Bagian 43 : Baik-Baik Saja

177 20 5
                                    

💐💐Happy Reading💐💐

"Jangan-jangan ada sesuatu yang buruk terjadi…" gumamnya lirih.

Guru Bahasa Inggris sudah meninggalkan kelas lima menit yang lalu, namun Devi belum juga muncul. Pikiran-pikiran buruk mulai memenuhi kepala Vio, membuatnya semakin tak tenang.

Tiba-tiba, suara Afan membuyarkan lamunannya. “Devi belum balik juga?”

Vio mengangguk pelan, sorot matanya jelas menunjukkan kegelisahan. "Belum, gue takut kalau ada sesuatu yang nggak beres sama dia"

Afan menatapnya serius "Emang tadi Devi izin ke mana?"

"Katanya ke toilet, tapi dari tadi belum balik-balik juga" jawab Vio.

"Kalau gitu coba lo susulin ke sana, Vio" saran Aqil.

"Iya, benar juga” Vio baru menyadari betapa khawatirnya dia hingga tak terpikir untuk mengecek ke toilet lebih awal.

“Gue pergi dulu, ya. Kalau ada guru masuk, tolong bilangin gue izin ke toilet” ujarnya sambil bergegas keluar kelas.

Vio kini sudah berada di depan toilet, namun kosong. Tak ada tanda-tanda kehadiran Sridevi di sana. Hatinya semakin gelisah. Dia memandang ke sekeliling, berharap bisa menemukan sahabatnya, tetapi yang ada hanya keheningam.

"Ke mana Lo, Dev?" batinnya, penuh kekhawatiran.

Dengan langkah cepat, Vio kembali menuju kelas, berharap Sridevi sudah kembali tanpa sepengetahuannya. Namun ketika ia membuka pintu kelas, harapan itu pupus. Meja Sridevy tetap kosong.

Afan yang sejak tadi duduk gelisah, langsung menatap Vio dengan cemas. "Gimana? Lo ketemu Devi?"

Vio menggeleng lemah, "Nggak ada di toilet. Gue udah cek, tapi kosong"

Afan tampak semakin khawatir. Sedari tadi dia mencoba menghubungi Sridevi, tapi panggilan teleponnya terus tak tersambung.

"Kamu di mana sih, sayang?" batin Afan dengan perasaan yang bercampur aduk. Keheningan yang mengisi kelas semakin membuat suasana terasa berat. Hati mereka tenggelam dalam kekhawatiran, sementara sosok Sridevi seakan menghilang entah ke mana.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang memasuki kelas. Suara itu tak begitu keras, namun entah kenapa cukup untuk membuat Afan spontan menoleh. Jantungnya berdegup lebih cepat saat matanya menangkap sosok yang selama ini ia cemaskan.

Gadis itu akhirnya muncul, dengan wajah yang tampak lelah namun tetap teduh. Tanpa berpikir panjang, Afan segera berlari menghampirinya, lalu memeluknya erat, seolah tak ingin melepaskannya lagi. Pelukan itu dipenuhi perasaan lega dan kasih sayang yang tak bisa disembunyikan.

"Kemana aja, sih? Jangan bikin gue khawatir gini. Gue takut kalau ada apa-apa sama lo" bisik Afan, suaranya bergetar oleh emosi yang ia tahan sejak tadi.

Sridevi membalas pelukannya dengan lembut. "Maaf, Fan. Gue tadi ada urusan mendadak. Gue nggak bermaksud bikin lo khawatir"

Afan menarik napas panjang, masih memeluknya erat. "Yang penting lo udah balik. Jangan kayak gini lagi, ya"

Sridevi mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca, merasakan betapa Afan benar-benar peduli padanya. Tak peduli sejauh apa pun dia pergi, selalu ada Afan yang akan menunggunya dengan hati penuh kasih.

Vio yang sejak tadi juga cemas, tak tahan untuk ikut bicara. "Intinya, kalau lo mau pergi ke mana-mana, ajak gue, ya. Jangan bikin gue sama Afan deg-degan kayak gini lagi"

Sridevi tersenyum lemah, merasa bersalah karena membuat sahabat dan pacarnya khawatir. "Iya, gue janji. Maaf, ya, bikin kalian panik"

Afan perlahan melepas pelukannya, tetapi genggamannya masih erat di tangan Sridevi, seolah memastikan bahwa ia benar-benar ada di sana. Vio menatap keduanya dengan lega, suasana yang tadinya tegang kini perlahan mencair. Dalam hati, mereka tahu bahwa tak peduli apa pun yang terjadi, mereka selalu ada satu sama lain, untuk menjaga, melindungi, dan memastikan semuanya baik-baik saja.

"Selamat siang, anak-anak" suara lembut namun tegas dari sang guru mengalun di ruang kelas, memecah keheningan. Seketika, para siswa-siswi yang tadinya bercanda dan bersantai, langsung duduk rapi di tempat masing-masing.

Namun, suasana berubah. Wajah-wajah mereka yang semula ceria mendadak lesu. Harapan bahwa hari ini mereka akan terbebas dari pelajaran matematika pun sirna seketika.

Tadi, mereka sempat berpikir bahwa mungkin akan ada jam kosong, namun kenyataan berkata lain. Sang guru hadir, menghancurkan impian kecil para siswa untuk bisa bersantai lebih lama. Keheningan menyelimuti kelas, diiringi desahan napas pelan penuh kecewa yang tersembunyi di balik wajah pasrah mereka.

Bel pulang berbunyi nyaring, menandakan berakhirnya jam pelajaran hari ini. Suasana sekolah yang tadinya penuh hiruk pikuk perlahan mulai sepi. Di dalam kelas, hanya tersisa beberapa siswa yang masih membereskan barang-barang mereka. Salah satunya adalah Afan, yang duduk tenang di bangkunya, menunggu dengan sabar.

Ia menatap ke arah Sridevi yang masih sibuk merapikan buku-bukunya. Afan tahu, setelah ini mereka akan pulang bersama seperti biasa, menghabiskan waktu di jalan dengan naik motor kesayangannya. Tak ada rasa terburu-buru di hatinya, hanya ada rasa hangat karena ia tahu, di akhir hari yang panjang ini, ada kebersamaan yang menanti di perjalanan pulang mereka.

"Ayo, maaf ya, bikin nunggu lama" ujar Sridevi dengan senyum manis, sambil mengangkat tasnya ke pundak.

Afan hanya menggeleng pelan, balas tersenyum lembut. "Nggak apa-apa, santai aja"

Tanpa banyak kata, mereka berdua pun keluar dari kelas, berjalan beriringan menuju parkiran. Afan, seperti biasanya, tetap setia menggenggam tangan Sridevi dengan erat, seolah ingin memastikan bahwa ia selalu berada di sampingnya.

Sesampainya di parkiran, Afan dengan penuh perhatian mengambil helm dari motornya, lalu dengan senyum lembut menyerahkannya kepada Sridevi. Namun, bukan hanya itu. Afan pun dengan telaten membantu memasangkan helm tersebut di kepala Sridevi, memastikan tali terikat dengan rapi. Tatapan matanya penuh kasih, sementara Sridevi tersenyum malu-malu.

Setelah itu, Afan naik ke atas motor kesayangannya, mempersiapkan diri untuk perjalanan pulang. Sridevi mengikuti, duduk di belakangnya dengan lembut, lalu tangannya terulur, menggenggam pundak Afan dengan erat.

Motor besar itu melaju perlahan keluar dari gerbang sekolah, membawa motor itu ke dalam keramaian kota yang mulai dipenuhi kendaraan. Afan mengendarai motornya dengan kecepatan stabil, membelah jalanan ibu kota yang sibuk, namun tak terlalu terburu-buru. Di sekitar mereka, deru mesin kendaraan dan sorotan lampu lalu lintas menjadi latar belakang yang menemani perjalanan mereka.

Angin sore yang sejuk menyapa lembut, membelai wajah keduanya, menghadirkan rasa tenang di tengah hiruk-pikuk kota. Sridevi sesekali mengobrol dengan Afan, suaranya penuh kehangatan dan tawa yang mengisi udara. Obrolan ringan tentang hari-hari mereka di sekolah, diselingi candaan kecil, membuat perjalanan itu terasa begitu indah. Di balik helm dan angin yang berhembus, keduanya menikmati momen kebersamaan, seakan dunia di sekitar mereka memudar, hanya menyisakan rasa bahagia yang sederhana namun mendalam.

Halo, Readers tercinta! Bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga selalu sehat dan bahagia. Jika ada yang merasa sedih, ingatlah untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan ya!

Absen dong! Dari mana kalian tahu tentang cerita ini?

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca bagian ini. Setelah selesai, jangan lupa untuk memberikan vote dan komentar, ya!

Terima kasih juga sudah setia menunggu kelanjutan cerita ini, kehadiran dan dukungan kalian selalu berarti bagiku.

30 Vote aku bakal update kelanjutan cerita ini.

Jika kalian menemukan typo, mohon untuk memberi tahu, ya!

Salam hangat dari aku
~dyasnuraina

28 September 2024


























Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CINTA DAN RAHASIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang