25.

14 10 0
                                    

Setelah perbincangan dengan Nara dan Geisha, hari-hari di kampus terasa semakin berat. Setiap kali aku berjalan di koridor, rasanya tatapan orang-orang selalu tertuju padaku, seakan mereka tahu apa yang aku sendiri belum sepenuhnya mengerti. Setiap langkah terasa lamban, berat, dan dingin. Bisikan-bisikan kecil di belakangku semakin sulit diabaikan. Tatapan mata yang penuh rasa kasihan menyapaku di setiap sudut, seperti menyiratkan bahwa mereka tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi daripada aku sendiri.

Aku mempercepat langkah, berusaha menutup telinga dari suara-suara itu, namun seakan mereka mengejarku. Di kepalaku, hanya ada satu nama yang terus berputar, Rafif. Gosip yang kudengar tadi masih menggantung di pikiranku, dan aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Aku perlu kepastian. Perlu mendengar langsung dari mulutnya. Aku mengeluarkan ponsel dengan tangan gemetar, membuka aplikasi pesan, dan mengetik cepat.

Aksara:
“Rafif, aku perlu bicara sama kamu. Tolong balas, aku denger gosip nggak enak tentang kamu dan Clarissa. Apa benar? Tolong jelasin...”

Jari-jariku bergetar setelah mengirim pesan itu. Aku menatap layar ponsel dengan napas tertahan, berharap segera ada tanda ‘mengetik’ di bawah namanya. Namun, detik-detik berlalu tanpa ada balasan. Chat hanya terbaca, namun tidak ada respon. Aku menggigit bibir, menahan perasaan yang semakin membuncah di dada.

Aku mencoba lagi, kali ini lebih tegas.

Aksara:
“Fi, tolong jangan diemin aku. Aku butuh penjelasan. Kita udah pacaran, kamu nggak bisa gitu aja ngilang. Apa yang sebenernya terjadi antara kamu dan Clarissa?”

Masih tidak ada respon. Chat itu lagi-lagi hanya terbaca, tanpa ada balasan yang kutunggu-tunggu. Aku memandangi layar ponsel yang tiba-tiba terasa begitu sunyi, seolah seluruh dunia menahanku dalam kegelapan.

Aku mencoba menarik napas panjang, namun dadaku terasa sesak. Kegelisahan semakin menggerogoti hati dan pikiranku. Semua rasa takut dan keraguan yang sebelumnya berusaha kutepis, kini menyeruak tanpa bisa kutahan lagi. Tatapan orang-orang di sekelilingku yang merasa kasihan itu kini terasa semakin menusuk, seolah mereka tahu apa yang aku takutkan. Bahwa mungkin saja, gosip itu benar.

Gema Asa di Ujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang