Happy Reading for Everyone
.
.
."Jian!" sontak saja Azalea melebarkan matanya melihat Hanjian yang sedang duduk bersama dengan Devanka. Nyatanya kegelisahannya saat melihat kendaraan yang terparkir terbukti benar.
Hanjian tersenyum tipis melihat reaksi Azalea yang berdiri mematung di pintu. Keputusannya ternyata benar, dia akan bertemu langsung dengan Azalea di rumah yang sekarang menjadi tempat Azalea.
Saat menyusuri jalanan tanpa tujuan membuat Hanjian tidak bisa mengurangi kekalutan hatinya. Dan hatinya menyuruh Hanjian untuk ke rumah Azalea sekarang. Dan dia tidak menyesal mengikuti kata hatinya tadi.
Azalea hanya diam dan duduk di samping Devanka. Dia seperti tertangkap basah oleh Hanjian. Bahkan, dia seperti anak kecil yang berbuat salah dan sedang menghadap orang dewasa.
"Aza, dia teman kamu?" tanya Devanka dengan memandang Hanjian.
Azalea mengangguk, dia belum berani mengeluarkan suaranya.
"Boleh aku ajak Azalea keluar sebentar? Ada yang mau aku bicarain sama dia," pinta Hanjian pada Devanka untuk mengajak Azalea keluar.
Azalea menatap Devanka dan mengangguk agar dia diizinkan untuk pergi dengan Hanjian. Azalea rasa dia harus menceritakan semuanya pada Hanjian, dia juga ingin meminta maaf perihal dia yang memukul Hanjian.
"Ambil jaket sama helm kamu. Kita keluar sekarang," perintah Hanjian tanpa banyak basa-basi lagi.
Azalea masuk ke kamar dan kembali dengan jaket dan helm di tangannya. Dia mengikuti Hanjian keluar rumah. Melihat Hanjian yang sudah menaiki montornya, Azalea segera memakai barang yang dibawanya tadi. Tanpa mendapat perintah dari Hanjian, Azalea langsung naik ke boncengan laki-laki itu.
Tidak ada pembicaraan yang keluar dari Azalea maupun Hanjian. Sebenarnya Azalea merasa aneh dengan sikap Hanjian sekarang, sejak dia melihat Hanjian di rumahnya wajah laki-laki itu terlihat murung dan redup. Seperti sekarang pun, biasanya Hanjian akan selalu mengajak Azalea mengobrol ketika dia membonceng dirinya.
Azalea menepuk pundak Hanjian dengan cukup keras. "Ji, kita mau ke mana sebenarnya. Kamu dari tadi juga diam terus."
Azalea membuka suara terlebih dahulu, berharap Hanjian menanggapinya. Namun, bukan jawaban dari Hanjian yang Azalea dapatkan, melainkan laju kendaraan yang semakin bertambah kencang. Dan hal itu membuat Azalea memegang pinggang Hanjian dengan spontan.
Setelah cukup lama mereka berkendara, Hanjian memberhentikan montornya disebuah jembatan dengan rel kereta api di bawahnya. Hajian memilih tempat itu karena letak jembatan yang jauh dari keramaian kota. Di jembatan itu pula banyak manusia yang berjalan kaki untuk menikmati udara malam atau hanya sekadar menyaksikan kereta yang melintas di bawahnya.
Azalea melepas helmnya tanpa melepas jaketnya. Dia memperhatikan sekeliling jembatan itu, cukup ramai dengan anak muda yang saling bercerita. Azalea mendekat ke arah pagar jembatan di bagian barat yang langsung berhadapan dengan lukisan abstrak bewarna orange. Di sampingnya Hanjian berdiri dengan menyaksikan hal yang sama.
"Maaf, udah mukul kamu kemarin, Ji," ungkap Azalea membuka pembicaraan terlebih dahulu.
Hanjian menolehkan kepalanya ke arah Azalea, "Hanya itu?"
Azalea juga menolehkan kepalanya ke Hanjian, dia sedikit mendongakkan kepalanya ke atas untuk melihat wajah Hanjian yang lebih tinggi darinya.
"Maksudnya?"
Hanjian kembali menatap cahaya orange, dia menatap tenang objek itu.
"Sejak kapan?"
Tubuh azalea sedikit menegang mendengar lontaran pertanyaan Hajian. Meskipun singkat, dia paham ke mana arah pertanyaannya itu. Azalea sudah menduga Hanjian membawanya pergi ke tempat ini untuk mempertanyakan itu. Dia sudah tidak bisa menyembunyikannya dari Hanjian lagi. Mungkin sebentar lagi dia juga tidak bisa menyembunyikannya dari Asa dan Juna.
"Sudah sebulanan yang lalu. Maaf nggak ngasih tau kamu dan yang lain, Ji. Itu semua terjadi secara mendadak," jelasnya pada Hanjian dengan menatap pemandangan di depannya juga.
Hanjian mengusap wajahnya kasar, lalu memutar tubuhnya menghadap Azalea.
"Aza," ucap singkat Hanjian.
Azalea melakukan hal yang sama, memutar tubuhnya menghadap Hanjian. Keduanya saling menatap, hingga Azalea tersentak karena Hanjian yang dengan cepat melangkah ke arahnya dan memeluknya.
"Jian," dalam rengkuhan Hanjian Azalea berucap lirih, tapi masih bisa di dengar oleh Hanjian.
"Biarin seperti ini dulu, Za. Biarin aku ngobatin hatiku yang terluka."
Azalea kembali menegang karena perkataan Hanjian, dia sangat paham maksud dari perkataanya itu. Semuanya sudah jelas dengan tingkah laku Hanjian sejak di rumahnya. Jadi yang dikatakan Aletta benar, Azalea tidak tahu harus bereaksi seperti apa mengetahui semuanya ini.
Mengetahui Azalea yang hanya diam saja, Hanjian tidak peduli. Dia masih tetap memeluknya. Hanjian masih belum rela jika harus melepaskan pelukan Azalea. Hanjian juga tidak peduli dengan banyak pasang mata yang memperhatikannya.
Merasa sudah cukup lama Hanjian memeluknya, Azalea melepaskan dirinya dari pelukan Hanjian. Kemudian menatap lekat mata Hanjian.
"Sejak kapan, Jian?" Azalea mempertanyakan hal yang sama seperti yang Hanjian tanyakan padanya tadi.
"Sejak aku mengenalmu, Aza. Sejak aku mulai mengganggu dan membuatmu kesal. Sejak itu aku menaruhkan hatiku pada kamu."
Azalea terhenyak mendengar penuturan dari Hanjian. Itu berarti sudah sangat lama, karena meraka saling mengenal di awal masuk sekolah menengah.
"Maaf."
Hanya kata itu yang bisa Azalea ucapkan sekarang. Mungkin, jika dari dulu Hanjian mengatakannya dia bisa mempertimbangkannya. Dia memang lebih sering merasa kesal dengan Hanjian, tapi laki-laki itu selalu mengerti bahkan membantu Azalea.
Pun, Azalea sekarang, dia tidak tahu perasaannya sendiri. Dia sedang tidak menyukai siapa pun sekarang. Untuk Devanka sendiri, Azalea hanya menyukainya sebatas saudara sepupu.
"Jangan meminta maaf, Aza. Kamu nggak salah. Semua sudah keputusanku, apa pun akibatnya aku terima. Meski rasanya sakit."
Hanjian, dia sudah kalah dengan rasa takutnya. Tidak ada yang bisa dia harapkan lagi dari perasaannya sekarang. Yang harus dilakukannya hanyalah membuang perasaan itu sejauh mungkin, meski Hanjian tidak yakin bisa melakukannya. Dia menghela napasnya berat, matanya melirik jam di tangannya. Matahari semakin menuju peraduannya, dia harus segera membawa Azalea kembali. Hanjian juga ingin menjauh dari Azalea secepat mungkin, karena jika terlalu lama dengan Azalea membuat hati Hanjian semakin sakit.
"Ayo pulang," ajak Hanjian dengan mendahului Azalea terlebih dahulu.
Kaheningan juga mengiringi perjalanan pulang mereka. Hanya suara kendaraan lain yang memecah keheningan itu.
"Thanks, Ji." Ucap Azalea turun dari boncengan Hanjian.
Hanya mendapat respon anggukan dari Hanjian, Azalea tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung masuk meninggalkan Hanjian yang masih belum pergi. Saat Azalea membuka pintu rumah, saat itulah Hanjian mulai menjalankan montornya untuk pulang.
Azalea melepas helm dan jaketnya di kamar, lalu menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya sekaligus untuk menyegarkan pikirannya. Azalea belum berniat untuk mandi sekarang meski tubuhnya sudah terasa lengket. Dia kemudian keluar kamar dan pergi ke dapur.
Di ruang tengah, Azalea melihat Devanka duduk dengan ponsel di tangannya. Padahal saat Azalea pulang, Devanka tidak ada di ruang itu.
"Aza, besok kalau pergi jangan pakai baju kaya gitu." Seru Devanka dengan mendongakkan pandangannya melihat Azalea.
Azalea seketika berhenti, lalu melihat baju yang dipakainya. Dia masih menggunakan baju yang tadi siang dipakai saat pergi dengan Aletta. Lalu apa yang salah dengan bajunya? Ini memang bukan gaya pakaian yang biasa Azalea pakai, karena dia tidak jarang sekali memakai baju crop top. Namun, kali ini Azalea sedang ingin menggunakan baju dengan gaya itu.
"Kenapa memangnya Mas Anka?" tanya Azalea mendekat ke arah Devanka.
"Karena itu milikku."
"Maksudnya?"
TBC..
hore... udah nambah chapter lagi. Thanks yang udah mampir..
💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Silsilah
RomanceJalinan ikatan sakral pada dua insan yang terikat oleh persaudaraan. Azalea harus menggantikan posisi mempelai perempuan pada pernikahan sepupunya. Tanpa bisa menolak, Azalea menerimanya. Kehidupan dan kedekatan membemat Azalea lama-lama menaruh hat...