9.

43 25 0
                                    

Hari-hari berlalu seperti biasa, tapi hubungan dengan Nara dan Geisha mulai terasa sedikit aneh. Awalnya, aku berpikir mungkin itu hanya perasaanku saja, tetapi ada sesuatu yang tidak bisa kuabaikan. Geisha yang biasanya ceria, sekarang terlihat sering menghindar, dan Nara yang selalu penuh canda kini sering terdiam ketika kami bertiga bersama.

Sampai akhirnya, satu kejadian yang membuat segalanya meledak.

Pagi itu, seperti biasa, aku masuk ke kelas lebih awal. Namun, saat aku duduk di kursi, aku melihat Nara dan Geisha berbicara di sudut ruangan. Awalnya aku tidak terlalu memperhatikan, tetapi ketika mereka melihatku masuk, mereka langsung berhenti berbicara dan saling bertukar pandang dengan canggung. Ada sesuatu yang tidak beres.

Seusai kelas, aku mencoba mengajak mereka ke kantin seperti biasa, tetapi Geisha menolak dengan alasan ada urusan lain. Nara pun ikut menolak, mengatakan dia sedang tidak lapar. Aku hanya bisa menghela napas dan mengabaikan perasaan aneh yang mulai muncul.

Namun, siang harinya, saat aku berjalan melewati koridor menuju perpustakaan, aku tanpa sengaja melihat Geisha dan Nara di luar kelas. Mereka tidak sendiri. Bersama mereka ada seorang mahasiswa senior, Kak Aryo, yang merupakan ketua Himpunan Mahasiswa di jurusanku. Mereka tampak terlibat dalam percakapan yang sangat serius.

Aku bersembunyi di balik pilar, mencoba mendengar apa yang sedang dibicarakan, tetapi suaranya terlalu pelan. Hanya sesekali terdengar bisikan kata-kata seperti "Aksara" dan "masalah". Jantungku berdebar. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi jelas aku adalah topik pembicaraan mereka.

Ketika akhirnya mereka bubar, aku tidak bisa menahan diri lagi. Aku berlari mengejar Geisha dan Nara.

"Geisha! Nara!" panggilku.

Keduanya terkejut melihatku. Wajah Geisha pucat seketika, sementara Nara mencoba tersenyum, tapi terlihat jelas dia gugup.

"Ada apa?" tanyaku, menatap mereka berdua dengan tajam. "Kenapa kalian menghindar dariku belakangan ini? Dan kenapa kalian tadi berbicara dengan Kak Aryo tentang aku?"

Geisha menunduk, tidak berani menatapku. Nara menghela napas panjang, lalu berkata, "Aksara, kami sebenarnya nggak mau ngomongin ini, tapi... kami dengar dari beberapa orang bahwa kamu dilaporkan ke dosen pembimbing."

Aku terperanjat. "Dilaporkan? Maksudmu apa?"

"Ya," kata Geisha dengan suara pelan. "Kak Aryo dengar kabar bahwa kamu dianggap kurang aktif dalam kegiatan Himpunan. Ada beberapa laporan dari mahasiswa senior yang merasa kamu tidak berkontribusi cukup dalam acara-acara yang kita adakan."

Aku benar-benar bingung. "Tapi aku ikut kok acara Himpunan! Aku bahkan ikut kepanitiaan."

"Tapi mereka bilang kamu sering absen tanpa alasan jelas," Nara menambahkan dengan cemas. "Kita tahu itu nggak benar, tapi... rumor sudah tersebar, dan Kak Aryo nggak punya pilihan selain membawa ini ke dosen pembimbing kita."

Dadaku terasa sesak. Semua ini terasa tidak adil. Aku selalu berusaha sebaik mungkin, ikut dalam semua kegiatan yang kuikuti, dan bahkan bekerja keras di kepanitiaan. Bagaimana bisa aku dilaporkan hanya karena beberapa orang berpikir aku tidak berkontribusi?

"Kamu harus bicara dengan dosen pembimbing sebelum masalah ini semakin besar," kata Geisha, suaranya penuh kekhawatiran. "Kalau nggak, mereka bisa memberikanmu sanksi atau bahkan mengeluarkanmu dari kepanitiaan."

Aku merasakan amarah mulai membara di dalam diriku. Tidak hanya karena tuduhan itu, tetapi juga karena teman-temanku, Geisha dan Nara, menyembunyikan hal ini dariku.

"Kenapa kalian nggak bilang dari awal?" tanyaku, suaraku terdengar lebih keras dari yang kuinginkan. "Kalian tahu aku nggak salah, kan? Tapi kalian malah membiarkan rumor ini menyebar tanpa memberi tahu aku!"

Geisha terlihat seperti akan menangis. "Kami hanya nggak mau kamu merasa tertekan..."

"Tapi aku malah semakin tertekan sekarang!" seruku, frustrasi.

Tanpa menunggu jawaban, aku berbalik dan pergi meninggalkan mereka. Aku tidak peduli lagi. Yang ada di pikiranku sekarang hanyalah bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini sebelum semuanya semakin rumit.

---

Saat sore tiba, aku langsung pergi ke ruangan dosen pembimbing, Pak Hasan. Ketika aku masuk, beliau sedang duduk di mejanya, tampak serius seperti biasa.

"Selamat sore, Pak," sapaku, mencoba menenangkan diri.

Pak Hasan mengangguk singkat. "Selamat sore, Aksara. Silakan duduk."

Aku duduk dengan gugup, merasa seperti seorang terdakwa di pengadilan.

"Aku dengar dari Kak Aryo dan beberapa mahasiswa lain bahwa kamu dianggap tidak aktif dalam kegiatan Himpunan. Apa kamu tahu tentang laporan ini?" tanyanya langsung tanpa basa-basi.

Aku menarik napas dalam-dalam. "Saya mendengar kabar itu dari teman-teman, Pak. Tapi saya ingin menegaskan bahwa saya selalu ikut kegiatan Himpunan dan berusaha sebaik mungkin."

Pak Hasan menatapku, mencoba membaca ekspresiku. "Tapi laporan dari mahasiswa senior mengatakan sebaliknya. Mereka menyebutkan beberapa acara di mana kamu tidak hadir, dan kontribusimu dianggap kurang."

"Pak, itu nggak benar," jawabku dengan tegas. "Saya selalu hadir di acara-acara yang ditugaskan kepada saya. Mungkin ada beberapa kesalahpahaman, tapi saya bisa pastikan saya tidak pernah absen tanpa alasan."

Pak Hasan diam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Baiklah, Aksara. Saya akan coba bicarakan ini dengan Kak Aryo dan timnya lagi. Tapi, kamu harus tahu, dalam organisasi, persepsi orang lain juga penting. Jika ada yang merasa kamu tidak berkontribusi cukup, mungkin kamu perlu lebih aktif dan terlihat dalam kegiatan berikutnya."

Aku mengangguk meskipun hatiku masih terasa berat. "Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha lebih baik lagi."

Keluar dari ruangan Pak Hasan, perasaanku campur aduk. Aku merasa lega karena setidaknya bisa menyampaikan pendapatku, tetapi rasa sakit hati karena dituduh tanpa dasar tetap menggantung di sana. Aku berjalan kembali ke kampus dengan pikiran penuh, bertanya-tanya bagaimana cara membersihkan namaku dari tuduhan ini.

Gema Asa di Ujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang