Malam semakin larut, namun pikiranku terus berkelana, terjebak dalam percakapan yang sempat terjadi antara aku dan Rafif. Suara lembutnya, cara dia menyampaikan pesan dengan santai tapi penuh makna, seolah-olah terus mengiang di telingaku. Di satu sisi, aku merasa heran mengapa kami bisa sedekat ini dalam waktu yang terbilang singkat. Di sisi lain, ada sesuatu yang tidak bisa kugambarkan-sebuah perasaan yang seolah-olah baru saja ditemukan.
Aku mencoba memejamkan mata, berharap tidur bisa datang dan menenangkan pikiranku. Tapi setiap kali kucoba, wajahnya selalu muncul di dalam bayanganku. Tiba-tiba, ponselku bergetar. Pagi belum benar-benar menyapa, tapi aku sudah tahu siapa yang mengirim pesan. Sebuah senyum muncul di bibirku tanpa sadar saat melihat namanya di layar.
Rafif:
"Good morning! How's your morning so far? Hope it's not too hectic."Aku berhenti sejenak di depan pintu kamar, mengetik balasan dengan cepat.
Aksara:
"Morning, Kak! Nggak terlalu hectic sih, cuma lagi siap-siap buat kelas. Kamu sendiri gimana?"Tak lama kemudian, balasannya masuk lagi.
Rafif:
"Not bad. Cuma lagi siapin beberapa hal buat perform nanti. Tapi aku yakin bakal lebih semangat kalau kamu nonton nanti, haha."Aku terkekeh kecil membacanya, membayangkan wajah Rafif saat mengatakan hal itu. Ada sesuatu yang sangat menenangkan dari caranya berbicara-selalu terasa ringan, tapi tidak pernah kehilangan makna. Aku tak bisa menahan senyum kecil.
Aksara:
"Pasti nonton, tenang aja. Aku juga penasaran gimana kamu main gitarnya nanti."Rafif:
"Wah, kalau gitu aku bakal pastiin penampilanku nggak bikin kamu kecewa, hehe. Oh iya, nanti setelah acara, kita sempet ngobrol sebentar, nggak? Ada yang pengen aku omongin."Jantungku berdebar sedikit lebih cepat membaca pesannya. Ada rasa penasaran yang muncul, namun aku tak ingin langsung menarik kesimpulan. Mungkin ini hanya obrolan biasa, pikirku. Jadi aku mengetik balasan yang singkat, mencoba tetap santai.
Aksara:
"Ngobrol? Tentu, boleh aja."Rafif:
"Great. See you soon, Aksara."Hari itu terasa berjalan begitu cepat. Meski aku berusaha untuk fokus pada kuliah, pikiranku terus melayang ke arah acara Gebyar Kampus nanti sore dan janji untuk bertemu dengan Rafif setelahnya. Suasana hati ini aneh-sebuah campuran antara antusiasme, kegugupan, dan harapan yang samar-samar.
Sore itu, kampus berubah menjadi lebih hidup. Aula utama sudah dipenuhi oleh mahasiswa yang bersiap untuk menyaksikan Gebyar Kampus. Aku dan Nara, temanku, berjalan beriringan menuju tempat acara. Di sekitar aula, stand-stand penjual makanan dan minuman berjejer, semakin menambah keramaian. Tapi pikiranku hanya terfokus pada satu hal-Rafif dan penampilannya.
Ketika pengumuman penampilan selanjutnya diputar di atas panggung, suasana mendadak menjadi lebih tegang namun penuh antusias. Lampu-lampu panggung mulai berfokus pada sosok yang berjalan menuju tengah panggung. Ya, itulah Rafif.
Penampilannya begitu sederhana, namun memiliki daya tarik tersendiri. Kemeja flanel hitam-putih yang digulung hingga siku, dipadukan dengan celana jeans biru tua dan sepatu sneakers putih, membuatnya terlihat kasual namun tetap menarik perhatian. Rambut hitamnya sedikit berantakan, menambah kesan santai namun tetap memukau.
Sorak-sorai mulai terdengar, terutama dari para mahasiswa perempuan yang tampak tidak sabar menyaksikan penampilannya. Beberapa bahkan tidak segan-segan memanggil namanya dengan riuh, "Rafif! Rafif!"
Dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya, Rafif mulai memainkan gitar akustiknya. Petikan gitarnya terdengar lembut, mengalun pelan hingga akhirnya ia mulai menyanyikan lagu yang membuat seluruh aula terdiam.
Heaven when I held you again
How could we ever just be friends?
I would rather die than let you go
Juliet to your Romeo
How i heard you say...I would never fall in love again until I found her
I said, I would never fall unless it's you I fall into
I was lost within thе darkness, but then I found her
I found you...I would nеver fall in love again until I found her
I said, I would never fall unless it's you I fall into...
I was lost within the darkness, but then I found her I found you......
Huuuuuu.....Suaranya yang dalam dan sedikit serak membuat setiap lirik terasa begitu mendalam. Lagu Until I Found You yang dinyanyikannya seolah-olah bukan sekadar lagu, ada perasaan tulus yang ia sampaikan lewat setiap nadanya. Bahkan beberapa mahasiswa yang duduk di depanku terlihat menutup mata, larut dalam setiap kata yang keluar dari mulut Rafif.
Saat lagu mencapai bagian chorus, aku bisa merasakan seluruh aula ikut terseret dalam emosi yang dibawanya. Lirik yang begitu dalam, diiringi oleh permainan gitarnya yang sempurna, membuat setiap orang di ruangan itu terdiam, termasuk aku. Rafif telah berhasil mencuri perhatian kami semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gema Asa di Ujung Senja
Teen FictionAksara Nurmala memutuskan meninggalkan desa untuk menjalani kehidupan baru di kota besar, memulai kuliahnya di Universitas Madya Nusantara. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus, ia berjuang menyesuaikan diri bukan hanya dengan tuntutan akademis, t...