8. Maksudnya?

15 6 1
                                    


Happy Reading
.
.
.

Sejak kedatangannya di kafe tadi pagi, yang Hanjian lakukan hanyalah uring-uringan. Matanya memandang gelisah ponsel yang dipegangnya. Haruskah Hanjian menghubungi Azalea untuk datang ke kafe ataukah di lain waktu saja. Hanjian ingin membicarakan perihal kejadian kemarin.

Baik Asa ataupun Juna hanya memandang bingung dengan apa yang dilakukan Hanjian. Ingin bertanya, tapi sepertinya temannya itu sedang tidak mau diganggu.

"Akh, benar-benar menyebalkan!" ucapnya frustasi dengan mengacak rambutnya kasar.

"Kamu kenapa, sih, Ji. Dari tadi uring-uringan terus," ungkap Asa yang sudah terlanjur penasaran dengang Hanjian.

"Aku buat Aza marah, Sa. Aku harus gimana coba," katanya dengan muka memelas.

"Hah! Buat marah gimana, Ji?"

"Kemarin aku nyuruh Aza dateng ke kolam renang, waktu dia jongkok di pinggiran kolam aku pegang bahu dia. Dia kaget, ya, terus berdiri tiba-tiba. Nah, pas berdiri itu si Aza gak seimbang jadinya dia jatuh ke kolam."

Tawa Asa meledak saat itu juga. "Udah tau si Aza kagetan orangnya, kok malah dipegang tiba-tiba."

Mendapatkan tawa dari Asa, Hanjian merengut kesal. Melihat terdapat kain lap di dekatnya, dia mengambil kain lap itu dan melemparkannya ke wajah Asa.

"Ketawa terus situ. Namanya juga lupa. Udah gitu dapet bogeman dari Aza lagi," ucapnya meringis kala mengingat Azalea yang memukul wajahnya.

Lagi-lagi tawa Asa keluar, bahkan bertambah keras. Juna yang sedari hanya menyimak juga mengeluarkan tawanya. Mereka berdua benar-benar tidak menyangka Hanjian juga akan mendapatkan pukulan dari Azalea.

Beberapa rekan kerja mereka satu per satu datang ke kafe dan bersiap melakukan tugasnya. Hanjian memanggil kedua temannya itu untuk mengikutinya ke salah satu sudut di kafe itu.

"Ngapain ngajak kita ke sini. Emang nggak mau kerja?" Asa berceletuk dengan menarik kursi untuk dia duduki.

"Sekali-kali nggak kerja, juga nggak masalah," lontar Hanjian menanggapi pertanyaan Asa. Toh, kafe yang mereka rintis sudah punya beberapa karyawan, jadi bagi Hanjian tidak masalah tidak ikut melakukan pekerjaan di kafe.

"Menurut kalian Azalea punya kekasih nggak?" tanya Hanjian menatap serius pada Asa dan Juna.

"Ya, nggak tau Ji. Udah punya mungkin. Emang kenapa?" sahut Asa.

"Kemarin ada laki-laki, aku sama Aza nggak sengaja ketemu sama tuh orang dikolam renang. Si Aza ternyata kenal. Tau tubuh Aza yang basah, laki-laki itu ngasih handuk sama sama jaket, mana langsung diterima sama Aza."

"Jadi kamu cemburu, gitu?" ungkap Juna menyimpulkan apa yang Hanjian ceritakan.

Hanjian mengangguk lemah. Dia memperhatikan hiasan bunga gantung yang bergoyang kecil.

"Makanya kalau suka ya diungkapin, Ji. Dari dulu disimpen terus, apa nggak capek? Nanti kalau Aza beneran udah punya kekasih kamunya sakit," Juna memberikan saran pada temannya itu. Dia tahu bagaimana Hanjian yang selalu meyimpan perasaanya sendiri pada Azalea. Dirinya sudah berkali-kali menyuruh Hanjian untuk mengungkapkannya saja, tapi selalu saja Hanjian menolaknya dengan banyak alasan.

"Apa nggak aneh mendadak aku bilang suka sama Aza. Nanti kalau dia justru menghindar gimana? Kan, renggang jadinya," sanggah Hanjian pada perkataan Juna, "Kode keras aja nggak peka, apalagi ngalus." Hanjian berucap lirih tapi masih bisa didengar Asa dan Juna.

"Ahaha, prenjon, kasian yang kena jalur friendzone," ledek Asa pada Hanjian yang terlihat murung.

Hanjian mendelik mendapatkan ledekan dari Asa. Namun, meski begitu Asa benar. Dia memang terjebak di jalur friendzone dengan Azalea. Beruntung hati Hanjian kuat berada di jalur itu sejak zaman sekolah menengah atas hingga sekarang.

Senandung SilsilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang