14

4 1 0
                                    

MASA DEPAN

Malam ini aku mengenakan blazzer berwarna ecru, ditambah dengan bawahan navy pleated skirt, dan sedikit detail belt dari LV Circle Prime 20MM. Aku bersiap menghadiri acara gala premiere film Cita dan Kutukan yang diselenggarakan di XXI Epicentrum Jakarta. Sebagai penulis skenario, aku tidak dituntut untuk mengenakan pakaian yang serba ramai demi mendatangkan atensi publik. Cukup para casts saja yang mengenakan dress dan suit terbaik mereka untuk memberikan kesan fantastik.

Lima ratus orang yang hadir di sini akan menjadi saksi kembalinya karier Gemmy di industri perfilman setelah empat tahun lamanya hiatus. Dari kejauhan aku bisa melihat orangtua Gemmy mengenakan pakaian yang senada dan membawakan sebuah bucket bunga besar untuk merayakan kesuksesan anak semata wayangnya.

"Ayo ke backstage sekarang, Bit," ucap Mas Derry menyuruhku bersiap-siap karena sebentar lagi acara akan dimulai.

Meskipun ini bukan kali pertamaku berada di atas panggung bioskop, terus terang saja aku akan selalu merasa gerogi setiap kali tampil di depan banyak orang. Aku akan menatap ribuan pasang mata, bertemu dengan berbagai macam kamera, bertemu dengan petinggi, pengamat, serta melakukan sesi wawancara singkat mengenai proses pembuatan skenario. Meskipun hanya memakan waktu lima hingga sepuluh menit, percayalah ketika berada di atas panggung dan menjadi objek tontonan, rasanya seperti menghabiskan waktu ratusan tahun yang panjang.

Aku selalu punya teknik dalam mengatasi kecemasan. Aku akan selalu memijat sela jempol dan telunjuk secara lembut, menarik napas dalam-dalam, memejamkan mata sejenak, dan berkata 'aku pasti bisa'. Di saat badanku mulai terasa rileks, tiba-tiba saja aku merasakan badanku terdorong ke belakang. Aku refleks menoleh ke belakang dan mendapati tas payetku menyangkut pada setelan rajut seseorang. Kontan pandangan kami berserobok pada satu arah. Pria bertubuh jangkung itu menatap tas payetku―dan aku menatap crewneck miliknya yang memiliki warna senada dengan blazzer-ku.

"Maaf, maaf," kataku berusaha melepaskan benang pada tas payetku. Dan pada momen yang sama, ponselku berdering. Panggilan dari Mas Derry. Aku semakin tak fokus melepaskan benang dari payet tas.

"Sini, biar saya coba bantu lepaskan," suaranya tenang dan berat. Dia menatapku dengan satu alis mengangkat. "Angkat dulu aja teleponnya."

Aku pun mengangguk dan langsung mengangkat panggilan telepon dari Mas Derry. Dia menyuruhku untuk segera ke backstage melakukan briefing. Dan ketika panggilan telepon kumatikan, benang rajut yang menempel di tas payetku sudah terpisah.

"Maaf ya, atas ketidaknyamanannya," kataku buru-buru berlari menuju backstage.

Acara dimulai dengan kemeriahan. Diawali dengan Mas Derry yang memberikan speech singkat atas rasa bangganya kepada seluruh casts dan kru yang sudah bekerja keras untuk mewujudkan Cita dan Kutukan menjadi sebuah karya yang indah. Dan dilanjutkan aku yang harus memberikan speech singkat kepada penonton mengenai proses pembuatan skenario Cita dan Kutukan.

"Saya tertarik membuat naskah ini untuk mengenang kisah-kisah remaja di tahun 90-an. Ada banyak tragedi yang terjadi ketika masa krisis moneter berlangsung. Ada banyak cinta yang harus diperjuangkan. Ada banyak mimpi yang harus dikorbankan. Dan menurut saya, Cita dan Kutukan layak untuk ditonton siapa saja. Karena film ini banyak menyiratkan pesan dan momen haru dalam segala aspek tokoh yang terlibat."

Semua orang memberikan apresiasi tepuk tangan meriah kepadaku. Giliranku mengoper mic kepada Gemmy yang ada di sebelahku. Tangan Gemmy membeku dan gemetar. Aku bisa tebak sekarang dia sedang mengalami demam panggung.

"Saya berterima kasih kepada Pak Ghandi, Mas Derry, Mbak Bitta, yang telah memberikan saya kesempatan pada project besar ini. Saya bisa jamin bahwa Cita dan Kutukan akan memberikan warna baru di industri perfilman. Semua pemain sangat bekerja keras menampilkan performa terbaik mereka untuk project ini. Dan saya berharap Cita dan Kutukan bisa masuk ke deretan box office Indonesia di tahun ini." Sekarang dia menatap ke samping kiri. "Mulai dari workshop, saya banyak dibantu Mas Derry dan Kak Bitta tentang bagaimana membentuk karakter Rena yang ambisi akan mimpinya. Dan selama di lokasi syuting, saya menemukan keluarga baru bersama para tim. Antusiasme mereka membuat saya lebih bersemangat dalam memerankan tokoh Rena. Thank you, guys!" ucapnya spontan memeluk para casts lain yang ada di sebelahnya.

Star On the StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang