21. Kalah

4 0 0
                                    

Happy Reading
💚

Getaran pada ponselnya mengganggu aktivitas Azalea yang sedang membaca buku. Dia meraih ponselnya itu untuk melihat siapa yang memberinya pesan. Mata Azalea membelalak saat Hanjian mengiriminya pesan dengan memberi kabar bahwa Juna berada di rumah sakit. Dengan sigap Azalea membereskan buku yang dibacanya dan bersiap diri karena setelah ini Hanjian akan menjemputnya untuk menjenguk Juna.

Azalea keluar dari kamar untuk menunggu Hanjian di teras rumah. Seperti biasa, Azalea lagi-lagi mendapati Devanka dan Ilona sedang duduk dengan saling bercerita. Sudah tiga hari sejak Devanka sakit, dan Azalea semakin sedikit berbicara dengan Devanka. Untuk Ilona, dia masih kukuh tetap tinggal di sini dengan dalih merawat Devanka sampai sembuh total.

Melihat Azalea keluar dari kamarnya, Ilona melirik ke jam dinding yang sedang menunjukkan pukul tiga sore, “Kak Aza mau ke mana sore-sore gini?” tanya Ilona mengalihkan pandangannya ke Azalea.

“Kencan,” jawab asal Azalea sekenanya.

Devanka yang mendengarnya dengan cepat menoleh ke Azalea yang sudah tidak terlihat. Devanka berdiri dari duduknya untuk menyusul Azalea. Suara motor terdengar di telinganya. Melalui jendela ruang tamu Devanka melihat Azalea yang menaiki boncengan motor yang sudah Devanka pastikan itu Hanjian. Melihat itu, Devanka mengeraskan rahangnya, tangannya meremat kuat tirai yang dipegangnya.
Dan Devanka semakin yakin jika Azalea memang mempunyai hubungan dengan laki-laki bernama Hanjian itu.

Tanpa harus menunggu, Hanjian datang tepat saat Azalea keluar rumah. Dia menerima helm yang Hanjian berikan lalu menaiki boncengan.

“Kok bisa Juna masuk rumah sakit, Ji? Sakit apa?” tanya Azalea sedikit keras agar Hanjian mendengarnya.

“Tipes katanya,” jawab Hanjian juga dengan suara keras.

Azalea mengangguk mengerti. Apakah Juna sering menunda makan hingga membuatnya sakit tifus. Jika iya sepertinya Azalea harus menceramahinya agar tidak mengulanginya lagi.

Hanya butuh waktu sekitar empat puluh menit untuk sampa di rumah sakit tempat Juna dirawat. Dan sekarang Azalea juga Hanjian menyusuri setiap lorong untuk mencari kamar yang Juna pakai. Hanjian berhenti di depan kamar dengan nomor tertentu, lalu membuka pintu kamar itu. Azalea mengikuti di belakangnya. Dan di ruangan itu, Juna sedang terbaring dengan selang infus di tangannya.

“Juna, sejak kapan kamu tidur di situ?” tanya Azalea dengan duduk di kursi di sebelah ranjang yang Juna pakai. Sedangkan Hanjian, dia duduk di sofa yang tersedia dan membiarkan Azalea berbincang dengan Juna terlebih dahulu.

“Belum lama, sih. Baru tiga hari yang lalu.” Jawab Juna dengan mencoba untuk duduk. Azalea dengan sigap membantu Juna yang akan duduk itu.

“Emang mau berapa hari, Juna? Kalau tiga hari aja dibilang baru.”

“Ya, sampai sembuh, Aza.”

“Kamu pasti telat makan, kan? Kan? Padahal kamu kerja di kafe masa telat makan.” Tukas Azalea dengan menuding Juna. “Jangan sampai telat makannya, Juna. Jadinya sakit, kan. Kalau udah sampai tipes bisa kambuh lagi kalau telat makan lagi.”

Juna tersenyum dengan menganggukkan kepalanya. “Iya, iya, Tuan Putri.”

“Junaaaa.” Aletta memasuki kamar inap Juna dengan suara keras membuat mereka yang di dalam terlonjak.

“Al, nggak usah keras-keras juga manggilnya!” tegur Azalea dengan berdiri dari duduknya agar bergantian dengan Aletta.

“Maaf, Za. Lupa.” Aletta duduk di tempat yang sebelumnya diduduki Azalea. Dia menghadap Juna dan mengelus kepala Juna dengan pelan.

Azalea memicingkan matanya melihat perlakuan Aletta pada Juna. Seperti ada sesuatu di antara mereka. Azalea menoleh ke Hanjian dengan maksud bertanya tentang Aletta dan Hanjian, tapi yang Azalea dapatkan hanyalah gelengan kepala.

“Kok, bisa kamu sakit gini, Juna? Pasti pola makannya nggak bener, ya?” ucap Aletta masih setia mengelus kepala Juna.

“Namanya juga manusia, Al, pasti bisa sakit,” dengan menikmati usapan lembut di kepalanya Juna menjawab dan menatap Aletta, “Kamu pulang mengajar langsung ke sini?” imbuhnya lagi karena melihat Aletta masih menggunakan seragam kerjanya.

“Iya, lah. Waktu Jian ngabarin kamu masuk rumah sakit pas sekali aku mau pulang. Terus langsung mampir ke sini.”

“Minimal ganti baju dulu, Al. Cuci muka juga biar nggak kucel.”

“Bodo amat kucel, yang penting tetep cantik.”

Juna tersenyum kecil mendengar kalimat kepercayaan diri dari Aletta. Dimatanya perempuan itu selalu cantik setiap saat, dan tidak membuat dirinya bosan memandangnya.

“Iya, kamu memang selalu cantik, kok,” puji Juna pada Aletta.

Aletta sendiri mendapat pujian dari Juna berusaha untuk tidak tersenyum. Alhasil dia harus menahan senyumannya agar tidak mengembang.

Azalea semakin menatap curiga antara Aletta dan Juna. Melihat interaksinya tidak mungkin kedua sahabatnya itu tidak memiliki hubungan khusus. Apalagi saat Juna memuji Aletta cantik, perempuan itu sangat terlihat bahagia meski berusaha menahan senyumannya.

“Bentar, kalian pasti ada hubungan, kan?” tuding Azalea melirik ke Aletta dan Juna.

Jika kemarin Asa yang penasaran dengan status Azalea, dan sekarang Azalea sendiri yang sangat penasaran dengan hubungan Aletta dan Juna.

“Hubungan apa, Al? Kita nggak ada hubungan apa pun.” jawab Aletta dengan menggaruk kepalanya tidak mengerti dengan ucapan Azalea. Dia memang tidak ada hubungan spesial dengan Juna. Bagi Aletta Juna juga sama dengan sahabat yang lainnya, tidak ada kedudukan khusus di hatinya.

“Nggak percaya aku, Al. Tapi itu kok perhatian banget sama Juna.”

“Dari dulu aku juga perhatian banget kalau ada yang sakit, Za. Asa kalau dia sakit juga aku perhatiin banget. Cuma si Jian yang nolak aku pehatiin. Maunya dipertiin kamu, Za bukan aku.”

Azalea tersenyum canggung di depan Aletta dan Juna yang keduanya sedang menatap dirinya. Mau mengelak tapi memang itu kenyataannya. Saat Hanjian sakit hanya Azalea yang paling banyak mengurusnya, jika Azalea menyuruh Aletta untuk memperhatikannya dengan cepat Hanjian akan menolak dengan beribu alasan. Dan bodohnya Azalea tidak tahu jika Hanjian hanya menginginkan dirinya saja.

Azalea menilik ke Hanjian yang ada di sofa. Nampaknya Hanjian tidak tersinggung dengan perkataan Aletta, dia masih saja tetap fokus dengan ponsel yang dimainkannya.

“Asa sama Kaila udah ke sini, Jun?” tanya Azalea mengalihkan pembicaraan Aletta tadi.

“Kalau Asa udah tadi malem, tapi kalau Kaila dia belum. Kaila juga nggak ada kabar lagi, aku pernah beberapa kali ngehubungi tapi nggak ada jawaban sama sekali,” tutur Juna dengan pelan.

Azalea mengangguk dengan tangan di dagu menyetujui ucapan Juna. Dia juga pernah menghubungi Kaila lagi, tapi tidak ada jawaban yang Azalea dapatkan. Azalea juga pernah meneleponnya, tapi hanya suara operator yang membalasnya. Sepertinya Kaila kembali lagi ke Singapura untuk menyusul Kakaknya yang masih di sana.

Satu jam sudah berlalu sejak kedatangan Azalea untuk menjenguk Juna. Dan Azalea mengikuti Hanjian yang mengajaknya untuk pulang.

“Kalian mau langsung pulang apa kencan dulu?” Aletta yang berjalan di samping Azalea menyeletuk bertanya.
“Kencan apa, deh, Al. Ini mau pulang, lho,” jawabnya Azalea dengan menoleh ke Aletta.

“Kita makan dulu gimana?” tawar Hanjian tiba-tiba.

Aletta menggelengkan kepala ribut. “Kalian aja, deh. Aku mau langsung pulang aja. Nanti kalau ikut mengganggu acara kencan kalian.”

“Aletta,” kali ini bukan Azalea yang menegur Aletta, melainkan Hanjian yang berucap dengan cukup penekanan. Hanjian lama-kelamaan merasa tidak nyaman dengan godaan yang Aletta layangkan sejak di kamar Juna tadi, meskipun tujuan utamanya untuk menggoda Azalea, bukan dirinya.

Aletta langsung terdiam dan tidak berani mengeluarkan suaranya lagi. Jika dilanjutkan, bisa-bisa Hanjian marah pada dirinya.

Di parkiran mereka berpisah, Azalea bersama dengan Hanjian pulang ke rumah Azalea.

“Aza, mau mampir dulu, nggak?” tawar Hanjian pada Azalea yang sejak menaiki motornya tidak mengeluarkan suara apa pun. Dan Hanjian berinisiatif membuka obrolan dengan menawari Azalea sesuatu.

“Hah?”

“Mau mampir dulu, nggak? Kita makan dulu, ya? Aku laper,” Hanjian kembali berbicara dengan nada yang sedikit dinaikkan agar Azalea mendengarnya.

Azalea hanya ber-oh ria, lalu mengangguk. Namun, mendengar Hanjian mengulang kembali pertanyaannya membuat Azalea merasa bingung karena dirinya sudah menjawabnya dengan mengangguk. Dan Azalea baru sadar jika Hanjian tidak akan tahu jika Azalea mengangguk, sedangkan dia ada di boncengan belakang.

“Iya, aku ngikut aja.”

Sembari menunggu pesanan mereka datang, Azalea mengeluarkan ponselnya untuk dimainkan, wajah Azalea berubah menjadi sendu saat tidak ada notifikasi pesan dari Devanka. Biasanya jika Azalea pergi Devanka akan mengiriminya pesan untuk menanyakan lama atau tidak saat Azalea keluar atau pun pesan lainnya. Namun, sejak kedatangan Ilona Devanka tidak melakukannya, bahkan dia selalu diam jika bertemu Azalea.

Hanjian yang melihat perubahan raut wajah Azalea sepertinya mengerti apa yang terjadi pada perempuan yang pernah disukainya dulu.

“Aza, kamu masih kesel sama suami kamu?” celetuk Hanjian membuat Azalea langsung melihat ke arah Hanjian.

Dengan lemas Azalea mengangguk. Azalea lelah jika harus seperti ini dengan Devanka. Azalea juga merasa asing berada di rumah. Yang lebih membuat Azalea bingung, kenapa mereka harus saling diam sedangkan sebelumnya tidak ada masalah sama sekali. Azalea hanya kesal dengan Ilona yang begitu perhatian dengan Devanka, ditambah lagi tidak ada penolakan dari Devanka atas perlakuan Ilona. Lantas, untuk selanjutnya kenapa mereka saling mendiamkan dan terlihat tidak peduli.

“Aza, kalau boleh memberi saran, coba kamu bicara baik-baik sama suami kamu itu. Tanya apa yang membuat dia mendiamkan kamu. Kalau bisa kamu ungkapin juga perasaan kesal kamu itu,” Hanjian, meskipun dia sakit dan masih merasa sesak, dia tidak ingin Azalea berada di hubungan yang tidak baik dengan suaminya. Azalea harus merasa nyaman dan bahagia dengan suaminya itu. Ya, meskipun tidak ada rumah tangga yang selalu aman dari badai apa pun.

“Harus, ya?”

“Harus, Aza. Dalam sebuah hubungan itu, jika ada masalah harus dibicarain baik-baik. Nggak boleh ada yang diam di antara keduanya. Dari pembicaraan itu nanti keluar semua akar permasalahan dan baru cari solusinya sama-sama juga,” tutur Hanjian dengan serius menatap Azalea, “Kalau kamu diam, terus suami kamu juga diam, sampai seterusnya nggak bakal selesai itu masalah.” tambahnya lagi.

“Nanti aku coba kalau udah nggak kesel.”

Menyudahi obrolan mereka, Azalea dan Hanjian fokus menikmati makanan masing-masing. Sembari memakan makanannya Azalea berpikir bagaimana cara dia untuk membicarakannya dengan Devanka nanti. Haruskah dia yang memanggilnya atau Azalea yang pergi ke kamar Devanka. Namun, rasa kesal selalu menyeruak lagi saat Azalea ingat jika masih ada Ilona di rumah itu.

Senandung SilsilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang