26.

22 9 2
                                    

Saat aku melangkah pulang ke kos, hujan mulai turun dengan deras. Air dari langit seakan mencerminkan perasaanku yang sedang berantakan. Setiap tetes hujan mengingatkanku pada betapa menyedihkannya situasi yang aku hadapi. Gosip yang beredar di kampus tentang Clarissa hamil anak Rafif terus menghantuiku, menambah beban pikiranku yang sudah berat.

Ketika melewati sebuah kafe kecil, mataku tiba-tiba tertangkap pada sosok yang sangat akrab. Rafif, di bawah payung, berdiri di samping Clarissa. Namun, suasana di sekitar mereka bukanlah tawa dan kebahagiaan, melainkan ketegangan yang jelas terlihat di wajah mereka. Clarissa tampak muram, matanya merah, seolah baru saja menangis. Rafif menatapnya dengan ekspresi khawatir, seakan ada sesuatu yang sangat serius antara mereka.

Hatiku bergetar melihat pemandangan itu. Rasanya dunia ini berputar lambat, dan semuanya terasa sangat menyakitkan. Kenapa mereka terlihat begitu sedih? Apa yang terjadi antara mereka? Apakah semua gosip itu benar? Dalam sekejap, rasa cemas berubah menjadi sakit hati yang tak tertahankan. Aku tidak bisa menahan diri lagi.

Tanpa berpikir panjang, aku berbalik dan berlari sejauh mungkin dari situasi yang membuatku hancur.

"Kenapa harus begini? Kenapa dia tidak menghubungiku? Dia bilang aku spesial, tapi sekarang semua ini terasa seperti kebohongan. Kenapa dia bisa berdiri di sana dengan Clarissa, sementara aku di sini, terjebak dalam kepedihan? Apa yang salah denganku? Apakah semua yang dia katakan adalah sekadar angin lalu? Di mana semua janji yang pernah kita buat?"

Air mata mulai mengalir, bercampur dengan hujan yang terus mengguyur. Setiap langkahku terasa berat, seperti membawa beban dunia di pundakku. Kaki ini melangkah cepat, menghindari pandangan orang-orang di sekelilingku. Hanya ada kesedihan yang mengekang, tak ada tempat untukku bersembunyi dari perasaan ini.

Setiap detik berlalu, rasa sakit ini semakin dalam. Aku tidak ingin percaya pada gosip itu, tapi bayangan Rafif dan Clarissa di bawah payung terus menghantuiku. Saat berlari, semua yang pernah kami lalui seakan tergantikan oleh kenyataan yang pahit. “Apa aku harus melupakan semua ini?” pikirku, tetapi hatiku menolak. Hanya satu yang kuinginkan, Jawaban dari Rafif, dan penjelasan tentang semua yang terjadi.

Gema Asa di Ujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang