibelinya Azalea keluar dari supermarket itu. Namun, suara gemuruh dengan air yang mulai turun menghentikan langkah Azalea yang baru beberapa langkah menjauh dari supermarket itu. Azalea lantas berbalik arah kembali ke supermarket untuk berteduh di teras yang sudah disediakan tempat duduk.
Azalea berdecak kesal saat hujan yang turun bertambah deras dan dia tidak membawa payung. Bisa saja Azalea membeli payung atau mantel plastik di supermarket, tapi jarak supermarket dengan rumahnya cukup jauh dan tidak mungkin Azalea pulang dengan berjalan kaki dalam kondisi hujan yang cukup deras.
Mencoba mencari ojek online untuk pulang, tapi Azalea tidak mendapatkannya. Dengan sedikit terpaksa Azalea menghubungi Devanka. Ponselnya dia buka untuk mencari kontak Devanka. Beberapa pesan Azalea kirimkan untuk meminta tolong pada Devanka agar menjemputnya. Setelah mengirim pesan, Azalea menghubunginya. Panggilan pertama tidak ada jawaban yang Azalea dapatkan, mencoba sekali lagi pun tetap nihil hasilnya. Hingga berjalan pada panggilan yang ke tujuh hanya ada suara telepon yang tersambung. Akhirnya Azalea menyerah menghubungi Devanka.
Satu-satunya jalan Azalea harus menghubungi Hanjian. Meski Azalea merasa tidak enak karena selalu merepotkan Hanjian, untuk kali ini dia terpaksa melakukannya. Semoga saja Hanjian tidak keberatan untuk menyusul Azalea sekarang. Karena jika tidak, Azalea benar-benar harus pulang dengan jalan kaki lagi di bawah guyuran hujan.
Seraya menunggu datangnya Hanjian, mata Azalea senantiasa menyaksikan setiap air yang turun. Azalea bersyukur Hanjian mau meluangkan waktunya untuk menjemput dirinya, mengingat jarak rumah Hanjian cukup jauh dari supermarket yang di tempatinya. Azalea berpikir, mungkin jika dirinya tidak terikat dengan Devanka Azalea bisa menerima Hanjian, mengingat Hanjian sedari dulu selalu memberikan perhatian padanya.
Motor Hanjian memasuki halaman supermarket. Hanjian yang lengkap menggunakan jas hujan dan helm mendekati Azalea yang menunggunya dengan badan menggigil.
“Maaf lama, Za. Nih, pakai jas hujan sama helm dulu.” Hanjian memberikan jas hujan dan helm yang dibawanya untuk Azalea.
Setelah menerima jas hujan itu, Azalea segera memakainya.
“Jangan minta maaf, Ji. Seharusnya aku yang minta maaf udah repotin kamu lagi.”
“Nggak akan ada kata repotin, Aza. Ayo balik, kamu udah kedinginan banget.”
Dengan tubuh yang menggigil Azalea menaiki boncengan. Hanjian melajukan motornya menembus hujan untuk mengantarkan Azalea pulang. Bagi Hanjian tidak ada kata repot jika itu berhubungan dengan Azalea. Meski masih sedikit dengan perasaan berat melepas semua perasaannya, Hanjian akan tetap berada di samping Azalea.
Motor Hanjian memasuki pelataran rumah Devanka, Azalea bersegera turun dari boncengan. Dia membuka kaca helm membiarkan serpihan air hujan mengenai wajahnya.
“Ji, makasih banget udah mau nganterin aku. Sekali lagi maaf banget, ya,” ucap Azalea dengan menatap wajah Hanjian yang tertutup helm.
Hanjian mengangguk, tangannya tanpa sadar mengelus kepala Azalea yang tertutup helm. Sadar apa yang dilakukannya, Hanjian menarik kembali tangannya. Setelah memastikan Azalea memasuki rumahnya, Hanjian kembali melajukan motornya untuk pulang.
Azalea menyimpan jas hujan dan helmnya di ruang tamu, lalu bergegas menuju kamarnya untuk mengganti pakaiannya yang sedikit basah.
Langkah Azalea harus berhenti mendadak saat dirinya menyaksikan sesuatu yang membuat hatinya berdenyut nyeri. Di sofa ruang tengah, dengan nyamannya Devanka menyenderkan kepalanya di bahu Ilona, dan tanpa merasa risi tangannya juga dielus lembut oleh Ilona. Harus seintim itukah kedekatan antara mereka? Azalea tidak pernah tahu jika kedekatan mereka sampai seperti itu.
Devanka menoleh ke Azalea yang diam dengan berdiri. Devanka dengan kening mengerut merasa bingung karena kondisi Azalea yang sedikit basah. Namun, setahu Devanka Azalea tidak pergi ke mana-mana setelah pulang dari perginya sore tadi. Melihat mata Azalea yang memerah seperti menahan tangis, Devanka menyadari pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan Azalea. Dan Devanka sadar saat Azalea pergi dengan air mata yang lolos dari matanya.
Devanka dengan cepat menjauh dari Ilona dan mengambil ponselnya yang berada di sudut meja. Betapa terkejutnya Devanka saat mendapati banyak pesan dan banyak panggilan tak terjawab dari Azalea. Itu berarti Azalea memang dari luar.
“Sial! Dasar bodoh,” maki Devanka pada dirinya sendiri. Dia segera menyusul Azalea yang sudah memasuki kamarnya. Diketuknya pintu kamar Azalea berkali-kali, tapi tidak ada sahutan dari Azalea.
“Aza, buka pintunya. Aku minta maaf. Tolong buka pintunya.”
Tubuh Azalea meluruh seketika setelah dia menutup pintu kamarnya. Air mata yang tak pernah diharapkan untuk keluar akhirnya tetap keluar juga. Ternyata sesakit ini melihat Devanka dengan yang lain, padahal Ilona masih sepupunya juga seperti dirinya. Sebenarnya Azalea tidak mengerti mengapa dirinya sangat tidak suka melihat Devanka dengan perempuan lain, termasuk Ilona. Apakah dia cemburu seperti yang dikatak oleh Asa? Berusaha mengelak pun ucapan dari Asa selalu merasuki pikirannya. Dan untuk kali ini, biarkan Azalea mengalah dan menerima dengan perasaannya sendiri.
Ketukan yang Devanka terus lakukan pada pintu kamarnya lama-lama membuat Azalea kesal. Dia segera menghapus air matanya dan berdiri untuk membuka pintunya.
“Apa!” ucap Azalea dengan nada keras dan ketus.
Devanka langsung langsung saja menerobos masuk ke dalam kamar Azalea dan menutup pintunya.
“Aza, aku bener-bener minta maaf. Aku nggak tahu kalau kamu keluar. Aku juga nggak tau kalau kamu minta dijemput karena ke jebak hujan.” Ucap Devanka dengan lembut menatap mata Azalea yang masih memerah.
“Aku nggak butuh maaf kamu, Mas Anka. Nggak usah peduliin aku, peduliin aja Ilona itu. Dari semenjak Ilona datang pun Mas Anka cuma mau diperhatiin sama dia, kan? Mas Anka diem dan nggak nolak sama sekali. Jadi nggak usah minta maaf karna itu bukan salah Mas Anka,” seloroh Azalea dengan panjang dan cepat. Napasnya sedikit tersengal karena rasa dingin yang masih terasa. Azalea bahkan lupa untuk segera mengganti pakaiannya.
“Aku diem bukan karena aku hanya mau diperhatiin Ilona, Aza!” Jawab Devanka dengan sedikit membentak, “Aku diem karna aku marah dan kesal saat tahu kamu pergi dengan temanmu yang bernama Hanjian itu. Hari pertama sakit aku nyuruh kamu jangan pergi ke mana pun, tapi kamu justru pergi dengan laki-laki lain!” masih dengan nada membentak Devanka melanjutkan.
Azalea sebenarnya sedikit tersentak mendapati Devanka yang membentaknya. Namun, dia berusaha biasa saja menghadapinya.
“Aku pergi karna aku kesal sama Ilona! Apalagi sama Mas Anka yang sama sekali nggak nolak semua perlakuan Ilona. Perempuan mana yang nggak kesal kalau tahu suaminya nyaman diperlakukan oleh perempuan lain, MAS ANKA!” tanpa sadar air mata Azalea kembali turun.
Azalea dengan cepat menghapus air mata itu. Dia sangat benci menangis, bagi Azalea menangis hanya membuat dirinya terlihat lemah.
“Dan ternyata aku baru sadar, aku nggak hanya kesal dengan perhatian Ilona ke Mas Anka. Tapi aku cemburu dan aku sakit liat Mas Anka dengan nyamannya bersender di bahu Ilona.” Dengan kepala menunduk Azalea melanjutkan perkataannya secara lirih.
Devanka tertegun mendengar pengakuan Azalea. Jika Azalea tidak senang kalau dirinya bersama perempuan lain, apa itu berarti Azalea mempunyai perasaan khusus untuknya? Ah, tapi Devanka tidak bisa memutuskan itu, belum tentu perkiraannya juga benar.
Devanka mendekat ke Azalea dan merengkuh tubuh yang terlihat kedinginan itu. Melihat Azalea menangis rasa bersalah Devanka semakin tinggi. Devanka mengelus lembut kepala Azalea untuk menenangkannya.
Merasa tubuhnya direngkuh Devanka, Azalea menenggelamkan wajahnya di dada laki-laki itu. Bukannya berhenti, tangisan Azalea justru semakin keras. Tidak mau mengelak lagi, Azalea nyatanya amat merindukan Devanka. Azalea rindu dengan semua perlakuan tiba-tiba dari Devanka, meski terkadang menyebalkan Azalea terasa sangat kosong jika Devanka tidak mengganggunya. Dan semua perhatian yang Devanka berikan, sudah berhasil membuat hati Azalea menuju ke arahnya.
Azalea merasa Devanka melepas rengkuhannya. Dia belum berani menatap mata Devanka secara langsung. Walaupun bukan pengakuan cinta yang Azalea berikan, dirinya tetap merasa tidak nyaman karena sudah berani melakukan itu. Namun, Azalea merasa lega karena tidak ada lagi yang mengganjal perasaannya.
“Aza, kamu ganti baju dulu,” titah Devanka pada Azalea. Tanpa menunggu banyak bicara Azalea melenggang meninggalkan Devanka yang masih berdiri.
Azalea kira Devanka keluar dari kamarnya, ternyata dia justru duduk di kasur milik Azalea.
“Aza, sini duduk.” Perintah Devanka dengan menepuk space kosong di sebelahnya.
Azalea mengikutinya, dia duduk di sebelah kiri Devanka.
“Aza, kamu suka sama aku? Ralat, kamu cinta sama aku?”
Perkataan Devanka membuat Azalea diam. Dia harus menjawab bagaimana, Azalea sendiri tidak yakin dengan perasaannya. Dia hanya merasa cemburu dan tidak suka jika Devanka diperhatikan oleh perempuan lain.
“Maaf. Aku juga nggak tau pastinya. Tapi aku beneran nggak suka Mas Anka dideketin perempuan lain.”
Devanka menghadapkan tubuhnya ke Azalea dan menatap dalam mata itu. “Aku nggak melarang kamu buat jatuh cinta sama aku. Perasaan kamu berhak untuk merasakan itu. Tapi maaf, maaf kalau aku belum bisa mempunyai rasa yang sama kaya kamu, Aza. Aku hanya menjalani peranku dengan sebaik mungkin.”
Azalea tidak tahu harus merespons apa. Rasa kecewa memang menyelusup masuk ke hatinya, tapi dia juga tidak bisa memaksa Devanka untuk membalas perasaannya. Azalea sendiri yang memutuskan untuk jatuh, jadi jika dia terluka harus dirinya sendiri pula yang mengobati.
“Tapi, Aza, tolong bersikap biasa saja. Jangan pernah berubah, tetap jadi Azalea yang seperti biasanya, ya?” pinta Devanka pada Azalea.
Azalea menyugar rambutnya ke belakang. “Oh, ayo, Aza, jangan lemah, jangan diem aja,” batin Azalea.
“Kata siapa aku mau berubah. Akan aku tunjukkan bagaimana cara seorang Azalea jika sudah menyukai seseorang,” ucapnya mantap.
Sudah memutuskan tekadnya, Azalea tidak akan menyerah untuk hatinya. Tidak peduli jika dirinya terhubung garis sepupu dengan Devanka dan masih satu keluarga, dia akan melewati semua garis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Silsilah
Roman d'amourJalinan ikatan sakral pada dua insan yang terikat oleh persaudaraan. Azalea harus menggantikan posisi mempelai perempuan pada pernikahan sepupunya. Tanpa bisa menolak, Azalea menerimanya. Kehidupan dan kedekatan membemat Azalea lama-lama menaruh hat...